Ambon, Dharapos.com – DPRD Kota Ambon menyoroti lemahnya pengawasan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) terhadap maraknya pembangunan gedung dan rumah tanpa Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) di wilayah kota. Kondisi ini dinilai mencerminkan kelalaian pengawasan dan berpotensi menimbulkan pelanggaran hukum serius.
Dua bangunan di kawasan Kayu Tiga, Negeri Soya, menjadi contoh nyata. Berdasarkan laporan warga, pembangunan sempat dihentikan oleh Satpol PP Kota Ambon pada Sabtu (8/3/2025) lantaran tidak memiliki izin mendirikan bangunan (IMB). Namun, penertiban tersebut tampaknya hanya sebatas formalitas. Hingga kini, pembangunan tetap berlangsung tanpa dokumen PBG.
“Kalau ini dibiarkan, sama saja pemerintah tutup mata terhadap pelanggaran aturan. Dinas PU harus tegas menegakkan ketentuan yang sudah diatur,” ujar Ketua Komisi III DPRD Kota Ambon, Harry Far Far, di Ambon, Kamis (23/10/2025).
Menurut Harry, setiap bentuk pembangunan wajib mengantongi PBG sebagai pengganti Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Aturan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 16 Tahun 2021 serta Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung yang telah disesuaikan dengan UU Cipta Kerja.
Ia menegaskan, PBG bukan sekadar formalitas administratif, melainkan bentuk tanggung jawab teknis untuk memastikan lokasi dan struktur bangunan aman serta sesuai peruntukan lahan.
“Tujuannya sederhana: supaya setiap bangunan terdata dan ada kajian dari Dinas PU tentang kelayakan lokasi. Jangan sampai ada bangunan berdiri di lereng gunung atau bantaran sungai,” tegasnya.
Harry mengungkapkan, pengurusan PBG kini sudah jauh lebih mudah karena dilakukan secara daring melalui Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung (SIMBG). Berdasarkan hasil peninjauan Komisi III ke Dinas PU, prosesnya dinilai efisien dan transparan.
“Kami sudah cek langsung, ternyata sangat mudah dan cepat. Karena itu, kami dorong masyarakat agar urus izin dulu sebelum membangun,” ujarnya.
Meski sistem sudah dipermudah, Harry menilai masih banyak warga yang mengabaikan prosedur. Ia meminta Dinas PU dan Satpol PP tidak ragu melakukan tindakan tegas di lapangan.
“Kalau ada kesan pembiaran dari dinas atau Pol PP, tentu kami akan tindak lanjuti. Semua penegakan harus berbasis aturan, bukan kompromi,” tandasnya.
Dinas PUPR, lanjutnya, memiliki tanggung jawab langsung dalam melakukan pengawasan penyelenggaraan bangunan gedung. Membiarkan pembangunan tanpa izin bukan hanya pelanggaran etika birokrasi, tetapi juga pelanggaran hukum yang dapat berujung sanksi administratif maupun pidana.
Sesuai aturan, sanksi terhadap pelanggaran pembangunan tanpa PBG mencakup peringatan tertulis, penghentian sementara, penyegelan, pembongkaran, hingga denda, bahkan pidana jika menimbulkan kerugian bagi pihak lain.
Harry menutup dengan peringatan keras kepada para pelaku pembangunan ilegal.
“Siapapun yang tidak mengantongi izin harus berhenti membangun. Itu amanat undang-undang yang wajib ditegakkan,” tegasnya.
Pemerintah kota sebelumnya telah mengimbau masyarakat untuk memanfaatkan layanan perizinan online melalui SIMBG, yang menjadi terobosan untuk mempercepat dan mempermudah proses penerbitan PBG. Namun, masyarakat tetap diwajibkan mengikuti seluruh delapan tahapan prosedural di Dinas PUPR, mulai dari penyusunan dokumen teknis hingga penandatanganan persetujuan oleh Kepala Dinas.
Dengan diterbitkannya Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), barulah masyarakat memiliki legalitas penuh untuk memulai pembangunan. Tanpa izin tersebut, setiap aktivitas konstruksi dianggap ilegal dan dapat dikenakan sanksi tegas.
(dp-53)














