![]() |
Ilustrasi Dana Desa |
Saparua, Dharapos.com
Indikasi penyelewengan Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) tahun anggaran 2015 dan 2016 di Negeri Ouw, Kecamatan Saparua, Kabupaten Maluku Tengah telah diungkap pihak Kejaksaan Negeri Ambon Cabang Saparua atas laporan masyarakat setempat.
Namun anehnya, seusai dilakukan investigasi lapangan oleh pihak Kejaksaan setempat dan ditemukan sejumlah indikasi penyelewengan oleh oknum perangkat negeri Ouw, tiba-tiba kasus tersebut hilang bak di telan bumi.
Bahkan kini indikasi adanya tindakan gratifikasi oleh oknum-oknum di Pemerintah Negeri Ouw yang diduga dilakoni Penjabat sementara Ny. JCS yang menduduki posisi tersebut sejak 30 Oktober 2015 hingga saat ini bersama jajarannya dipastikan menjadi penyebab kasus tersebut jalan di tempat.
Sumber terpercaya media ini yang ditemui di lokasi mengakui masalah penyelewengan DD dan ADD ini telah dilaporkan kepada pihak Kejaksaan Negeri Ambon Cabang Saparua sejak tanggal 2 Mei 2016.
Ia menuturkan laporan tersebut diterima langsung oleh dua pegawai Kejaksaan atas nama Stenly dan Franky tepat pukul 12.30 WIT.
“Keduanya langsung menanggapi secara positif dan bersedia untuk memproses masalah tersebut.,” ungkap sumber kepada Dhara Pos sembari meminta namanya tidak dipublikasikan, baru-baru ini.
Lanjutnya, dua minggu berselang, tim dari Kejaksaan langsung turun ke Negeri Ouw guna melakukan penyelidikan lapangan atau on the spot secara maraton selama dua Minggu.
“Pasca tim Kejaksaan selesai melakukan investigasi lapangan,kami atas nama Pemuda Reformasi Negeri Ouw terus melakukan koordinasi dan hasil dari penyelidikan yang diinformasikan kepada kami adalah telah didapatkan banyak temuan pelanggaran terkait penyelewengan anggaran,” akui sumber.
Bahkan, ternyata bahwa hasil laporan yang disampaikan oleh Pjs Negeri Ouw dan staf adalah fiktif.
Sumber kemudian mengaitkan sejumlah data dengan fakta lapangan yang jelas-jelas sangat bertentangan seperti pekerjaan jalan setapak sepanjang 300 meter dan lebar 1,5 meter dibuat tanpa adanya pemasangan papan proyek.
“Indikasinya jelas bahwa jalan setapak di Negeri Ouw ini tidak sesuai dengan yang direncanakan dalam RKPN,” urainya.
Kemudian, pembayaran harga tukang yang menurut RKPN sebesar Rp 29 juta namun dipotong Rp 5 sehingga yang dibayar hanya sebesar Rp 24 juta.
Begitu pula, semua belanja material dipotong dan tidak sesuai dengan RKPN, termasuk pembagian dana pemberdayaan kepada pengrajin gerabah sebesar Rp. 500.000 + bunga 10 persen, kelompok usaha kecil Rp 400.000 + bunga 10 persen.
“Jadi pengembaliannya masing-masing Rp 550.000 dan 450.000, termasuk pembagian jaring kepada kelompok nelayan tidak tepat sasaran karena diberikan kepada tukang kayu dan batu dan sejumlah indikasi penyelewengan lainnya,” bebernya.
Pihaknya, menurut pengakuan sumber, bersama tim penyidik Kejaksaan tidak hanya semata-mata membangun kerjasama tetapi juga berkomitmen bahwa masalah ini harus diproses hingga tingkat persidangan di pengadilan.
Namun anehnya, hingga saat kini permasalahan ini tidak pernah diproses.
Bahkan kini berkembang pula isu yang disebarkan oleh oknum istri dari kaur setempat yang juga tenaga pendidik pada lembaga pendidikan SD Negeri 1 Ouw.
“Katanya ada pemberian uang terkait dana ADD 2015 ke pihak Kejaksaan Negeri Ambon Cabang Saparua sebesar Rp 13 juta lewat perantara bersama Pjs, dan sejumlah pihak yang tidak jelas tujuan untuk apa,” sambungnya.
Kembali lanjutnya, ketika laporan pertanggungjawaban penggunaan dana ADD 2015 diserahkan ke kabupaten disertai dokumentasi, pihak kabupaten juga tidak pernah meninjau langsung ke lokasi apakah benar ataukah fiktif.
Hal ini terulang kembali pada pencairan dana ADD 2016 dimana pada tahap I, ada pemberitahuan lewat papan informasi yang ada di kantor negeri meskipun tidak terperinci.
Namun pada tahap ke II dan III, tidak ada transparansi kepada masyarakat alias siluman.
Dirincikan pula, pada pencairan ADD 2016, pembangunan infrastruktur yang dilakukan hanya berupa pembuatan jalan setapak sepanjang 400 meter dalam 2 lokasi berbeda masing-masing 200 meter yang dibuat tanpa adanya pemasangan papan informasi proyek.
“Juga sama kondisinya tidak diketahui berapa nilai anggarannya alias bisa dikatakan fiktif kan,” cetus sumber.
Belum lagi adanya pembangunan PAUD pribadi yang dananya dimasukkan dalam RKPN ADD 2016 sebesar Rp. 59 juta yang sekarang telah diserahkan ke pihak negeri.
Selain, pembagian dana pemberdayaan kepada pengusaha kecil sebesar Rp 1 juta dengan pemotongan Rp.10 ribu yang jelas mengindikasikan adanya pungli.
“Begitu pula pembagian minyak tanah per orang satu drum dengan kapasitas muat 200 liter namun pada kenyataannya minyak yang diterima bervariasi. Ada yang 60 atau 70 liter dan masih banyak temuan yang jika dilihat langsung ke lokasi,” urainya melanjutkan.
Atas fakta ini, sumber meminta pihak terkait khususnya institusi hukum Kejaksaan di negeri berjuluk Seribu Pulau ini untuk tidak mendiamkan kasus indikasi penyelewengan DD – ADD baik 2015 maupun 2016.
“Menurut saya, ada indikasi tindakan gratifikasi dalam persoalan ini sehingga kasusnya jalan di tempat. Seharusnya penegak hukum secara tegas memprosesnya sesuai dengan aturan hukum yang berlaku di Negara ini hingga ke akar-akarnya tanpa ada sistem tebang pilih,” desaknya.
Dalam hal ini, siapa pun dia, baik petinggi/pejabat yang terlibat ataupun yang berusaha mengintervensi untuk melindungi serta meloloskan para pelaku kejahatan yang telah melanggar hukum dalam hal ini KKN dalam wilayah NKRI harus diproses hukum
Karena mereka secara tidak langsung telah merampas hak masyarakat kecil yang berhak menerima dan menikmati bantuan dari negara.
“Dan faktanya di negeri kami juga terjadi pembodohan publik yang terjadi dalam kurun waktu 3 tahun belakangan ini. Makanya saya ingin tegaskan kembali, bangsa yang besar bukannya bangsa yang hanya menghargai jasa para pahlawan tapi juga bangsa yang menjunjung tinggi penegakan supremasi hukum karena merupakan tanggung jawab kita bersama,” tandas sumber.
Terpisah, salah satu pemerhati hukum di Maluku meminta pihak Kejaksaan untuk tidak tebang pilih atas kasus tersebut.
“Kalau sudah terbukti di lapangan sesuai dengan investigasi Kejaksaan bahwa telah terjadi sunat anggaran maka sudah seharusnya proses hukum berjalan,” cetus Ketua LSM Tunkor Drs. Nardy Refra, yang dikonfirmasi Dhara Pos, Selasa (29/8).
Namun, jika pihak Kejaksaan setempat tidak juga memproses laporan masyarakat hingga saat ini maka patut diduga ada upaya-upaya lain dibalik itu yang tidak benar sesuai aturan hukum yang berlaku.
“Saya sudah berencana akan turun kembali ke lokasi proyek di Negeri Ouw untuk memastikan penyelewengan itu dan kita ekspose secara besar-besaran ke publik supaya publik tahu siapa yang bermain di balik semua ini,” tandas Refra.
Olehnya itu, ia kembali mengingatkan para penegak hukum di Kabupaten Maluku Tengah untuk segera menuntaskan kasus ini sehingga memberikan rasa keadilan kepada masyarakat.
(dp-02/16)
Harap dan tolong secepatnya di tindak lanjuti dan di proses
agar masyarakat dapat melihat penegak hukum di maluku tidak tidur terima kasih ..GBU