![]() |
R. D. Siahaya |
Jayapura, Dharapos.com
PMKRI sebagai salah satu organisasi mahasiswa tertua di tanah air perlu mencermati perjuangan mengaktualisasikan Visi Gereja yang diembannya.
Hal tersebut mencuat dalam Diskusi Panel PMKRI Nasional ST. Thomas Aquino ke-68 dan Seminar dalam rangka Dies Natalis ke-68 PMKRI yang dilaksanakan di Susteran Maranatha Waena Distrik Heram kota Jayapura, Provinsi Papua, Jumat (29/5).
Sebagai pemateri diskusi Sekda kota Jayapura R.D. Siahaya, Ketua PP PMKRI Lidya Natalia Sartono, M.Si, Sekjen Democracy Integrity and Peace (DIP) dan Sekretaris Kamar Dagang Papua.
Selain itu peserta yang hadir yakni mahasiswa/i Katolik se-kota Jayapura, perwakilan GMKI, Stikom, dan Uncen serta STAIN Alfatah Bufer.
Seminar dan diskusi Panel dilakukan untuk dapat mengenangkan kembali jasa para pahlawan yang telah gugur mendahului kita teristimewa tokoh pendiri PMKRI, untuk dapat menumbuhkembangkan pengetahuan serta wawasan berpikir.
Sekda kota Jayapura R.D.Siahaya yang hadir mewakili Walikota DR. Benhur Tomi Mano, MM dalam memberikan materi memaparkan beberapa hal dalam menghadapi MEA .
Diuraikan, pembentukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) berawal dari kesepakatan para pemimpin ASEAN dalam Konferensi Tingkat Tinggi pada Desember 1977 di Kuala Lumpur Malaysia.
“Kesepakatan ini bertujuan untuk meningkatkan daya saing ASEAN, mampu menyaingi Tiongkok dan India untuk menarik investasi asing dan meningkatkan lapangan pekerjaan dan kesejahteraan warga ASEAN,” urai Sekda.
Pada KTT selanjutnya di Bali Oktober 2003, lanjut Siahaya, petinggi ASEAN mendeklarasikan pembentukan MEA pada tahun 2015 yang didukung dengan aliran bebas barang, tenaga kerja terampil, jasa, investasi dan modal, serta keamanan pangan dan produk pertanian.
“Integrasi di 12 sektor ekonomi, Indonesia bertindak sebagai koordinator untuk integrasi sektor otomotif dan produk berbasis kayu,” lanjutnya.
Dipaparkan juga, empat pilar MEA 2015 bagi peserta diskusi panel tersebut yakni terbentuknya pasar tunggal dan kesatuan basis produksi, kawasan ekonomi yang berdaya saing, pertumbuhan ekonomi yang merata dan meningkatnya kemampuan berintegrasi dengan perekonomian global.
“Manfaat MEA untuk Indonesia sendiri yakni ketenagakerjaan, investasi dan perdagangan,” papar Sekda.
Meski demikian, diakui mantan Sekretaris DPRD Kota Jayapura tersebut, adapun hambatan dalam mendukung terlaksananya MEA bagi Indonesia yakni ketersediaan dan kualitas infrastruktur yang kurang sehingga mempengaruhi kelancaran arus barang dan jasa.
“Salah satunya sektor industri yang rapuh karena ketergantungan impor bahan baku dan setengah jadi dan juga keterbatasan pasokan energi,” akuinya.
Selain itu, hingga Februari 2014, jumlah pekerja berpendidikan SMP atau di bawahnya tercatat sebanyak 76,4 juta orang atau sekitar 64 persen dari total 118 juta pekerja di Indonesia.
“Lemahnya Indonesia menghadapi serbuan impor. Sekarang, produk impor Tiongkok sudah membanjiri Indonesia,” ungkap Sekda.
Sementara, kendala Papua sendiri dalam menghadapi MEA yakni pasokan listrik rendah, IPM rendah, distribusi barang terkendala antara lain mahalnya bahan bakar dan keterbatasan alat transportasi, kualitas pendidikan SDM rendah, serta infrastruktur penghubung antar desa kurang memadai.
Terkait dengan hal tersebut maka ada beberapa hal yang perlu disiapkan diantaranya SOFT: Perbanyak teman, Jaringan, komunitas kelembagaan melalui komunikasi Tingkatkan EQ, SQ,Penguatan karakter building. HARD: Kuasai Bahasa Asing dan Komputer Perbanyak wawasan, tingkatkan IQ melalui kompetisi dan berbagai kegiatan.
“Olehnya itu, peran pemuda Papua sangat penting sebagai aktor dalam MEA yaitu membantu pemerintah sebagai garda terdepan dan jembatan penghubung,” pungkasnya.
(dp-25)