as

Utama

Rakernas AMAN Ke IV Hasilkan Sejumlah Tuntutan Masyarakat Adat

42
×

Rakernas AMAN Ke IV Hasilkan Sejumlah Tuntutan Masyarakat Adat

Sebarkan artikel ini
Rakernas AMAN 4
Delegasi AMAN Tanimbar

Saumlaki, Dharapos.com
Pada tanggal 18 hingga 19 Maret 2015, telah dilakukan Rapat Kerja Nasional Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (RAKERNAS AMAN) ke-IV yang dihadiri oleh lebih dari 350 peserta dan peninjau terdiri dari unsur Pengurus Besar, Pengurus Wilayah, Pengurus Daerah, Pimpinan Organisasi Sayap, Badan-badan Otonom, Unit-Unit Kerja Khusus AMAN, dan undangan lainnya di Bumi Malamoi, kota Sorong, Provinsi Papua Barat.

Pelaksanaan Rakernas tersebut berhasil dilaksanakan dengan merekomendasikan sejumlah sikap masyarakat adat yang perlu dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat.

Ketua Badan Pelaksana Harian (BPH) AMAN daerah Tanimbar, Johanis D.B. Malindir,SH dalam rilisnya yang diterima media ini menyebutkan bahwa hasil Rakernas IV AMAN 2015 menunjukan bahwa Pemerintah masih bersikap mendua terhadap keberadaan hak masyarakat adat.

Di satu sisi, menunjukkan respon positif terhadap tuntutan-tuntutan masyarakat adat melalui beberapa kebijakan dan program aksi, tetapi di sisi lain pemerintah masih melanggengkan kekerasan, pemaksaan, dan diskriminasi terhadap masyarakat adat.

“Kami berpandangan bahwa Pemerintah masih mewarisi penggunaan kekuasaan yang sewenang-wenang, mengesampingkan tanggungjawab utama perlindungan dan jaminan Negara bagi pemajuan hak-hak konstitusional masyarakat adat,” kutipan salah satu pernyataannya yang dijelaskan jika pernyataan tersebut merupakan salah satu point pernyataan PB AMAN.

Oleh sebab itu, kami Aliansi Masyarakat Adat Nusantara dalam RAKERNAS IV tersebut menyatakan mendesak Pemerintah Indonesia dan Partai-Partai Politik untuk mendukung dan menginstruksikan kepada anggota DPR-RI agar memastikan masuknya Rancangan Undang-Undang tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Adat (RUU PPHMA) ke dalam daftar RUU Prioritas dan di sahkan pada tahun 2016, serta mendesak kepada Pelapor Khusus Masyarakat Adat di PBB untuk datang dan mendesak Pemerintah RI untuk segera mengesahkan RUU PPHMA.

Mendesak Presiden sebagai kepala pemrintahan negara RI untuk meminta maaf kepada masyarakat adat dan memulai proses rekonsiliasi dengan membebaskan korban kriminalisasi khusus 166 orang yang telah diserahkan kepada sekretaris cabinet serta mendesak Presiden RI untuk segera mengeluarkan Keputusan Presiden tentang Pembentukan Satuan Tugas (SATGAS) Masyarakat Adat, dengan mengutamakan keterwakilan langsung dari masyarakat adat; Mendesak Presiden RI untuk segera merealisasikan 6 (enam) prioritas utama kebijakan perlindungan dan pemajuan hak-hak masyarakat adat yang menjadi komitmen/janji politik dalam visi misi danprogram aksi Presiden dan Wakil Presiden RI terpilih.

Selain itu, Mahkamah Konstitusi RI diminta untuk mengeluarkan putusan yang berkeadilan, memberikan kepastian dan jaminan perlindungan bagi hak masyarakat adat terhadap permohonan Uji Materill atas UU No. 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan; Mendesak Presiden RI untuk mengeluarkan instruksi kepada TNI dan Polri untuk tidak menggunakan cara-cara kekerasan, pemaksaan, dan tidak melibatkan diri dan/atau menarik personil pengamanan TNI dan Polri dalam konflik hak masyarakat adat terkait tanah, wilayah dan sumberdaya alam di wilayah-wilayah Masyarakat Adat, dan melaksanakan penegakan hukum terhadap pelaku-pelaku kejahatan di sektor pertanahan “mafia tanah” dan kehutanan yang merampas hak-hak masyarakat adat, serta secara khusus untuk menghapuskan stigma separatisme OPM di Papua karena terus memicu kekerasan dan konflik di Papua.

Mendesak Pemerintah untuk mengkaji ulang kebijakan pemberian izin usaha yang wewenangnya dimiliki Gubernur/Bupati, mencabut ijin Hak Guna Usaha (HGU), HPH, izin tambang dan kawasan-kawasan industry lainnya serta mencabut peraturan perundang– undangan serta pemberian izin yang merugikan masyarakat adat seperti Pasal 162 UU No. 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara, yang kesemuanya berada di wilayah adat di nusantara yang melanggar hak dan terus melakukan kekerasan terhadap masyarakat adat, serta mendesak pemerintah untuk menindak atau menghukum pelaku usaha yang masih beroperasi di lapangan meskipun ijinnya sudah dicabut.

Malindir juga menyampaikan bahwa: seluruh perwakilan masyarakat adat yang menghadiri Rakernas tersebut juga mendesak Presiden RI untuk segera mengeluarkan Instruksi Presiden tentang percepatan pengakuan wilayah adat sesuai dengan MK 35; Mendesak Pemerintah Daerah dan Partai-Partai Politik untuk mendukung dan menginstruksikan kepada anggota DPRD agar melaksanakan inisiatif penyusunan Peraturan Daerah tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat; Mendesak Mendagri untuk merevisi pelaksanaan Permendagri Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat, untuk memastikan keterlibatan penuh masyarakat adat; Mendesak Pemerintah untuk menghentikan diskriminasi terhadap penganut kepercayaan/agama leluhur nusantara dan segera membuat kebijakan yang mengakui penganut kepercayaan/agama leluhur nusantara;

Selain itu, Mendesak Presiden RI untuk mempertahankan kebijakan tentang moratorium pemberian ijin konsesi di atas kawasan hutan dengan memperkuat instrument hukum tentang moratorium, dan melakukan evaluasi terhadap moratorium yang sudah berjalan; Mendorong dan mendesak hadirnya
Pemerintah dalam penyelesaian konflik internal antara komunitas adat dengan komunitas lainnya yang diakibatkan oleh misalnya exodus, atau persoalan lainnya yang menyebabkan terjadinya konflik horizontal yang diselesaikan berdasarkan kearifan masyarakat adat; serta mendesak Pemerintah untuk membentuk hakim ad hoc dalam menyelesaikan kasus-kasus agraria dan masyarakat adat, dan menjadikan hukum adat sebagai sumber hukum yang digunakan dalam penyelesaian kasus-kasus masyarakat adat.

Selain itu, dalam hal mewujudkan kemandirian Politik masyarakat adat, Malindir mengatakan bahwa Rakernas IV  juga menyerukan kepada seluruh anggota komunitas adat, pengurus, dan penggerak masyarakat adat di seluruh pelosok nusantara untuk menyalurkan hak politiknya dalam Pemilu Kepala Daerah serentak yang dimulai tahun 2015 kepada calon-calon yang berkomitmen mendukung dan memperjuangkan pengakuan dan perlindungan hak masyarakat adat.
 
(mon)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *