![]() |
| Agustinus Rahanwarat |
Saumlaki, Dharapos.com
Direktur Lucky Centre Foundation (LCF), Agustinus Rahanwarat minta Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Maluku Tenggara Barat (MTB) untuk tidak melibatkan pengurus Latupati setempat dalam mengikuti kegiatan Rapat Kerja (Raker) Latupati se Maluku, 23 Oktober mendatang.
Kegiatan tersebut dijadwalkan berlangsung di Langgur, Kabupaten Maluku Tenggara.
“Alasanya adalah karena telah berulang kali kami mendesak Pemerintah Kabupaten MTB untuk segera menghapus istilah Latupati dan tidak boleh digunakan dalam berbagai kegiatan ritual adat istiadat di Tanimbar (MTB, red), karena tidak sesuai dengan konsep budaya dan adat istiadat yang dijalankan oleh leluhur Tanimbar sejak dahulu kala,” urainya di Saumlaki, Selasa (10/10).
Agustinus menjelaskan bahwa Istilah Latupati diadopsi dari daerah lain dan bukan merupakan nama sebuah jabatan adat yang digunakan oleh para leluhur Tanimbar sejak dahulu kala.
Penggunaan sebutan Latupati itu baru dipertegas oleh Pemda MTB semasa kepemimpinan Bupati S. J. Oratmangun dan wakilnya Lukas Uwuratuw, dimana sebutan Latupati digunakan oleh para pemangku adat Tanimbar dalam menjalankan fungsinya sebagai pemuka adat di suatu wilayah kecamatan.
Sebagai bentuk penghormatan terhadap tradisi budaya Tanimbar maka pihaknya telah menggagas pembentukan Dewan Adat Tanimbar dan telah dibuat akta pendirian beberapa waktu lalu.
Dan konsep tersebut telah diajukan ke Pemda MTB untuk segera dikaji dan digunakan.
“Konsep Dewan Adat Tanimbar itu pemimpinnya disebut Mangfaluruk, dimana penggunaan nama ini dikhususkan bagi mereka atau kumpulan orang yang memiliki kedudukan adat di setiap desa dalam hal ini mereka memiliki peran di dalam perahu adat dan itu tradisi yang tidak boleh diganti dari generasi ke generasi, atau lebih tepat jika dilestarikan sebagai sebuah warisan leluhur Tanimbar,” paparnya.
Dengan begitu selaku pendiri, Rahanwarat minta agar segera dikaji sehingga ada kejelasan tentang penamaan lembaga tersebut berdasarkan tradisi adat dan sebagai komitmen untuk menata kembali tatanan adat istiadat Tanimbar sehingga mencerminkan nilai-nilai budaya leluhur yang sesungguhnya.
Selain itu pelaksanaan Raker Latupati dinilai tidak tepat oleh karena masyarakat Maluku memiliki kesamaan jati diri berbudaya namun juga memiliki perbedaan dalam menjalankan tradisi adat istiadat, di mana 11 kabupaten/kota di Maluku semuanya memiliki perbedaan secara teknis dalam menjalankan hukum adatnya masing-masing.
Dia mencontohkan ada perbedaan hukum adat Duan-Lolat di Kabupaten MTB dengan hukum adat Larvul-Ngabal di Kabupaten Malra dan Kota Tual serta kabupaten/kota lain di Maluku.
Olehnya itu, dia berharap Pemkab MTB segera melakukan kajian dengan mempertimbangkan usulan yang diajukan, sehingga ke depan nanti sudah ada sebuah lembaga adat yang otonom dan berfungsi mengurus tata cara menjalankan hukum adat Duan – Lolat, termasuk mengatur berbagai kebijakan adat dan budaya Tanimbar.
Hal ini juga sebagai cara untuk membatasi penggunaan istilah-istilah adat yang diadopsi dari luar Tanimbar, seperti istilah Latupati.
“Sudah saatnya daerah ini berbenah dan dimulai dari pembenahan tradisi budaya dan adat Tanimbar. Bayangkan saja kalau besarnya harta dalam perkawinan orang Tanimbar itu ditentukan oleh besaran angka yang diputuskan seorang Latupati, kan aneh. Apa itu Latupati? Secara etimologi tidak sesuai dengan kultur Tanimbar, terdengar sebagai kata asing namun telah merasuk pikiran dan sanubari orang Tanimbar karena sudah digunakan bertahun-tahun lamanya, apalagi jika dikuatkan oleh pemerintah,” sambung Agustinus.
Dalam beberapa hari mendatang lembaga yang dipimpinya itu akan menyurati Pemkab MTB terkait pikiran dimaksud, termasuk meminta Pemkab MTB untuk tidak turut serta dalam Raker dimaksud.
Dan jika utusan dari MTB mau terlibat dalam Raker Latupati di Malra maka Pemkab MTB
mengharuskan peserta tersebut untuk tidak menggunakan sebutan Latupati tetapi menggunakan konsep
Dewan Adat Tanimbar dengan pimpinannya adalah Mangfaluruk, maupun segera nyatakan sikap untuk keluar dari komunitas pengurus Latupati se-Maluku.
Sekretaris Daerah MTB, Piterson Rangkoratat yang ditemui secara terpisah menyatakan bahwa hingga kini Pemkab belum menerima surat dari LCF sehingga belum bisa berpendapat tentang usulan itu.
“Pemerintah daerah belum menerima surat itu, kita akan kaji kalau sudah terima,” janjinya.
(dp-18)













