Berita Pilihan Redaksi

DPMD KKT : Bantuan RLH Harus Konstruksi Beton dan Permanen

28
×

DPMD KKT : Bantuan RLH Harus Konstruksi Beton dan Permanen

Sebarkan artikel ini
rlh aDAUT lAMA bARU
Rumah milik warga desa Adaut yang lama dan yang telah dibangun baru (RLH), berbahan sama dari papan 

Saumlaki, Dharapos.com – Kepala Dinas Pemberdayan Masyarakat Desa (DPMD) Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT), Yongky Souisa menegaskan bantuan Rumah Layak Huni (RLH) bagi masyarakat tidak mampu harus berkonstruksi beton dan  permanen.

Penyataan tegas tersebut menanggapi informasi adanya pembangunan RLH bagi beberapa masyarakat di Desa Adaut, Kecamatan Selaru yang hanya berbahan papan sama seperti bahan rumah sebelumnya.

“Pada prinsipnya pembangunan Rumah Layak Huni di desa-desa yang dianggarkan dalam Anggapan Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) baik itu dari pos Dana Desa (DD) ataupun Alokasi Dana Desa (ADD)  itu diperuntukkan bagi keluarga yang tidak mampu terhadap rumah yang benar-benar sudah tidak layak huni agar di bangun baru atau direhab. Dan selalu diarahkan untuk rumah beton atau permanen dan  tidak di perkenankan untuk membangun rumah papan,” beber Souisa di ruang kerjanya, Senin (17/2/2019).

Mantan Camat Selaru itu menambahkan, sesuai dengan APBDes Desa Adaut Tahun Anggaran 2018, terdapat 8 unit rumah yang diajukan untuk dibangun pada tahun itu dan berdasarkan RAB yang ada, pembangunannya adalah pembangunan beton.

“Saya sudah cek ini RABnya jelas ini. Semua harus menggunakan beton, tidak ada yang dari papan, kayu apalagi tripleks,” sambungnya.

Seraya menambahkan, apabila kedapatan di bangun pakai papan, maka harus ada pengembalian anggaran itu. Pengembalian anggaran itu harus jumlahnya yang disesuaikan.

“Jadi, setiap rumah dianggarkan Rp47.210.000,- Jika tidak dikembalikan, maka itu bisa di jadikan temuan,” terangnya menambahkan.

Souisa juga menegaskan jika pihaknya tidak pernah memberikan bantuan berupa rumah papan.
“Masa layak huninya begitu. Ini benar-benar keterlaluan Kepala Desa,” kecamnya.

Hingga saat ini, 8 unit rumah layak huni dari yang bersumber dari DD 2018 itu belum juga rampung 100 persen lantaran ada kekurangan bahan yang terpaksa harus di tanggung oleh penerima bantuan.

Sementara berdasarkan hasil musyawarah bersama keluarga-keluarga tersebut, disepakati bahwa mereka akan terima kunci, atau tak ada beban tanggungan apapun.

Ironisnya, berdasarkan pengakuan dari Lukas Beresaby, salah satu penerima bantuan RLH, beberapa waktu lalu menyayangkan kesepakatan itu hanyalah bualan belaka.

“Ada kekurangan 2 lembar senk, 3 lembar papan putih, 2 ret timbunan seharga Rp500.000, dan strom listrik seharga Rp 500.000 yang harus saya bayarkan,” ungkapnya.

Menarik memang. Lukas juga mengaku jika dalam rapat tidak di sepakati akan di bangun rumah papan, namun dalam pelaksanaan pekerjaannya itu berubah menjadi rumah papan.

“Jadi kalau dibilang tidak ada yang cetak tela, ini juga jadi pertanyaan. Kenapa tidak ada yang cetak, sedangkan anggaran cetak tela ada dalam RAB,” sambungnya.

Lalu sebagian dari penerima bantuan juga sempat bertanya alasan apa dibangun rumah papan.

Hanya saja, jawaban dari Pemdes tak ada satu pun yang bisa dipegang.

Dari Sekdes Librek Batfeny menjawab tidak ada orang yang cetak batu tela, sementara dari Kades berkilah untuk penyamarataan agar tak terjadi kecemburuan sosial lantaran pada 2017 telah dibangun juga 7 unit rumah papan.

Sebelumnya, Pemerintah Desa Adaut, Kecamatan Selaru, Kabupaten Kepulauan Tanimbar dinilai tak sepenuh hati memberikan bantuan rumah layak huni kepada warganya.

