Utama

Polemik Lahan LSB, Masyarakat Olilit Ancam Mejahijaukan PT. Kanawa

40
×

Polemik Lahan LSB, Masyarakat Olilit Ancam Mejahijaukan PT. Kanawa

Sebarkan artikel ini
Demo Pilkades Olilit lsb
Salah satu aksi demo masyarakat desa Olilit
beberpa waktu lalu

Saumlaki, Dharapos.com
Masyarakat dan Pemerintah Desa Olilit, Kecamatan Tanimbar Selatan, Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB) melontarkan pernyataan keras terhadap para pihak yang tetap bersikeras mempertahankan hak atas tanahnya agar tidak di jual kepada Pemerintah demi pembangunan LSB Blok Masela.

Penegasan masyarakat dan pemerintah desa tersebut disampaikan dalam kegiatan konsultasi publik terkait rencana pembangunan LSB bagi masyarakat pemilik lahan dan sejumlah pemangku kepentingan, yang dihadiri oleh pihak Satuan Kerja Khusus Hulu Migas (SKK Migas), pihak Badan Pertanahan Nasional Provinsi Maluku dan BPN Kabupaten Maluku Tenggara Barat, serta KKKS dalam hal ini perusahaan INPEX.

Konsultasi publik tersebut ilaksanakan oleh Tim persiapan pembebasan lahan untuk pembangunan Logistic  Supply Base (LSB) INPEX sebagai penunjang kegiatan eksplorasi Minyak dan Gas di Blok Masela yang terdiri dari Pemerintah Provinsi Maluku, dan Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara Barat, belum lama ini.

Sebagian masyarakat pemilik lahan yang hadir bersama tokoh masyarakat, pemuda, agama, dan tokoh adat serta Pemerintah Desa Olilit akhirnya geram dan menyatakan ancamanya kepada PT. Kanawa Panorama.
Frans Salembun, mantan Kepala Desa Olilit ini mengatakan bahwa semenjak SKK Migas bersama INPEX dan pihak terkait melakukan survei awal beberapa tahun silam untuk proses Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) di desa Olilit, ternyata masyarakat tidak berkeberatan dan sangat setuju untuk dibangunnya LSB di wilayah itu.

Tragis memang, saat ini keinginan dan harapan masyarakat tersebut seakan pupus di tengah jalan akibat adanya keberatan dari pihak ketiga dalam hal ini keluarga PT. Kanawa Panorama, yang telah memiliki lebih banyak luas lahan oleh karena sebelumnya telah di jual oleh pemiliknya beberapa waktu lalu, saat diketahui jika lokasi tersebut akan segera difungsikan untuk pembangunan LSB.

“Saya lihat disana ada papan nama pemilik lahan dengan bertuliskan sertifikat nomor sekian, padahal saya tanya untuk pejabat kepala desa bahwa apakah ini sudah ada pelepasan atau belum dari desa? Beliau bilang sudah dan kalau tidak salah saat itu ada enam pelepasan tapi belum bayar ke desa dan sampai saat ini masih ada tunggakan, kok sudah ada sertifikat? Aneh.  Saya harus bicara keras karena mau ambil uang harus mengemis kesana. Dan sampai sekarang saya bilang bahwa uang itu tidak boleh diambil lagi dan itu supaya kita tarik ke pertanahan dan itu bukti bahwa tanah itu masih menjadi milik orang Olilit dan belum lunas,” tegas Salembun.

Mantan Ketua Persekutuan Hukum Adat di desa Olilit ini, mendesak Pemerintah desa Olilit untuk tidak tinggal diam dan bila perlu membatalkan surat pelepasan hak atas tanah tersebut.

“Hingga bulan Juli 2012 saat saya meletakkan jabatan dan hingga 2013 tidak ada yang komplain, nanti di tahun 2014 barulah ada yang komplain karena sudah mulai ada kejelasan penggunaan lokasi, dimana saat itu datanglah orang-orang baru untuk menggarap tanah itu. Pemilik-pemilik baru, entah sah maupun tidak sah, nanti kita berhadapan di pengadilan. Sayangnya ada surat penolakan. Kau baru beli saya punya tanah, lalu sudah bilang punya kuasa lebih dari saya, lalu saya ini dimana? Saya maklumi, kalau calo yah calo saja, barangkali kita bisa baku mengerti, tapi jangan tolak. Kau seolah-olah membunuh orang Olilit seluruhnya dan masyarakat MTB seluruhnya,” ancamnya.

Selagi belum dimejahijaukan, Salembun meminta kerjasama yang baik dari  pihak PT. Kanawa Panorama untuk menyerahkan lahan tersebut agar proses persiapan hingga pembebasan lahan untuk pembangunan LSB Blok Masela tersebut bisa berjalan dengan baik.

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai unsur penyelenggara pemerintahan di desa dan sebagai mitra kepala desa, mendesak Penjabat Kepala desa Olilit untuk membatalkan surat pelepasan atas hak tanah yang sebelumnya telah dikeluarkan bagi PT. Kanawa Panorama.

Ketua BPD Olilit, Nilus Fanumby mengatakan, yang mendasari tuntutan masyarakat tersebut adalah, meskipun proses pembebasan lahan tersebut telah dilakukan, namun tercatat, pihak PT. Kanawa belum selesai membayar tanggungan ke desa sebagaimana peraturan yang selama ini berlaku di desa Olilit.

“Saya minta pejabat untuk tidak tinggal diam dan masyarakat olilit untuk memperhatikan hal ini supaya tidak terulang lagi. Siapapun dia, tetapi saya katakan selaku ketua BPD, tanah itu segera harus batal, karena sampai sekarang masih ada hutang kepada desa,” ujar Fanumby kepada Pejabat Kepala Desa Olilit yang turut hadir saat itu.

Untuk diketahui, menurut rencana, lahan yang akan dibebaskan untuk pembangunan pangkalan logistik di Saumlaki seluas 41,5 hektare, terdiri dari 93 bidang tanah yang dimiliki oleh 62 warga Desa Olilit, Tanimbar Selatan.

Namun demikian, penolakan atau keberatan disampaikan oleh 10 warga, termasuk keluarga besar Tanjaya selaku pemilik PT. Kanawa Panorama yang menjalani usaha hotel dan restoran Beringin Dua di Saumlaki.

Seorang anggota keluarga Tanjaya, Philip Hendrik menegaskan, pihaknya tidak akan melepas lahan milik mereka untuk pembangunan LSB INPEX, oleh karena mereka sendiri sudah punya rencana membangun pangkalan logistik untuk mendukung kegiatan perusahaan minyak dan gas yang sedang dan akan beroperasi di Maluku.

“Kami setuju kehadiran Inpex di daerah ini, tetapi bukan dalam arti menjual tanah kami,” katanya.

Penuturan Philip Hendrik ini ternyata diperjelas dengan adanya upaya tersendiri seperti yang disampaikan kepada sejumlah wartawan dimana pihaknya telah membentuk konsorsium dengan menggandeng PT. Alfa Persada untuk membangun pangkalan logistik tersebut.

“Alfa Persada ini punya pangkalan logistik di Marunda, Jakarta Utara, dan mereka sudah berpengalaman dalam usaha ini selama lebih dari 20 tahun,” katanya.

Ia menyatakan, bila keinginan itu terwujud maka pangkalan itu bisa digunakan oleh perusahaan migas yang membutuhkan.

“Lahan milik kami secara keseluruhan ada 30 hektare, yang sudah bersertifikat ada 16 hektare, sisanya ada yang dalam proses pelepasan dan yang sudah ada pengikatan (jual beli),” katanya lagi.

(dp-18)

Respon (1)

  1. bung pa frans salembun bukan mantan ketua pemangku adat, tp MS SECARAH SAH KETUA PEMANGKU ADAT DESA OLILIT RAYA,, KARNA BLM ADA PELANTIKAN KETUA PEMANGKU ADAT BARU DI DESA OLILIT RAYA 🙂

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *