Daerah

Langgar Perda, Yeubun Minta Proses Ulang Penetapan Calon Orongkai Ohoi

16
×

Langgar Perda, Yeubun Minta Proses Ulang Penetapan Calon Orongkai Ohoi

Sebarkan artikel ini

Ambon, Dharapos.com
Ketentuan umum Peraturan Daerah Kabupaten Maluku Tenggara No. 03 Tahun 2009 tentang Ratshap dan Ohoi (desa) pasal 5 ayat 1 mengatakan bahwa  jabatan kepala pemerintahan Ohoi/Ohoi Rat  merupakan hak dari  mata rumah/keturunan orong Kai/Rat.

Isnain YEubun2
Isnain Yeubun, S.HI

Hal tersebut berdasarkan garis keturunan lurus  secara patrilinial  dan tidak dapat dialihkan kepada pihak lain, kecuali dalam hal-hal khusus yang ditetapkan berdasarkan hasil musyawarah mata rumah/keturunan yang berhak.

Namun pada kenyataannya, Perda tersebut tidak berlaku dalam proses penetapan calon Orongkai Ohoi Elaar Ngursoin, Kecamatan Kei Kecil Timur, Kabupaten Maluku Tenggara, Provinsi Maluku.

“Sebagai konsekuensi atas penerapan Perda tersebut, Badan Saniri Ohoi (BSO) sebagai lembaga Legislatif Ohoi harus melakukan penelusuran sejarah lebih dalam, karena yang selama ini menjadi dasar penetapan calon Orongkai Ohoi Elaar Ngursoin adalah keturunan kapitan Abbas,” ungkap salah salah satu perwakilan keluarga Bahar Yeubun, Isnain Yeubun, S.HI, kepada Dhara Pos, Jumat (7/11).

Pada faktanya, terang dia, seluruh anak dari kapitan Abbas adalah perempuan, sehingga jika dasar ini terus dijadikan referensi, maka semua proses atas dasar ini bertentangan dengan Perda, sementara Perda tidak memberikan alternatif lain selain keturunan patrilinial.

“Misalnya jika tidak ada marga/mata rumah yang memiliki garis keturunan patrilinial maka boleh dialihkan kepada marga/mata rumah yang memiliki garis keturunan lain. Yang akan diamanahkan oleh Perda adalah jika  dalam kondisi tertentu atau hal yang bersifat khusus  maka, dapat dialihkan kepada orang lain tetapi tetap berdasarkan keputusan musyawarah mata rumah yang berhak,” terang Yeubun.

Sedangkan di dalam penjelasan pasal 3 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan hal yang bersifat khusus  antara lain jika ada matarumah/keturunan yang berhak menjabat sebagai Rat keturunanya lenyap  (tidak ada lagi keturunan), anggota keturunanya cacat fisik atau mental sehingga tidak dapat menjalankan tugas sebagai Rat, moralnya yang oleh keluarga/keturunan tidak pantas menjabat  Rat  (misalnya penjudi, pemabuk dan lain-lain) atau belum memenuhi syarat  untuk ditetapkan sebagai Rat.

“Dengan demikian, jabatan Rat dapat dialihkan kepada pihak lain atas musyawarah dan diputuskan oleh keluarga yang keturunannya berhak atas jabatan Rat tersebut,” tegasnya.

Pada kenyataanya, lanjut dia, BSO tidak melakukan penelusuran sejarah lebih mendalam, padahal jika dilakukan penelusuran sejarah yang mendalam, maka akan ditemukan fakta sejarah bahwa orang yang menjabat Orongkai Ohoi Elaar Ngursoin adalah  Bahar Yeubun, dan memiliki keturunan secara patrinilal yaitu 3 orang cucu laki-laki yaitu Bahar Yeubun, Thalib Yeubun serta Batut Yeubun. Ketiga cucu tersebut memiliki banyak keturunan laki-laki.

Penyebab tidak dilakukannya penelusuran sejarah yang lebih mendalam karena adanya pembentukan BSO yang tidak konstitusional, seharusnya anggota BSO merupakan hasil musyawarah dari setiap mata rumah/marga yang ada di Ohoi Elaar Ngursoin. Dari segi keterwakilan marga memang terpenuhi akan tetapi prosesnya yang tidak benar.

“Proses yang dilakukan oleh BSO sama sekali tidak mengindahkan amanah Perda No. 05 Tahun 2010 tentang pedoman teknis pelaksanaan pemilihan/pengangkatan kepala Ohoi di kabupaten Maluku Tenggara,  sehingga terjadi kesimpang siuran antara tugas BSO dan Panitia Pemilihan,” beber Yeubun.  

BSO berdasarkan Perda No. 06  Tahun 2009 tentang pedoman pembentukan Badan Saniri Ohoi, Bab IV  terkait  fungsi  dan  wewenang Badan Saniri Ohoi  pasal 5 (lima) ayat 2 (dua) huruf (b) disebutkan bahwa BSO mempunyai wewenang mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian orongkai. Selain berwenang mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian orang kai, BSO memiliki kewajiban  memproses pemilihan orongkai sebagaimana diatur dalam Bab V pasal 6 ayat huruf g.

