Piru, Dharapos.com
Keberadaan ruang kegiatan belajar (RKB) merupakan hal penting yang turut mendukung berlangsungnya proses belajar mengajar di setiap sekolah.
![]() |
Kondisi salah satu RKB SMA Al Fiqri |
Selain itu, dengan semakin meningkatnya jumlah siswa/i yang mendaftar di sebuah sekolah maka sudah tentu diperlukan pula penambahan kapasitas RKB.
Dan kondisi inilah yang terjadi di SMA AL-Fiqri, dusun Talaga, desa Piru, Kecamatan Seram Barat Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB).
Belum lagi, di samping jumlah siswa yang semakin meningkat dan RKB yang minim, hingga kini para siswa/i di sekolah tersebut harus belajar dengan fasilitas bangunan yang tidak layak digunakan.
Dibangun sejak 2003 lalu namun hingga saat ini masih ada lima RKB yang berbahan papan kayu dan atap, bahkan kelimanya terancam runtuh.
“Ruang kegiatan belajar yang tersedia hanya tiga kelas yang baru selesaikan pekerjaannya, sedangkan 5 kelas lainnya yakni kelas IPA dan IPS masih menggunakan bangunan lama dengan jumlah siswa sebanyak 190 orang, Guru PNS 8 orang dan Guru Honor 6 orang, kalaupun terjadi penerimaan siswa baru pada tahun ini minimal harus 5 RKB harus dibangun baru karena tidak layak untuk digunakan proses belajar,” terang Kepala SMA AL-Fiqri, La Gader kepada media ini saat ditemui di ruang kerjanya.
Diakui Kepsek, saat ini SMA AL-Fiqri masih mengalami kekurangan ruang kelas untuk memenuhi kebutuhan proses belajar mengajar. Terkait kondisi ini, pihaknya telah mengirimkan usulan dan proposal kepada Pemerintah daerah namun hingga saat ini belum ada hasilnya.
Lebih lanjut, jelas dia, sekolah ini memiliki 8 buah ruang kelas sejak 2003 dan belum pernah rehabilitasi ataupun penambahan ruang baru, hanya baru terakomodir 3 RKB. Selain itu, SMA AL-Fiqri juga belum memiliki bangunan perpustakaan.
“Terpaksa ruang kantor sekolah digunakan juga sebagai perpustakaan,” jelas Kepsek.
Karena itu, demi memenuhi kebutuhan siswa dan memberikan pelayanan yang baik kepada siswa, sekolah harus tetap menggunakan bangunan lama yang terbuat dari kayu papan dan atap untuk proses belajar mengajar.
Walaupun diakuinya pula, jika saat musim hujan maupun angin kencang tiba maka proses belajar mengajar tidak bisa dilanjutkan karena takut bangunannya runtuh dan tergenang air karena belum memiliki fondasi bangunan hanya apa adanya.
“Kami berupaya memaksimalkan ruang kelas yang ada dan ruang-ruang yang apa adanya agar bisa memaksimalkan proses belajar mengajar di sekolah. Kami berharap Pemerintah daerah dan Pemerintah provinsi untuk melihat hal ini agar siswa proses belajar mengajar tidak terganggu,” harapnya.
(dp-26)