Tual, Dharapos.com
Proses pemilihan bakal calon ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) se Kabupaten/Kota wilayah Maluku hingga pelantikan ketua terpilih telah usai.
![]() |
Saleh Rengirit |
Kendati demikian, terkait proses seleksi bakal calon hingga penetapan di tingkat Dewan Pimpinan Pusat (DPP) mendapat kecaman sejumlah pihak karena dinilai tidak berjalan sesuai mekanisme.
Hal tersebut berawal dari pernyataan Ketua Bidang Pemerintah dan Otonomi Daerah DPP PDI-P yang juga anggota DPR-RI, Komarudin Watubun saat Rakerda DPW PDI-P Provinsi Maluku pada 14 Maret lalu.
Dalam pernyataannya, Watubun menyebutkan bahwa semua calon ketua DPC dan DPD berjumlah 3 nama yang di rekomendasikan DPP bukan kehendak DPP tapi semua berproses dari bawah.
Pernyataan tersebut langsung mendapat kecaman dari salah satu calon ketua DPC PDI-P Kota Tual yang tidak lolos, Saleh Rengirit.
Menurutnya, apa yang di sampaikan Komarudin Watubun merupakan upaya pembohongan publik dan pemutarbalikan fakta.
“Terbukti dua nama calon ketua yang dinyatakan lolos di kota Tual masing-masing Samuel Puoyanan dinyatakan tidak lolos dalam rapat pleno DPD PDI-P Provinsi Maluku sementara Hamza Ohoiwer di nyatakan tidak lolos dalam rapat DPC PDI-P Kota Tual ternyata lolos di DPD Provinsi,” beber Rengirit.
Dan yang lebih heran lagi, di Maluku Tenggara, ada salah satu calon yang lolos dan direkomendasikan DPP atas nama Stev Layanan yang tidak masuk dalam tahapan proses namun di rekomendasikan DPP.
“Apakah itu yang di maksud Komarudin Watubun bahwa semua proses mulai dari rapat ranting, rapat PAC, rapat DPC, dan rapat DPD? Sedangkan nama para calon yang lolos faktanya, semua dipaksakan untuk memenuhi birahi politik keluarga ataukah mungkin Komarudin Watubun mau bangun rezim keluarga dalam partai,” kecamnya.
Faktanya, beber Rengirit, jika ditarik benang merahnya bahwa niat membangun rezim keluarga ini terlihat jelas pada struktur DPD PDI-P Provinsi Maluku dan DPC PDI-P Kota Tual.
“Adik Komarudin Watubun, yaitu Benhur Watubun dipaksakan masuk dalam struktur DPD PDI Maluku, sedangkan kakak dari Benhur Watubun dipaksakan masuk DPC PDI-P kota Tual sementara adiknya dipaksakan masuk DPC PDI-P Kota Ambon walaupun tidak punya KTA,” bebernya.
Padahal, Benhur Watubun baru masuk PDI-P pada 2013, sementara Hendrik Watubun jadi kader partai tahun 2010 lalu, sementara Elvis Watubun tidak pernah jadi kader partai PDI-P.
“Mereka semua kan dari partai Pelopor yang selama ini melawan PDI perjuangan. Jadi, kalau rezim keluarga sudah terbentuk dalam partai maka saya yakin sungguh, Komarudin Watubun rajanya PDI-P Maluku,” tegasnya.
Atas fakta ini, Rengirit mengembalikan keputusan kepada seluruh calon ketua DPC se-Maluku maupun calon ketua DPD PDI-P Provinsi Maluku.
“Jangan putus asa dan jangan tidur, mari kita lawan kezoliman ini karena kita semua telah hadir selama bertahun-tahun di partai ini. Apa kita semua rela menyerahkan partai PDI Perjuangan yang kita bangun dengan idealisme, komitmen dan loyalitas ini jatuh ke tangan orang yang punya mental penjilat dan orang tidak tahu dari arah mana masuk sebagai kader PDI Perjuangan,” cetusnya.
Ditegaskan, apa yang disampaikannya ini adalah sebagai protes terhadap ketidakadilan karena semua proses tidak mengamanatkan konstitusi partai. Dan fakta ini, mengingatkan kita semua tentang sejarah Portugis mengusir penduduk asli Banda.
“Harus diingat bahwa Portugis adalah penjajah. Sekali lagi saya sampaikan kepada DPD PDI-P Provinsi Maluku apakah kita membiarkan penjajah ada di dalam PDI Perjuangan yang kita cintai ini. Selaku kader PDI Perjuangan sejati, saya siap menerima sanksi dari DPP,” tegas Rengirit.
Perlu diketahui bahwa niat baik DPP PDI-P untuk membesarkan partai, sambung dia, adalah sama seperti niat seluruh kader yang ada di Maluku.
“Semua ini saya sampaikan agar kita sama-sama menjaga harkat dan martabat PDI Perjuangan, dan tetap menjadi kebanggaan untuk kader dan juga kebanggaan seluruh bangsa Indonesia,” sambungnya.
Rengirit mengingatkan agar DPD Provinsi Maluku tidak salah dalam menentukan calon karena pemimpin PDI perjuangan hari ini adalah harga diri DPP.
“Jangan sampai memilih pemimpin yang menjadikan partai sebagai kendaraan saja karena akan terbukti dan teruji apakah pilihan DPP mampu membesarkan PDI Perjuangan atau sebaliknya menenggelamkan partai yang kita cintai ini,” tutupnya.
(obm)