Selanjutnya berdasarkan Peraturan Bupati Malra No. 05 Tahun 2010 tentang pedoman teknis pelaksanaan pemilihan/pengangkatan kepala Ohoi di kabupaten Malra pasal 4 ayat (1)  BSO bertugas membentuk panitia pemilihan dan panitia pengawas dengan cara musyawarah pada suatu rapat  khusus bersifat terbuka yang dihadiri Camat atau pejabat yang ditunjuk olehnya, orongkai dan perangkat ohoi, unsur lembaga kemasyarakatan ohoi dan tokoh masyarakat .

Kemudian, panitia pemilihan memiliki wewenang untuk melakukan pemeriksaan identitas calon, mengajukan bakal calon, mengundi dan menetapkan tanda gambar calon, mengesahkan hasil perhitungan suara berdasarkan ketentuan pasal 5 ayat 2, sedangkan salah satu kewajiban panitia pemilihan adalah menyampaikan laporan kepada BSO untuk setiap tahapan pelaksanaan pemilihan dan menyampaikan informasi kepada masyarakat. Hal tersebut diatur dalam ketentuan pasal 5 ayat 3 huruf (b) Perbup Malra No. 05 Tahun 2010 tentang pedoman teknis pelaksanaan pemilihan/pengangkatan kepala Ohoi di kabupaten Malra.

“Pada faktanya, sampai saat ini kita ketahui bahwa BSO tidak pernah membentuk Panitia Pemilihan, jika demikian muncul  pertanyaan, siapa yang melaksanakan proses tahapan tersebut,” herannya.

Diantara beberapa tahapan proses yang tidak terlaksana sebagai akibat dari tidak dibentuknya Panitia Pemilihan yaitu:

1.    Pasal 19 ayat 1 Peraturan Bupati Malra No. 05 tahun 2010 tentang pedoman teknis pelaksanaan pemilihan/pengangkatan kepala Ohoi di kabupaten Malra disebutkan bahwa  panitia pemilihan mengumumkan pendaftaran bakal calon kepala Orongkai kepada masyarakat Ohoi setempat selambat-lambatnya 30 hari sebelum hari dan tanggal pemungutan suara dan pendaftaran mulai dilaksanakan selambat-lambatnya 3 hari setelah diadakan pengumuman.

2.    Dalam pasal 19 ayat 3 disebutkan bahwa apabila sampai batas waktu pendafataran ditutup ternyata bakal-bakal calon yang mendaftar kurang dari 2 orang sehingga tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat 2 huruf (b), maka panitia pemilihan dapat mengusulkan bakal calon orongkai kepada BSO untuk ditetapkan sebagai calon Orongkai

3.    Pasal 20 ayat 5 Peraturan Bupati Malra No. 05 Tahun 2010 tentang pedoman teknis pelaksanaan pemilihan/pengangkatan kepala Ohoi di kabupaten Malra menyebutkan bahwa   bakal calon Orongkai Ohoi yang dinyatakan memenuhi syarat adminstrasi oleh panitia pemilihan diberikan tanda lulus seleksi dan diumumkan kepada masyarakat Ohoi selama 7 (tujuh) hari  dibalai ohoi dan atau ditempat-tempat strategis  lainnya. 

Berdasarkan beberapa hal diatas, maka proses pencalonan Orongkai ohoi Elaar Ngursoin cacat secara secara  adat maupun hukum (Perda).

“Cacat secara adat karena BSO yang tidak melakukan penggalian sejarah yang mendalam saat menetapkan calon orong kai ohoi Elaar Ngursoin. Mereka hanya menetapkan calon orongkai Ohoi berdasarkan hasil kesepakatan BSO, bukan berdasarkan penulusuran sejarah, seperti meminta keterangan kepada para tokoh adat serta sejarawan  di ohoi Elaar Ngursoin,” beber Yeubun.

Proses tersebut, tambah dia, juga cacat secara hukum karena BSO dalam bekerja tidak di didasarkan atas Perbup Malra No. 05 Tahun 2010 tentang pedoman teknis pelaksanaan pemilihan/pengangkatan kepala ohoi di kabupaten Maluku Tenggara.

“Salah satu kekeliruan terbesar yang dilakukan oleh BSO adalah adanya asumsi bahwa jika hanya terdapat 1 calon maka keberadaan panitia pemilihan tidak perlu, itu jelas bertolak belakang dengan apa yang diamanahkan dalam Perbup Malra No. 05 Tahun 2010 tentang pedoman teknis pelaksanaan pemilihan/pengangkatan kepala Ohoi,” tambahnya.

Atas sejumlah fakta diatas, Yeubun meminta Bupati Malra menolak penetapan calon yang diajukan oleh BSO  serta menginstruksikan proses ulang atas semua tahapan pemilihan/penetapan calon Orongkai Ohoi Elaar Ngursoin dengan  memerintahkan pembentukan ulang BSO terlebih dahulu.

(***)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *