Keseriusan institusi Kejaksaan Agung dalam menuntaskan kasus korupsi Dana Abadi Kabupaten Maluku Tenggara tahun anggaran 2009/2010 senilai Rp 70 Milyar yang diduga kuat telah diselewengkan mulai tampak.
![]() |
Ilustrasi Dana Abadi |
Hal ini telah ditunjukkan dengan pemanggilan tujuh mantan pejabat di lingkup Pemerintahan Kabupaten Malra mulai dari mantan orang nomor satu hingga para mantan pejabat terkait. Kemudian disusul dengan pemanggilan selanjutnya kepada beberapa orang yang diduga kuat mengetahui jelas kronologis dari kasus Dana Abadi.
Kendati demikian, pihak Pemkab Malra tetap membantah terkait dugaan penyelewengan tersebut. Sekretaris Daerah, Ir. Petrus Beruatwarin M.Si, dalam pernyataannya melalui salah satu media lokal, beberapa hari lalu, menegaskan bahwa pencairan dan penggunaan Dana Abadi tersebut sudah sesuai dengan aturan.
“Pencairan Dana Abadi tersebut tidak berseberangan dengan Peraturan Daerah,” bantah Sekda.
Terkait bantahan Sekda, salah satu politisi Malra, Albert Rahangiar SH, kepada Dhara Pos, Kamis (22/5) melalui telepon selulernya, membeberkan sejumlah modus penipuan dalam pencairan Dana Abadi yang dilakukan oleh Pemkab Malra pada 21 Oktober 2009 lalu.
“Dalam rancangannya, Bupati Malra menyurati Gubernur Maluku pada tanggal 21 Oktober 2009 dengan penjelasan Dana sebesar Rp 30 Milyar yang harus di ambil dari deposito Dana Abadi ini tujuannya dianggarkan untuk membiayai kegiatan mendesak,” ungkapnya.
Dalam surat Bupati, beber Rahangiar, dijabarkan kegiatan mendesak yang dirancangkan beserta nilai anggaran yang dibutuhkan yaitu (1) belanja Gaji PNSD sebesar Rp 21.988.400.440,42 (2) Pelayanan pendidikan gratis Rp 1.974. 039.117,- (3) Pelayanan kesehatan gratis Rp. 1.008.000.000,- (4) Intensif Dokter Rp. 1.223.400.000,- (5) Pembayaran hutang Pemda Malra Rp. 3.799.240.352,- (6) Dana tak terduga Rp. 6.920.091,-
“Maka, perlu saya tegaskan bahwa Pemerintah Kabupaten Malra telah melakukan pembohongan publik dengan alasan karena adanya kegiatan mendesak. Kenapa saya kata demikian? Karena di kabupaten ini, kesehatan apa yang gratis, dan juga pendidikan mana yang gratis sampai hari ini. Ini kan jelas-jelas dilatari modus penipuan,” tegasnya.
Yang anehnya lagi, kata Rahangiar, rancangan tersebut bertentangan dengan Perda tahun 2009 karena Perda baru ditetapkan tanggal 12 Oktober 2009 sedangkan rancangan surat Bupati ke Gubernur Maluku tanggal 21 Oktober 2009 hanya berselang beberapa hari saja.
Karena itu, dirinya secara tegas mendesak aparat Kejagung RI dan Kejati Maluku untuk secepatnya menuntaskan kasus dana abadi ini karena sudah jelas-jelas telah terjadi penyelewengan hak rakyat.
“Saya minta para aparat Kejaksaan Agung RI maupun Kejati Maluku untuk tidak menjadikan kasus Dana Abadi ini sebagai lahan bisnis, karena anggaran tersebut bukan milik Bupati dan kroni-kroninya, tapi milik seluruh rakyat Kabupaten Malra,” desak Rahangiar.
Ditambahkannya, dalam rancangan yang disodorkan pihak Pemkab Malra kepada Gubernur Maluku juga terkait dengan Dana Abadi juga tidak sesuai dengan pembahasan Perda 2009 karena di dalam rancangannya, tidak memuat anggaran Pembangunan RSUD, bantuan untuk Panwaslu dan KPUD maupun pengawakan KMP Bukit Masbait.
“Dengan dasar ini, maka perlu dipertanyakan kepada Pemerintah Daerah Malra, dimana kesehatan gratis, dan dimana pendidikan gratis, dan di mana belanja gaji PNSD,” tambah Rahangiar.
Bupati, Wakil Bupati dan Sekda Malra, tegas dia, harus bisa menjawab dan membuktikan dengan pendidikan gratis telah dilaksanakan di kecamatan mana begitupula dengan kesehatan gratis.
“Itu pun setahu saya, di Republik ini tidak ada gaji PNSD anggarannya berasal dari dana APBD karena yang kami tahu adalah bersumber dari dana APBN makanya sangat disesalkan kenapa gaji PNSD Kabupaten Malra bisa di anggarkan lewat APBD. Ini memang sangat aneh dan lucu,” kembali tegas Rahangiar.
Bupati, jelas dia, menyurati Gubernur Maluku tanggal 21 Oktober 2009 dengan surat bernomor: 583/ 2754. Dengan menyurati surat tersebut, telah cair dana sebesar Rp 30 milyar. Namun ternyata, dalam rancangan Pemkab Malra tersebut tidak sesuai dengan pembahasan Perda tahun 2009.
“Ini bukti dan fakta, makanya sekali lagi kami minta Kejagung RI, Kejati Maluku dan jajarannya, agar bisa menunjukkan sikap profesional sebagai aparat penegak hukum karena negara ini negara hukum. Kasus Dana Abadi ini harus dipercepat pengungkapannya agar masyarakat tidak punya rasa curiga pada aparat Kejaksaan baik di tingkat pusat maupun daerah,” tegas Rahangiar.
Informasi yang diterima Dhara Pos, Kejagung RI kembali memanggil 17 orang untuk menjalani pemeriksaan pada Senin (21/4). Mereka masing-masing adalah E. Ubra, Poli, Z. Rahayaan (mantan Kabag Keuangan Pemkab Malra), Imelda, Rony Retob, M. Matdoan, Sekda Malra, Nurdin Rahawarin, R. Ralahallus, Aleng, Djoko, Yopi Ubro, Protus, John Rehadet, Agusta Renyaan, Antonius Renyaan dan Abdul Ray dari Ibra. Ketiga nama terakhir masing-masing menerima Rp 1,3 Milyar, Rp 1.5 Milyar dan Rp 190 juta.
Namun, yang belum memenuhi panggilan adalah Aleng (Kades Sathean) sedangkan Z. Rahayaan (Kabag Keuangan) diberikan waktu dua minggu untuk mempersiapkan bukti berupa daftar gaji, SPMU dan SPPD yang berhubungan dengan pembayaran gaji senilai Rp. 21 Milyar.
Untuk diketahui, ke 17 orang tersebut menjalani pemeriksaan oleh pihak Kejagung RI di Kantor Kejati Maluku, di Ambon.(obm)