Langgur,
Maraknya peredaran permainan judi togel alias kupon putih pada seluruh lapisan masyarakat di Kabupaten Maluku Tenggara maupun Kota Tual ditenggarai karena aparat penegak hukum takut kepada para bandar besar yang selama ini mengelola bisnis haram tersebut.
![]() |
Seorang Anak Jual Kode Di Jl Jendral Sudirman |
Fakta tersebut dapat terlihat jelas dalam upaya penegakkan hukum yang dilakukan polisi terhadap pemberantasan peredaran kupon putih ini.
“Upaya penegakkan hukum oleh polisi dalam pemberantasan judi togel ini hanya pada dua segmentasi kelompok yaitu penulis dan pemasang. Sementara, mereka para bandar tidak tersentuh sama sekali alias kebal hukum,”cela Tayeb Matdoan, salah satu Pemerhati Masalah Sosial Malra, kepada Dhara Pos melalui telepon selulernya, belum lama ini.
Menurutnya, polisi harus segera membuktikan sikap tegasnya terhadap persoalan ini terutama dengan menindaklanjuti apa yang telah disampaikan dalam berita Headline pada Tabloid Dhara Pos, Edisi Minggu I Oktober 2013.
“Apalagi dengan adanya bandar memiliki kantor resmi, itu sudah jelas-jelas membuktikan bahwa judi togel di Malra dan juga Kota Tual merupakan hal yang sudah dianggap biasa alias bukan pelanggaran terhadap hukum negara,” ujarnya.
Yang lebih parahnya lagi, peredaran togel di kedua wilayah ini khususnya di Malra sudah tembus kepada semua lapisan masyarakat dari anak-anak usia Sekolah Dasar sampai kepada mereka yang notabene kaum berdasi dan sudah menganggap ini sebagai hal yang biasa.
“Ini bisa dibuktikan pada setiap sore hari, anak-anak seusia SD, di sepanjang Jalan Jendral Sudirman menjual kode-kode togel secara terbuka. Dan, perlu anda ketahui, bahwa Jalan Jenderal Sudirman ini merupakan jalan utama di Kabupaten Malra dan memiliki panjang lebih kurang 3 – 4 Km,” beber Matdoan.
Belum lagi, tambahnya, di setiap gang atau lorong maupun kompleks-kompleks perumahan, para penulis kupon begitu menjamur dan sudah menjadi pemandangan yang biasa.
Kondisi ini, diakui Matdoan, menandakan bahwa peredaran kupon haram ini telah merasuki warga masyarakat tanpa memandang status, jabatan atau usia.
“Semua orang sudah mati rasa terutama para penegak hukum, yang seharusnya bertanggung jawab atas masalah ini,” kecamnya.
Ketika disinggung, soal apakah ada indikasi para bandar telah memberikan upeti yang cukup besar kepada para penegak hukum untuk memperlancar bisnis mereka, Matdoan pun mengakui hal itu.
“Ke arah itu bisa saja, dan itu bisa terlihat bahwa para bandar merasa kuat, nyaman dan sampai hari ini mereka tidak pernah tersentuh oleh hukum,” tandasnya.
Olehnya itu, Matdoan mendesak aparat penegak hukum dalam hal ini Kepolisian Resort Malra untuk berani menindak dan memproses para bandar ini bukan hanya sebatas kepada para penulis dan pemasang saja.(ajr)