![]() |
Sampe L Purba |
Jakarta,Dharapos.com – Pemerintah
mendorong perusahaan industri ekstraktif berbuat lebih banyak untuk bekerja
menuju kesetaraan gender dan realisasi hak-hak perempuan. Untuk itu, semua
pihak diharapkan mempunyai kesamaan pandangan terhadap pengarusutamaan
kesetaraan gender dalam industri ekstraktif.
Siaran pers yang diterima dari Pusat Data dan Teknologi Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral pada Sekretariat Jenderal Kementerian ESDM menyebutkan, sejumlah penelitian menunjukkan
integrasi pengarusutamaan gender ke dalam kebijakan perusahaan dan pemerintah dapat
membawa hasil positif termasuk dalam sektor ekstraktif.
“Peningkatan keragaman dan
inklusi gender dalam industri ekstraktif dapat memperluas, bahkan meningkatkan produktivitas pekerja, keselamatan,
pengurangan ketegangan sosial serta peningkatan kualitas hidup,” kata Ketua Harian Forum Multistakeholder Group (MSG) EITI Indonesia yang juga Staf Ahli Bidang Ekonomi dan Sumber
Daya Alam Kementerian ESDM, Sampe L Purba dalam sambutannya pada Webinar Dialog Kebijakan EITI Indonesia bertajuk
Menyoal Kesetaraan Gender Dalam Industri Ekstraktif, Sudah Sejauh Mana?
Senin (21/11).
Menurut
Sampe L Purba tema mengenai pengarusutamaan gender dalam sektor ekstraktif
sangat relevan dan kontekstual. Hal itu lantaran dalam pelaksanaan Presidensi G20 yang baru saja berlangsung, menghasilkan Bali Leaders Declaration yang salah
satunya, dalam poin ke-46, menyangkut komitmen gender equality and
woman empowerment atau kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. Selain
itu, Standar EITI 2019 juga banyak menginisiasi
gender responsif.
Webinar tersebut menghadirkan empat narasumber yaitu Emanuel Bria, Asia Account Officer
Sekretariat EITI Internasional; Rina Rudd,
Chairperson Exploration Committee IPA; Ayi Ruhiat Sukartin, Analis Kebijakan Ahli Madya Direktorat
Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM;
dan Astrid Debora Meliala (Anggota
MSG EITI Indonesia, Peneliti Senior Indonesia Center for Environmental Law
(ICEL).
Dalam
paparannya Emanuel Bria menjelaskan empat requreiment terkait
pengarusutamaan gender dalam Standar EITI 2019 yang meliputi: partisipasi
perempuan dalam MSG (Persyaratan 1.4), data ketenagakerjaan terpilah gender (Persyaratan
6.3), dialog publik (Persyaratan 7.1)-MSG bisa mengakses data dan mendiskusikan
terkait gender, serta hasil dan dampak responsif (7.4).
Menurut Emanuel empat requreiment ini
dapat menjadi acuan pengarusutamaan gender dalam sektor ekstraktif.
Pembicara
selanjutnya, Ayi Ruhiat Sukartin Analis
Kebijakan Ahli Madya Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM
menjelaskan tentang pekerja sektor
pertambangan yang masih didominasi laki-laki.
Perinciannya, secara persentase
tenaga kerja perusahaan pada perusahaan
organik sebesar 9,7 persen dan 4,6 persen pada usaha jasa pertambangan.
Namun begitu, kata Ayi, peran
perempuan pada sektor pertambangan sudah berada pada setiap
jabatan, mulai jabatan tidak terampil sampai jabatan manajemen
seperti
Board of Directors dan manajer. Penyerapan terbesar tenaga kerja perempuan paling tinggi berasal pada klasifikasi jabatan
administrasi sebesar 36,5 persen. Sementara itu, kegiatan pertambangan yang berhubungan dengan operator
alat pada kegiatan pertambangan merupakan penyerapan tenaga kerja terendah dengan
penyerapan sebesar 4,9 persen.
Data
lebih rinci dipaparkan Rina Rudd Chairperson Exploration Committee IPA,
berdasarkan riset McKinsey (2019) menjelaskan secara global perempuan yang bekerja di industri migas
hanya 15 persen
dari total tenaga kerja, perempuan
di entry level hanya 33 persen, dan perempuan di
level kepemimpinan hanya 10 persen.
Namun, kata Rina
Rudd, riset lebih baru menunjukkan tren peningkatan peran perempuan dalam industri migas. Setidaknya, hal
tersebut tecermin dari riset Copas (2021) yang menyebutkan perempuan di industri migas
sudah mencapai 25 persen dari total
tenaga kerja, perempuan
di entry level 27 persen dan perempuan di level kepemimpinan mencapai 17 persen. Sebenarnya
sudah sejak lama perusahaan migas
menanamkan inisiatif kesetaraan gender dan saat ini
tengah fokus pada pengembangan karir karyawan perempuan sehingga dapat mencapai kesetaraan di posisi leadership.
Rina Rudd yang juga menjabat
sebagai General Manager Husky
Liman Limited mengatakan berbagai usaha
terus dilakukan agar dapat menarik perempuan bekerja dan mengembangkan
karir di sektor migas.
Pembicara
terakhir Astrid Debora Meliala, anggota MSG EITI Indonesia menjelaskan mengenai
beberapa pekerjaan rumah pengimplementasian pengarusutamaan gender dalam sektor
ekstraktif.
Untuk pemerintah, pekerjaan
rumahnya mengawasi pelaksanaan
kewajiban pengarusutamaan gender yang
telah dimandatkan regulasi, termasuk
insentif dan disinsentif serta mewajibkan perusahaan memasukkan isu gender dengan
indikator yang tepat dalam berbagai kewajiban pelaporan.
Sementara pekerjaan rumah perusahaan yaitu mengambil
kebijakan dengan mempertimbangkan perspektif perempuan
dan menyediakan
lingkungan yang supportif dan inklusif gender.
“Selanjutnya bagi masyarakat sipil selalu aktif menyuarakan
isu kesetaraan gender mulai dari tingkat tapak hingga level kebijakan,
termasuk memasukkan isu gender dalam berbagai laporan
inisiatif,” pungkas Debora yang juga peneliti
Senior Indonesia Center for Environmental Law (ICEL).
Dalam
sambutan penutup Webinar, Kepala Pusat Data dan Teknologi Informasi, Agus Cahyono Adi
menyampaikan bahwa Pemerintah sangat menghargai dan menjunjung tinggi peran
dan partisipasi kaum perempuan dalam
sektor ekstraktif. Oleh karena itu, pemerintah mendukung setiap inisiatif
pengarusutamaan gender di sektor ekstraktif.
“Semoga webinar ini dapat menunjukkan kiprah dan partisipasi perempuan
dalam sektor ekstraktif yang terus meningkat,” katanya.
Tentang EITI
Inisiatif Transparansi Industri Ekstraktif
atau Extractive Industries Transparency Initiative (EITI) adalah sebuah
standar global bagi transparansi di sektor ekstraktif (termasuk di dalamnya
minyak, gas bumi, mineral dan batubara) untuk menciptakan transparansi dan
akuntabilitas, yang merupakan wujud dari praktik tata kelola yang baik (good
governance).
Pelaksanaan kegiatan transparansi industri
ekstraktif di Indonesia sudah berjalan lebih dari 10 tahun. Diprakarsai pada
tahun 2007, Pemerintah selanjutnya mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) No
26 Tahun 2010 tentang Transparansi Pendapatan Negara dan Pendapatan Daerah yang
diperoleh dari Industri Ekstraktif.
Pada tahun 2014, Indonesia menjadi negara
pertama ASEAN yang memenuhi persyaratan (compliance) standar EITI
International. Namun pada tahun 2015, Indonesia sempat mengalami suspend
pada status compliance tersebut karena tidak dapat memenuhi
persyaratan EITI. Kemudian di 2016, status suspend tersebut dicabut dan
Indonesia mendapat status compliance kembali.
Pada tahun 2020, terjadi restrukturisasi
kelembagaan EITI di Indonesia. Dalam rangka penanganan Covid-19 dan pemulihan
ekonomi nasional, Perpres No. 82 tahun 2020 pasal 19 ayat 1, menyatakan bahwa
Tim Transparansi Industri Ekstraktif yang dibentuk berdasarkan Perpres No. 26
tahun 2010 dibubarkan. Dengan pembubaran tersebut, Perpres No. 82 tahun 2020
pasal 19 ayat 3, menyatakan bahwa pelaksanaan tugas dan fungsi Tim Transparansi
Industri Ekstraktif tersebut dilaksanakan oleh Kementerian Energi dan Sumber
Daya Mineral serta Kementerian Keuangan sesuai dengan tugas dan fungsi
masing-masing.
Sejak menjadi anggota EITI Internasional,
Indonesia telah menerbitkan 9 laporan EITI Indonesia, yaitu Laporan pertama
tahun kalender 2009, laporan kedua tahun kalender 2010-2011, laporan ketiga
tahun kalender 2012-2013, laporan keempat tahun kalender 2014, laporan kelima
tahun kalender 2015, laporan keenam tahun kalender 2016, dan laporan ketujuh
tahun kalender 2017. Laporan ketujuh EITI Indonesia pada tahun 2019, laporan ke
delapan pada tahun 2020, dan laporan ke 9 pada tahun 2021.
Dalam rangka memenuhi kewajiban
transparansi sebagai pengelola sumber daya alam, dan menjaga penilaian
Indonesia mendapat nilai “Meaningful Progress” di hasil validasi
tahun 2019. Pelaporan berikutnya ditargetkan mencapai “Satisfactory
Progress”, untuk itu Indonesia perlu menunjukan kepatuhan terhadap
persyaratan EITI, memenuhi persyaratan standar EITI 2019 yaitu pengarusutamaan
pelaporan berbasiskan Mainstreaming EITI pada tahun 2022.
(dp-18).