as

Utama

Astaga, Guru di Pesisir Pulau Aru Terserang Penyakit Kudis

70
×

Astaga, Guru di Pesisir Pulau Aru Terserang Penyakit Kudis

Sebarkan artikel ini

Dobo, Dharapos.com
Kondisi pelayanan pendidikan bagi masyarakat yang bermukim di kawasan pesisir pulau Aru, Kabupaten Kepulauan Aru benar-benar berada pada fase memprihatinkan.

Ilustrasi minim guru
Ilustrasi minimnya tenaga guru

Betapa tidak, hampir semua guru yang ditugaskan di kawasan tersebut rata-rata terserang penyakit kurang disiplin (Kudis).

Walaupun Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Kepulauan Aru telah berupaya keras untuk memeranginya bahkan sudah mengambil langkah tegas dengan menahan gaji para tenaga pengajar malas itu namun ternyata langkah tegas yang diambil pihak dinas pun tidak berarti apa-apa.

Ironisnya, para guru malas ini tetap saja malas bertugas di kawasan tersebut, segala cara yang dilakukan pihak Dinas tidak mampu menimbulkan efek jera bagi para tenaga didik ini. Mereka layaknya cacing kepanasan yang tidak bisa betah di suatu tempat.

Kondisi ini semakin mempertegas soal tradisi yang telah membudaya di kalangan para guru yang ditugaskan di wilayah pesisir pulau Aru.

Mereka lebih suka menghabiskan waktu berhari-hari, berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan di Dobo yang merupakan ibukota Kabupaten Kepulauan Aru ketimbang kembali ke tempat tugasnya. Dan kenyataan ini membuktikan bahwa tradisi penyakit Kudis ini sudah berlangsung lama.

Fakta ini terpantau, saat kru Dhara Pos menyambangi sejumlah desa di Aru Tengah, belum lama ini, nyaris sejumlah sekolah yang didatangi media ini tidak mendapati guru yang berada di tempat tugasnya.

Salah satunya, di SD Manjau yang ditemui hanya ada sang Kepala Sekolah, Ibu Dorce Kwarbola.

Hal ini juga sama ditemui di sejumlah sekolah di desa Namara, Murai Baru, Koba Seltimur, Koba Selpara, dimana tidak ada satu pun guru yang ditemui di beberapa sekolah pada desa-desa dimaksud yang seharusnya melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pendidik.

Salah satu warga yang ditemui media ini, mengakui bahwa kondisi inilah yang terjadi selama ini khususnya di wilayah-wilayah yang berada di pesisir pulau Aru.

“Tapi, katong mau bikin bagaimana lagi karena yang selama ini seperti itu,” ungkapnya lirih.

Sementara itu, salah satu pemerhati dunia pendidikan di Kepulauan Aru yang dihubungi Dhara Pos, menilai ketidaktegasan Pemerintah Daerah terhadap kinerja aparaturnya khusus di Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kepulauan Aru menjadi pemicu terciptanya kondisi tersebut.

“Saya kira fakta ini sudah cukup membuktikan kepada kita bahwa selama ini Pemerintah Daerah Kepulauan Aru sama sekali tidak serius mengurusi pendidikan di negeri ini,” nilai sumber yang enggan namanya dikorankan kepada Dhara Pos, Rabu (13/5).

Apalagi, kata dia, tren penyakit kudis ini bukan baru saja terjadi tapi sudah berlangsung lama sehingga ini menandakan Pemda memang tidak becus terhadap kebutuhan akan pendidikan bagi masyarakat.

“Kalau sampai di sekolah tersebut cuma ada kepala sekolah saja maka bisa dibayangkan kondisi sekolah itu seperti apa,” ujar sumber heran sembari menggeleng-gelengkan kepala.

Karenanya, Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Aru yang memegang otoritas tertinggi di kabupaten berjuluk Bumi Jargaria ini segera menyikapi persoalan tersebut sebagai pekerjaan rumah yang harus secepatnya diselesaikan.

Apalagi, dengan merujuk kepada Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 terkait disiplin PNS sendiri telah diatur dengan jelas seperti apa sanksi yang harus diberlakukan.

“Semua sudah diatur dengan jelas, tinggal direalisasikan saja sanksi seperti apa yang harus diterapkan kepada si pelanggar disiplin mau itu ringan, sedang maupun yang berat dengan menyesuaikan seberapa besar kadar pelanggarannya,” tegasnya.

Sumber mengingatkan, Pemda tidak boleh takut kehilangan aparaturnya.

“Seharusnya kalau mau jujur, Pemda selama ini telah dibodohi-bodohi dengan ketakutannya sendiri. Mereka tidak pernah berani menunjukkan wibawanya dengan memberlakukan aturan yang tegas,” ucapnya.

Padahal kalau dibilang, lanjut sumber, Pemda sendiri yang rugi, karena tiap bulan para guru malas ini makan gaji buta sementara pendidikan bagi anak-anak tidak pernah diperoleh. Dan, pada akhirnya berdampak langsung pada kegagalan Pemerintah dalam melayani masyarakat.

“Ribuan orang sementara antri untuk mengadu nasib menjadi calon pegawai negeri sipil salah satunya menjadi guru. Jadi, stok sebenarnya banyak, tinggal bagaimana pihak Pemda meminimalisir berbagai kemungkinan yang terjadi di lapangan ketika mereka mulai ditugaskan. Dan, kewenangan itu ada di Pemda,” urainya.   

Olehnya itu, tegas sumber, sudah saatnya Pemda bertindak cepat sebelum terlambat.

(dp-31)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *