Pendidikan

6 Tahun Tidak Terima Gaji, Eks Ketua STIESA Ancam Lapor Polisi

26
×

6 Tahun Tidak Terima Gaji, Eks Ketua STIESA Ancam Lapor Polisi

Sebarkan artikel ini
Saumlaki, 
Konflik internal pihak Yayasan Pendidikan Tinggi Rumpun Lelemuku Saumlaki, Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB), rupanya semakin meluas.

ilustrasi polisi
Ilustrasi Laporan Polisi

Ketidakpuasan Ketua STIESA dimisioner, Letus Masela, S.Sos., MM berujung pada rencana pihaknya mempolisikan manajemen yayasan tersebut karena dinilai menyalahi aturan normatif yang berlaku terkait dengan ketenagakerjaan.

Kepada wartawan di kafé Marina Saumlaki, Senin (19/05), Letus Masela yang didampingi salah satu mahasiswanya menuturkan jika selama mengabdi sebagai tenaga dosen pada STIESA sejak tahun 2008 silam, dirinya belum pernah digaji sesuai dengan standar upah tenaga dosen atau sesuai dengan standar Upah Minimum Regional (UMR).

Para Dosen yang mengabdi pada 3 Perguruan Tinggi dibawah pengelolaan yayasan tersebut seperti Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Saumlaki (STIAS), Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Saumlaki (STKIPS) serta STIESA selama itu hanya dihargai dengan honorarium per-mata kuliah sebesar Rp. 200.000 perbulan berjalan.

“Saya kan masuk tahun 2008 dan mengajar di STIAS kemudian tahun 2010 saya diangkat menjadi Ketua STIESA. Sejak PTS ini ada tahun 2002 memang dari ketua Pak Lololuan sampai Pak Waisama itu mengalami hal yang sama seperti yang saya alami” tuturnya.

Dikatakan, selama ini para dosen hanya berpasrah karena mereka berharap, perguruan tinggi yang baru itu sudah pasti mengalami perubahan positif setiap waktu. Harapan itu seakan pupus ditengah jalan oleh karena dirinya mengaku selama ini pihak yayasan belum pernah melakukan perubahan sesuai kondisi demi menjawab kebutuhan tenaga dosen maupun dapat memperlancar tugas-tugas di kampus yang jaraknya termasuk jauh dari pusat kota Saumlaki.

Dirinya sempat menyayangkan, perhatian Pemerintah Daerah MTB melalui dinas teknis yang telah berulang kali melakukan inspeksi ke PTS-PTS tersebut namun tidak membawa hasil yang melegakan para staf pengajar di 3 PTS tersebut.

“Sebetulnya itu kan tugasnya Dinsos dan Tenaga Kerja. Mereka sudah berapa  kali masuk di STIESA tapi begitulah, wewenang yayasan kan masih ada, jadi kita dari pihak akademik juga tidak bisa berbuat apa-apa,” sesalnya.

Terkait rencana dirinya bakal mengadukan jenis pelanggaran aturan tersebut ke pihak penyidik, Masela mengaku jika saat ini dirinya telah siap namun masih menanti rencana pemecatannya sebagai tenaga dosen seperti yang janjikan oleh Pelaksana Harian Ketua Yayasan Pendidikan Tinggi Rumpun Lelemuku Saumlaki Polycarpus Lalamafu, S.Sos., MM melalui sejumlah media belum lama ini.

“Yah, saya tunggu saja SK-nya. Tapi proses tetap jalan terus karena sekarang selain hal tersebut, saya juga sementara menunggu surat pembatalan pangkat akademik yang dimiliki oleh ibu Firmani Sayekti karena itu berkaitan dengan Ijazah ilegal yang digunakan saat proses pemilihan ketua STIESA. Itu dari Kopertis yang diberikan kepada ketua STIESA,” terangnya.

Penjelasan atas penggunaan ijazah bermasalah yang di gunakan oleh Ketua STIESA saat ini, menurut Masela, akan bersamaan dalam proses hukum yang diajukan nanti karena selain dirugikan, dirinya mengaku hal tersebut merupakan pembohongan publik yang perlu di ungkap ke permukaan.

“Pembatalan terhadap pangkat akademik yang dikeluarkan oleh Kopertis saat ini sangat berpengaruh terhadap posisi ketua STIESA karena syarat mutlak seorang ketua STIESA adalah minimal berijazah S2. Nah ini namanya pembohongan karena wisudanya tahun 2012 sementara tahun 2010 sudah pakai gelar MM,” tegasnya.

Dirinya mengaku tetap akan melakukan proses hukum karena selama 4 tahun mengabdi sebagai ketua STIESA, diperlakukan tidak adil oleh pihak yayasan.

Mengakhiri wawancaranya dengan Dharapos, Masela menuturkan, jika total tenaga dosen yang sama dengan dirinya mengalami nasib malang adalah berjumlah 22 orang dan itu pun baru total tenaga dosen yang mengabdi pada STIESA, belum lagi 2 PT lainnya seperti STIAS dan STKIPS.

Sebelumnya, Pelaksana Harian Yayasan Pendidikan Tinggi Rumpun Lelemuku Saumlaki Polycarpus Lalamafu, S.Sos., MM membantah tudingan penggunaan ijazah palsu yang dialamatkan kepada Ketua STIESA terpilih.

Menurut dia, ijazah Strata dua (S2) yang digunakan oleh Ketua STIESA terpilih adalah hasil yang diperoleh dari proses kuliah kelas jarak jauh kerjasama Pemerintah MTB dengan pimpinan Universitas Teknologi Surabaya (UTS).

“Jika ada oknum-oknum tertentu yang menuding bahwa legalitas model perkuliahan kelas jarak jauh tersebut bermasalah maka dugaan tersebut sangat tidak benar oleh karena telah dikonsultasikan dengan sejumlah pihak terkait, model perkuliahan kelas jarak jauh diperbolehkan karena berbeda dengan model perkuliahan kelas jauh “ tuturnya.

Model perkuliahan ini, lanjut Lalamafu, sama dengan yang dilakukan oleh Universitas Patimura Ambon dengan Pemkab MTB di Saumlaki.(mon)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *