![]() |
Prof. Yohana Suzana Yembise |
Ambon, Dharapos.com
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, Prof. Yohana Suzana Yembise mengatakan, bila dibandingkan dengan Indonesia bagian barat, maka untuk wilayah Indonesia Timur (WIT) dalam hal pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak sangat masih lemah.
Ini dikatakannya saat membuka kegiatan Regional Pemberdayaan Perempuan Wilayah Timur Indonesia di kota Ambon, Senin (11/5).
Dikatakan, dalam berbagai kesempatan yang dilakukan saat melakukan kunjungan ke berbagai daerah yang ada di Indonesia, terdapat
“Untuk itu, saya merasa perempuan Indonesia Timur harus bangkit, karena perempuan di Indonesia timur terkenal dengan perempuan yang tangguh, dan memiliki motivasi yang tinggi,” cetusnya.
Yembise menilai perempuan di Indonesia Timur belum maju sehingga diiharapkan melalui pertemuan regional kali ini, perempuan Indonesia Timur harus membangun satu kesepahaman untuk membawa perempuan Indonesia timur maju, dan sejahtera.
Diakuinya, kasus yang paling banyak terjadi pada perempuan Indonesia Timur adalah kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), Trackfiking, pernikahan usia muda sehingga mengakibatkan kekerasan terhadap anak.
Ditambahkannya, Indonesia akan memasuki tahun planet 50 :50 pada 2030 mendatang. Sehingga tidak ada lagi 30:70 atau laki-laki mendominasi, namun laki-laki dan perempuan sudah harus setara.
Hal ini menjadi tantangan bagi perempuan di Indonesia Timur. Karena saat ini, di semua negara berlomba-berlomba untuk planet 50 : 50 tersebut.
Sementara itu Gubernur Maluku Ir. Said Assagaff, mengatakan semangat perempuan Indonesia Timur pada umumnya gigih dan pantang menyerah.
Hal ini difaktorkan karena kondisi kewilayahan dan kultur yang ikut membentuk watak perilaku perempuan.
“Semangat dalam terminologi kami adalah tipe pekerja keras, tahan banting, tidak mudah rapuh dan pantang surut, menjadi hal utama dalam menghadapi persoalan yang terjadi pada perempuan.
Semangat itu merupakan sumber etika baru, guna menumbuh dan berjuang di kalangan politik Indonesia, meruntuhkan stigma sosial yang selama ini melemahkan peran perempuan, termasuk dalam mewujudkan kedamaian dan keadilan,” cetusnya..
Menurutnya, eksistensi perempuan Indonesia Timur masih jauh dari harapan, sebab kenyataan masih ada saja aksi kekerasan terhadap kaum perempuan, begitu juga anak.
“Fenoma ini kurang terjadi di kota-kota besar, namun banyak ditemui pada daerah Indonesia Timur yang kurang dipublikasi. Untuk itu, pertemuan ini merupakan bentuk dalam memberdayakan
perempuan untuk membuat gagasan dan inovatif terutama dalam mengangkat derajat kaum perempuan di Indonesia.
“Kami di Maluku kini terus mendorong proses pelibatan staekholder perempuan, baik PKK, Dharma Wanita, serta aktivis perempuan dalam semua dimensi. Karena merekalah pioner dan ujung tombak dari proses pemberdayaan perempuan itu sendiri,”ucapnya.
Untuk itu, pertemuan ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih yang besar bagi proses pemberdayaan perempuan di Indonesia, sesuai jiwa, dan semangat tema untuk meningkatkan peran serta perempuan dalam percepatan pembangunan di kawasan timur Indonesia.
(dp)