Langgur,
![]() |
Bupati Malra, Ir. Andre Rentanubun |
Penetapan Langgur sebagai ibukota kabupaten Maluku Tenggara yang ditandai dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2011 tentang pemindahan ibukota kabupaten di Kei Kecil hingga saat ini telah memasuki tahun kedua.
Saat itu, tepatnya tanggal 8 Oktober 2011 ketika digelar sidang paripurna istimewa di DPRD Malra, Menteri Dalam Negeri menyerahkan PP tersebut secara resmi kepada Dewan dan Pemerintah Daerah Malra.
Demikian hal ini diungkapkan Bupati Malra, Ir. Andre Rentanubun, dalam sambutannya pada acara sidang paripurna istimewa DPRD Malra, Selasa (8/10), dalam rangka memperingati HUT Kota Langgur yang kedua.
“Waktu itu saya usulkan bahwa tanggal 8 Oktober ditetapkan sebagai hari lahirnya Kota Langgur menjadi kota induk Kabupaten Malra dan telah disepakati Dewan bersama Pemerintah Daerah,” ungkapnya.
Menurutnya, dalam memulai praktek penyelenggaraan pemerintah momentum tanggal 8 Oktober 2012 telah diperingati bersama sebagai HUT yang pertama untuk kota Langgur.
“Maka, puji Tuhan hari ini kita kembali bersama-sama dan mengajak seluruh anggota Dewan dan para undangan untuk melakukan refleksi sejenak terhadap perkembangan kota Langgur sejak ditetapkan sebagai ibukota yang baru,” ajak Bupati.
Diakuinya, dari aspek kesejahteraan pemerintah memahami bahwa sebagian Langgur merupakan bagian dari kota Tual. Namun setelah ditetapkan, kota Langgur mengalami perkembangan sejalan dengan perkembangan Kabupaten Malra yang pada dekade terakhir terus mengalami perubahan.
“Lingkungan yang strategis dan perubahan yang nyata adalah dampak dari pemerkaran Kabupaten Malra,” ujarnya.
Dikatakannya, pemilihan Langgur sebagai ibukota kabupaten telah dilakukan secara cermat dan melalui teknokrat yang didasari pada pertimbangan sejumlah aspek, diantaranya aspek fisik, ekonomi, sosial budaya, sejarah, politik dan juga keamanan serta aspek pembiayaan pembangunan dan juga aspirasi rakyat.
Ditambahkannya, ke depan ini pemerintah akan sangat bergantung kepada fungsi kota itu sendiri karena diwarnai dengan strata ekonomi yang heterogen dan bercorak materialistis.
“Kawasan perkotaan menurut UU nomor 26 Tahun 2007 adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama, bukan pertanian dan memiliki fungsi-fungsi kawasan sebagai pemukiman, perkotaan, pemusatan, distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan jasa ekonomi,” tambah Bupati.
Oleh sebab itu, lanjut Bupati, pembangunan sebuah kota teristimewa sebuah kawasan yang baru seperti Langgur tentunya sangat diperlukan kecermatan pada aspek-aspek perencanaan tata kota yang berkelanjutan.
Menurutnya, hal ini didasari pada Peraturan Daerah Provinsi Maluku No. 16 Tahun 2013 tentang RT, RW Provinsi Maluku 2013 – 2033 dan Perda Malra No. 13 Tahun 2012 tentang RT, RW Kabupaten Malra tahun 2012 – 2032 yang secara hirarki kota Langgur telah ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW).
“Artinya Langgur merupakan kota yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten sebagai pusat kegiatan wilayah,” jelas Bupati.(obm)