Langgur, Dharapos.com
Proyek pembangunan jembatan Holai yang terletak di desa Holai, Kecamatan Kei Besar Utara Timur, Kabupaten Maluku Tenggara yang telah menghabiskan anggaran belasan milyaran rupiah, hingga 10 tahun berjalan kondisinya terbengkalai.
![]() |
Ilustrasi jembatan |
Bahkan, pihak aparat penegak hukum jelas-jelas terlihat menutup mata terhadap mandeknya proyek dimaksud.
Kepada Dhara Pos, Kamis (3/4) melalui telepon selulernya, Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Tungkor, Drs. Nardi Refra menyatakan keresahannya terhadap sikap aparat penegak hukum baik dari Kejaksaan Negeri Tual maupun Kejaksaan Tinggi Maluku.
“Proyek jembatan Holai itu alokasi anggarannya 12 milyar rupiah sekian dan faktanya sampai saat ini terbengkalai. Namun anehnya, ketika kami melakukan pelaporan baik secara tertulis, bahkan juga tatap muka langsung dengan pihak aparat penegak hukum dari Kejaksaan baik negeri Tual maupun Tinggi Maluku ternyata tidak ada respons sama sekali dari mereka,” ungkapnya resah.
Hal yang sama pula, beber Refra, dilakukan juga dengan pihak Kepolisian Resort Maluku Tenggara bahkan Polda Maluku, namun tidak ada respons yang positif dari kedua institusi tersebut.
“Saat tatap muka, kami sudah beberkan data-data kepada pihak penegak hukum, namun anehnya tidak ada respons sama sekali, maka patut dipertanyakan ada apa di balik semua ini,” herannya.
Refra menduga bahwa pihak penegak hukum telah menjadikan kasus mandeknya jembatan Holai ini sebagai lahan bisnis alias ATM berjalan bagi kepentingan pribadi mereka.
“Kenapa saya katakan demikian? Karena telah banyak fakta di lapangan khususnya di kabupaten Malra banyak kasus yang nilai kerugiannya mencapai belasan hingga puluhan milyar rupiah tapi kenyataannya pihak penegak hukum tutup mata. Dan untuk diketahui, hal seperti ini sudah bukan rahasia lagi. Dan kita tidak sampai kapan ini terus berlangsung,” kecamnya.
Tapi jika kerugian dalam kasus-kasus tersebut hanya 5 milyar rupiah, pihak penegak hukum jelas-jelas mengejar dan mengusutnya hingga titik darah penghabisan.
Seharusnya, tegas Refra, pihak Kejari Tual atau Kejati Maluku sudah mengambil sikap tegas dengan memanggil sang kontraktor, Maxi Ohoiulun untuk mempertanggung jawabkan pekerjaannya maupun anggarannya.
“Dia kan yang paling tahu jelas terkait proses pengerjaan proyek maupun penggunaan anggarannya untuk dipertanggung jawabkan sesuai hasil pekerjaannya di lapangan. Karena dana tersebut bukan milik pribadi, anak istri atau warisan keluarganya, tapi itu uang Negara,” tegasnya.
Bahkan, Refra di kesempatan tersebut mengingatkan sang kontraktor Max Ohoiulun untuk berbesar hati mau jujur terbuka terkait proyek yang dikerjakannya dan kejelasan status anggaran proyek dimaksud.
“Saya hanya ingin berpesan kepada saudara Maxi Ohoiulun untuk tidak terperangkap ke dalam lingkaran sindikat mafia kasus yang begitu rapi menjalankan aksi pemerasan mengatasnamakan aturan. Karena pada akhirnya nanti saudara akan mengalami kerugian baik moril maupun materil yang tak terhingga,” pesannya.
Refra juga meminta pihak penegak hukum baik Kejaksaan maupun Kepolisian harus bekerja profesional dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab.
“Karena kalian di angkat dengan sumpah dan janji sesuai dengan keyakinan masing-masing. Karena jika tidak, maka anda sendiri tahu akibatnya. Sehebat apapun manusia sembunyikan kejahatan, pasti suatu saat nanti terbongkar juga,” cetusnya.
Refra juga menaruh harapan besar kepada Kepala Kejati Maluku yang baru, untuk dapat membawa perubahan yang lebih baik lagi bagi penegakan hukum di negeri berjuluk Seribu Pulau ini.
Kepada Jaksa Agung RI, dirinya juga berharap selaku orang nomor satu di Korps Adhyaksa Nasional untuk terus memantau kinerja jajarannya di tingkat Kejati Maluku maupun Kejari Tual, sehingga alur penegakan hukum dapat berjalan dengan lancar tanpa harus terkendala oleh karena ada oknum-oknum penegak hukum yang memanfaatkan berbagai kasus sebagai lahan bisnis bagi kepentingan pribadinya.
“Karena kenyataannya, sampai hari ini upaya pemberantasan berbagai kasus korupsi di Kabupaten Maluku Tenggara mandek hingga bertahun-tahun. Bukan kasus jembatan Holai saja, tapi masih banyak kasus lain di daerah ini yang seharusnya sudah selesai penanganannya, namun terkesan sengaja dipetieskan,” urainya.
Terkait kondisi ini, Refra menghimbau pihak penegak hukum untuk bekerja sungguh-sungguh demi penegakan hukum di daerah ini.
“Kami semua dari LSM se Kabupaten Maluku Tenggara siap mendukung dan bekerja sama dengan pihak penegak hukum untuk membasmi berbagai kejahatan di negeri tercinta ini,” pungkasnya.
Refra juga sempat mengomentari kinerja Pemkab Malra dibawah kepemimpinan Bupati Andre Rentanubun dan Wakilnya, Yunus Serang yang sudah menjalani dua periode kepemimpinan di negeri beradat ini.
“Saya belum pernah melihat Pemerintah Daerah membangun satu bangunan permanen, tapi sebaliknya malah kita jadi mundur ke belakang dan inilah fakta dan kenyataan yang tak bisa kita pungkiri,” ujarnya.
Karena itu, Refra meminta semua pihak untuk bersatu dan berpegang tangan membangun negeri ini bagi kesejahteraan masyarakat.
(obm)