Kepala Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri Tual, Samsudin Rumaf, S.Pd menyesalkan sikap media yang sengaja mau menghancurkan nama baik dirinya dan sekolah yang telah empat tahun dipimpinnya dengan menuding dirinya telah melakukan pemerasan.
![]() |
Gedung SMK Negeri Tual |
“Saya ditunjuk oleh Pemerintah Daerah dalam hal ini Dinas Pendidikan dan Olahraga Malra jadi kepala sekolah untuk menjalankan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan aturan, namun masih saja ada kelompok- kelompok yang sengaja mau menghancurkan SMK Negeri Tual,” sesalnya, saat ditemui Dhara Pos, di ruang kerjanya, Selasa (28/1).
Dijelaskannya, sejak SMK Negeri Tual didirikan pada tanggal 11 Mei 2010 selama kepemimpinan dirinya hingga saat ini tidak pernah ada kendala dan semua proses pelayanan dan pendidikan berjalan dengan baik.
“Di SMK Negeri Tual ini terdiri dari 50 pegawai antaranya 32 pegawai negeri sipil, dan 18 tenaga honorer namun sejak SMK Negeri Tual didirikan sedikitpun saya tidak pernah melakukan pemerasan. Karena masing-masing punya tugas dan tanggung jawab maka saya selalu tegas dalam hal itu,” jelasnya.
Sementara itu, Wakil Kepala Sekolah SMK Negeri Tual, Bakri Matdoan menyatakan bahwa apa yang telah dimuat salah satu media lokal terkait pemotongan bantuan siswa di sekolah kejuruan itu, sama sekali tidak dipahami secara benar oleh media tersebut.
Dijelaskannya, pada hari Sabtu (11/1), sebanyak 178 siswa/i menerima Bantuan Siswa Miskin (BSM) yang mana masing-masing mendapat uang sebesar Rp 1.000.000,-
Kemudian oleh pihak sekolah, telah mengundang para orang tua/wali murid untuk dilakukan pertemuan dan dari hasil pertemuan tersebut, para orang tua/wali murid telah menyerahkan sepenuhnya kepada pihak sekolah untuk mengatur bantuan yang dimaksud.
“Hasil pertemuan, uang tersebut dipotong Rp 500 ,000 dan itu bukan kemauan pihak sekolah, tapi merupakan kesepakatan bersama antara pihak sekolah dan orang tua/wali murid. Dan pemotongan itu pun untuk mengantisipasi ketika siswa melaksanakan praktek atau ujian-ujian kompetensi,” jelas Matdoan .
Ditambahkan, total jumlah pemotongan dari ke 178 siswa/i adalah sebesar Rp 89 000.000 dan itu pun oleh pihak sekolah digunakan untuk membayar biaya les, foto kopi lembar ujian dan juga mempersiapkan ujian kompetensi.
Terkait dengan apa yang telah dimuat dalam pemberitaan media lokal tersebut, Matdoan pun menyesalkan hal itu.
“Sepertinya mereka belum memahami etika jurnalis karena mungkin saja ingin jadi pers, tapi tidak tahu etika jurnalis, maka akan menghancurkan nama organisasi jurnalis itu sendiri. ,” katanya.
Karena itu, dirinya menghimbau kepada Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Cabang Maluku dan Dewan Pers Pusat, sekaligus Ketua Aliansi Jurnalis Malra dan Kota Tual (AJIMAT) untuk perlu dilakukan penertiban terhadap para jurnalis dengan diwajibkan ikut pelatihan agar bisa tahu kode etik pers.
“Saya berharap kepada teman-teman pers agar kerja dengan profesional karena kita kan mitra kerja,” harap Matdoan.
Hal senada juga di akui Ketua Komite Sekolah, Ahmad M bahwa ini hanya karena faktor kecemburuan.
“Kita harapkan juga kepada teman-teman pers (jurnalis) dalam menanggapi suatu masalah atau persoalan, tolong dikonfirmasi terlebih dahulu karena sepertinya telah terjadi pelanggaran kode etik jurnalis,” ujarnya.(obm)