Ambon, Dharapos.com – Aliansi Mahasiswa Unpatti Bela Rakyat meminta Oknum anggota Lanud Pattimura Ambon, Praka Tasman Lasuata yang diduga melakukan tindak pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) terhadap isterinya yakni Widyawati Kaimudin, segera di adili.
Permintaan ini ditunjukan mereka lewat aksi yang berlangsung di bundaran patung Leimena, Desa Poka, Ambon, Senin (14/7/2025).
“Kami meminta agar Presiden RI dan Panglima TNI agar segera mengadili pelaku KDRT (Praka Tasaman) di Lanud Pattimura,” kata Kordinator Lapangan, Irwan Poipessy dalam orasinya.
Terkait hal ini, dirinya juga mendesak agar DPRD Provinsi Maluku dalam hal ini Komisi I agar dapat membijaki serta menindak lanjuti persoalan KDRT di tubuh Lanud Pattimura.
“Kami juga minta Danlanud Pattimura segera mendesak penyidik untuk menyelesaikan kasus KDRT yang melibatkan salah satu oknum TNI AU aktif,” tegasnya.
Sementara itu, korban KDRT, Widyawati Kaimudin kepada Wartawan menjelaskan, dirinya menikah secara sah dengan Praka Tasman Lasuata pada tanggal 12 Mei 2024 di Ambon baik secara kesatuan maupun secara agama.
Pasca 3 bulan pernikahan, Widya sapaan akrabnya, mengaku mengalami KDRT hanya karena Pelaku tidak mau uangnya dikelola oleh Widya yang adalah isterinya.
“Dia mau mengolah sendiri tidak mau kasih saya bagaimana layaknya istri yang harus memperoleh gaji itu,” ungkapnya.
Selain keuangan, ternyata ada juga masalah perempuan. Pelaku selalu kedapatan chattingan dengan perempuan yang tidak ia (korban) kenal sama sekali.
Hal inilah yang selalu dipertanyakan oleh Widya, namun pelaku menjawab dengan tidak jelas kemudian marah, serta mengeluarkan bahasa-bahasa yang kasar hingga melakukan pemukulan.
“Pada 29 September 2024 sekitar pukul 19.00 WIT tepatnya di tempat tinggal kami yang berada di asrama Lanud Pattimura Ambon, Praka Tasman memukul saya dengan kaca dibagian kepala, bahkan sempat mencekik leher saya,” katanya.
Ia kemudian melaporkan kepada Danlanud yang saat itu menjabat yakni Kolonel Pnb Jhonson Henrico Simatupang, kemudian pelaku di tahan selama 3 bulan.
Hanya saja yang sangat disayangkan, meski sudah ada dalam tahanan, pelaku bebas menggunakan Smart Phone. “Yang saya heran, mala dia difasilitasi hand phone, sehingga bebas komunikasi dengan perempuan lain. Anehnya lagi, tiba-tiba pelaku dipindah tugaskan ke Jakarta padahal masih dalam proses permasalahan,” tuturnya.
Ada Dugaan Menutupi Kasus : Pernikahan Tidak Diakui, Hasil Visum Entah Kemana
Adapun dirinya mengaku, pernikahannya tidak diakui oleh pihak Lanud Pattimura dengan alasan buku nikah mereka tidak ada.
“Mereka katakan pemberkasan suami saya tidak lengkap. Yang menjadi tanda tanya, jika pemberkasan tidak lengkap mengapa dari Dansatpom sampai Danlanud mengizinkan kami untuk menikah. Pernikahan kamipun dihadiri Pimpinan Lanud Pattimura,” ujar Widya.
Tak hanya sampai disitu saja, bahkan hasil visum tindak kekerasan yang ia alami dikatakan tidak ada padahal Widya usai mengalami KDRT, langsung diperiksa oleh dokter dan perawat di Lanud Pattimura dan dinyatakan ada lebam. “Sudah diperiksa tetapi katanya hasil visum saya tidak ada. Sangat aneh dan tidak logis jika hasil visum saya tidak ada di dalam Lanud Pattimura,” terangnya.
Tagal itu, dirinya menduga hal ini disengajakan oleh pihak Lanud untuk menutupi kasus tersebut, karena bukan soal KDRT saja namun juga soal penipuan dalam pernikahan.
“Semua orang tahu bahwa pernikahan kami itu resmi dan saya bukan isteri simpanan atau ilegal yang tidak punya identitas. Kami sudah nikah dinas hanya saja berkas-berkasnya suami saya sekedar bawa ke KUA tapi tidak mengurusnya,” tegasnya.
“Dia seperti tidak mau saya sebagai isteri tidak memperoleh sesuatu, padahal waktu kita menghadap, itu jelas bahwa gaji sudah menjadi tanggung jawab isteri tapi ya itulah,” imbuhnya.
Widya juga mengaku terakhir dikasih nafkah lahir, sejak bulan April hingga Juni 2025 setiap bulannya hanya 500 ribu. Persoalan nafkah ini juga, lanjut korban, ditanggapi Dansatpom Lanud Pattimura, Mayor Pom Heri Wasto yang mana bersikeras menekankan bahwa Widya masih diberi nafkah 500 ribu 1 bulan.
“Dansatpom mengatakan, Itu buktinya Praka Tasman Lasuata masih memberikan nafkah 500 ribu 1 bulan, lalu saya bilang saya tidak pernah meminta hal itu karena sebelumnya pak Dansatpom katakan bahwa gaji tidak dikasih sama saya karena saya belum terdaftar di daftar gajinya. Ya sudah saya tidak mempermasalahkannya karena yang saya inginkan adalah keadilan sesuai dengan bukti-bukti yang ada,” paparnya.
Adapun kekerasan yang ia dapat sebanyak 3 kali, semua buktinya telah lengkap. Bahkan sempat di kordinasi Otmil dan ada pengakuan Praka Tasman hanya saja yang dikurangi adalah hasil visum.
Untuk itu, dirinya meminta agar masalah ini segera diproses sebaik-baiknya. Terkhususnya juga kepada Kolonel Pnb Jhonson Henrico Simatupang yang sebelumnya menjabat Danlanud Pattimura. Menurutnya, selama satu tahun menjabat, Simatupang telah menyalagunakan jabatannya untuk melindungi bawahannya yang jelas bersalah, bahkan sekarang sudah dipindahkan ke Jakarta.
“Jangan menjadikan kepindahan Danlanud sebagai alasan. Saya bilang, saya tidak mau tahu. Danlanud mau pindah sampai kemana pun itu bukan urusan saya, itu urusannya penyidik. Mau pangkat sampai dimana, harusnya hukum tidak tumpul,” tandas Widya.
(dp-53)