Saumlaki,
Poly Temmar, salah satu tokoh masyarakat desa Lelingluan, Kecamatan Tanimbar Utara kepada Dhara Pos di Saumlaki, ibukota Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB), Selasa (7/1) mengatakan hal tersebut seiring keluhan sejumlah orang tua murid di desa Lelingluan terkait kebijakan Kepala SD Kristen Lelingluan yang dinilai sangat berlebihan.
Sang Kepsek, Ny. Margareta Batlayeri dilaporkan melakukan pungutan diluar aturan dimana setiap murid SD dibebani Rp. 200.000,- sebagai tambahan biaya rehabilitasi gedung sekolah yang telah rusak berat akibat termakan usia.
Hal ini justru menimbulkan keresahan warga oleh karena rehabilitasi bangunan sekolah tersebut telah didanai oleh Pemerintah melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun 2013 senilai lebih dari Rp. 200.000.000,-
“Kemarin sewaktu beta di Larat, ada sejumlah orang tua murid mengeluh soal pungli kepsek Margarete Batlayeri. Memang betul tujuannya untuk bangun sekolah tapi kan sudah ada dana rehab sekitar 200 juta lebih yang bersumber dari dana DAK 2013. Sebenarnya kepala sekolah sangat keliru mengeluarkan kebijakan itu,” ujar Temmar.
Menurutnya, pemanfaatan DAK bagi pembangunan ataupun rehabilitasi gedung sekolah biasanya standarisasi harga material yang semestinya berlaku tidak dianggarkan semuanya oleh karena diberlakukan partisipasi masyarakat secara swadaya.
“Masyarakat biasanya dibebani tanggungan material seperti jenis bebatuan atau pasir dan bukan dalam bentuk pungutan uang,” kata Temmar.
Hal ini, lanjutnya, telah menjadi program pemerintah untuk mewujudkan capaian pendidikan gratis bagi siswa apalagi kalangan ekonomi menengah ke bawah.
“Bayangkan saja kalau Rp.200.000 dikalikan dengan lebih dari 150 siswa di sekolah tersebut itu berarti sudah sangat banyak jumlah dana tersebut, sementara ada alokasi dana yang telah dikucurkan melalui DAK tersebut,” ujar Temmar.
Terhadap hal tersebut, dirinya mendesak dinas teknis pada Pemerintah Daerah MTB untuk secepatnya menindaklanjuti hal tersebut, oleh karena jika dibiarkan terus maka akan berdampak pada semakin bertambahnya kebijakan sang Kepala sekolah di luar aturan.
Selain itu, dirinya sempat mengkritisi managemen Yayasan DR. J.B. Sitanala milik GPM yang membawahi sejumlah sekolah di kecamatan Tanimbar Utara termasuk SD Kristen Lelingluan untuk sedapatnya berperan memberikan perhatian terhadap pembangunan sejumlah gedung sekolah yang sudah temakan usia dan telah rusak berat.
Partisipasi yayasan selama ini, menurut Temmar, hanya terbatas pada keaktifan memanen kontribusi setiap saat dari sekolah dan tidak pernah melirik kondisi sekolah dan upaya peningkatan mutu siswa maupun tenaga pendidik.
“Yayasan DR.JB Sitanala milik GPM jangan tinggal diam liat persoalan ini. Semestinya yayasan harus bantu karna setiap saat ada kontribusi dari sejumlah sekolah yayasan termasuk SD lelingluan ke yayasan. Jangan cuman mau enak saja” tegas Temmar sambil mengakhiri dialog dengan Dhara Pos di kediamannya.(son)
Poly Temmar, salah satu tokoh masyarakat desa Lelingluan, Kecamatan Tanimbar Utara kepada Dhara Pos di Saumlaki, ibukota Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB), Selasa (7/1) mengatakan hal tersebut seiring keluhan sejumlah orang tua murid di desa Lelingluan terkait kebijakan Kepala SD Kristen Lelingluan yang dinilai sangat berlebihan.

Hal ini justru menimbulkan keresahan warga oleh karena rehabilitasi bangunan sekolah tersebut telah didanai oleh Pemerintah melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun 2013 senilai lebih dari Rp. 200.000.000,-
“Kemarin sewaktu beta di Larat, ada sejumlah orang tua murid mengeluh soal pungli kepsek Margarete Batlayeri. Memang betul tujuannya untuk bangun sekolah tapi kan sudah ada dana rehab sekitar 200 juta lebih yang bersumber dari dana DAK 2013. Sebenarnya kepala sekolah sangat keliru mengeluarkan kebijakan itu,” ujar Temmar.
Menurutnya, pemanfaatan DAK bagi pembangunan ataupun rehabilitasi gedung sekolah biasanya standarisasi harga material yang semestinya berlaku tidak dianggarkan semuanya oleh karena diberlakukan partisipasi masyarakat secara swadaya.
“Masyarakat biasanya dibebani tanggungan material seperti jenis bebatuan atau pasir dan bukan dalam bentuk pungutan uang,” kata Temmar.
Hal ini, lanjutnya, telah menjadi program pemerintah untuk mewujudkan capaian pendidikan gratis bagi siswa apalagi kalangan ekonomi menengah ke bawah.
“Bayangkan saja kalau Rp.200.000 dikalikan dengan lebih dari 150 siswa di sekolah tersebut itu berarti sudah sangat banyak jumlah dana tersebut, sementara ada alokasi dana yang telah dikucurkan melalui DAK tersebut,” ujar Temmar.
Terhadap hal tersebut, dirinya mendesak dinas teknis pada Pemerintah Daerah MTB untuk secepatnya menindaklanjuti hal tersebut, oleh karena jika dibiarkan terus maka akan berdampak pada semakin bertambahnya kebijakan sang Kepala sekolah di luar aturan.
Selain itu, dirinya sempat mengkritisi managemen Yayasan DR. J.B. Sitanala milik GPM yang membawahi sejumlah sekolah di kecamatan Tanimbar Utara termasuk SD Kristen Lelingluan untuk sedapatnya berperan memberikan perhatian terhadap pembangunan sejumlah gedung sekolah yang sudah temakan usia dan telah rusak berat.
Partisipasi yayasan selama ini, menurut Temmar, hanya terbatas pada keaktifan memanen kontribusi setiap saat dari sekolah dan tidak pernah melirik kondisi sekolah dan upaya peningkatan mutu siswa maupun tenaga pendidik.
“Yayasan DR.JB Sitanala milik GPM jangan tinggal diam liat persoalan ini. Semestinya yayasan harus bantu karna setiap saat ada kontribusi dari sejumlah sekolah yayasan termasuk SD lelingluan ke yayasan. Jangan cuman mau enak saja” tegas Temmar sambil mengakhiri dialog dengan Dhara Pos di kediamannya.(son)