Pasalnya, pemberian bantuan 8 unit rumah yang baru dibangun awal November 2018 lalu itu hanyalah rumah papan, dan tak ubahnya dengan rumah sebelumnya.

Dan, parahnya lagi, rumah-rumah bantuan tersebut belum rampung hingga saat ini.

Fakta ini terungkap saat sejumlah warga penerima bantuan dimaksud mengungkapkan hal itu kepada Dhara Pos, di Desa Adaut, pekan kemarin.

“Jadi waktu kita selaku penerima bantuan rumah ini dipanggil untuk rapat bersama dengan Pemerintah Desa, lalu di kasih tahu bahwa lamanya waktu pekerjaan rumah-rumah ini 2 minggu. Tapi mungkin ada hal-hal lain yang menyebabkan sehingga belum terselesaikan makanya belum selesai sampai hari ini. Saya mau cek kepastian juga bagaimana, sementara saya ini pengurus RT. Itu sama saja dengan saya tanya pada diri saya sendiri,” terang JK, salah satu warga penerima manfaat.

Ia mengaku pasrah menerima bantuan yang diberikan Pemdes Adaut kepadanya.

“Begini saja lah kami terima, karena kalau kita banting kepala di batu juga tidak mungkin batu yang pecah, malahan kepala kita yang pecah. Jadi percuma saja! Padahal harapan kami sebenarnya, bantuan itu bisa lebih bernilai dari rumah kami yang awal,” sesal JK.

Keluhan yang sama juga disampaikan warga lainnya, Lukas Beresaby.

“Kami dengar informasi awal dari Kepala Desa bahwa kami akan mendapatkan bantuan rumah dengan kontruksi setengah beton, serta ukuran 6 x 8. Tapi setelah itu dirubah lagi bantuannya jadi rumah papan saja dengan penyekat kamar hanyalah triplex 5 mili. Jika rumah lama saja sekatnya masih pakai papan, bantuan ini malah turun nilanya,” bebernya.

Lukas mengaku, dirinya sempat menanyakan hal itu ke Pemdes terkait alasan kenapa bantuan rumah tersebut tidak dibangun setengah tembok.

“Mereka (Pemdes, red) jawab tidak ada orang yang cetak batako. Ini benar-benar alasan yang tak bisa di terima bahkan anak TK sekalipun. Bahan yang di siapkan oleh Pemdes berupa papan 2 kubik, semen 5 sak, kayu besi dan kayu putih,” herannya.

Bahkan yang lebih memprihatinkan lagi dialami keluarga Petrus Amboki. Karena dijanjikan akan
diselesaikan dalam waktu 2 minggu, maka ia bersedia rumahnya di bongkar semua.

Ternyata, faktanya tak begitu, pekerjaan pun tertunda hingga akhir Januari 2019. Malahan baru tahap tutup atap, sehingga keluarga ini harus tinggal di tiris rumah saja.

Mereka harus berdesak-desakan kala tidur dalam dapur ukuran 4 x 2,5 meter dengan jumlah penghuni rumah 9 orang terdiri dari 2 kepala Keluarga (KK).

“Saya rasa tidak senang tinggal di dapur 2 bulan ini bersama orang tua dan kakak saya karena kalau tidur, kami rasa sesak sekali. Saya ingin pekerjaan cepat selesai supaya kami bisa tinggal dengan nyaman,” kesal Sofia Amboki, gadis berumur 11 tahun saat diwawancarai.

Sementara itu, kepala Desa Ignasius Batlayar yang dikonfirmasi melalui telepon selulernya menjelaskan saat ini bangunan-bangunan rumah itu sebagian sudah lanjut dibangun dan sampai pada tahap tutup atap.

“Terlambatnya proses pekerjaan bangunan rumah dari rencana awal 2 minggu ini disebabkan karena keterlambatan SPJ,” jelasnya.

Kades juga mengklaim alasan rumah bantuan tersebut tidak jadi memakai beton karena disamaratakan dengan bantuan rumah layak huni pada 2017 lalu.

“Karena tahun 2017 itu kami juga bangun 8 unit rumah papan lagi, sehingga tahun 2018 kami samakan saja agar tidak ada kecemburuan sosial,” klaimnya.

Ketika ditanya soal berapa besaran dana yang dialokasikan untuk pembangunan rumah bantuan 8 unit tersebut, Kades mengaku tak ingat nilainya.

“Saya harus lihat RAB, agar bisa tahu. Jangan sampai salah. RAB tahun 2017 juga saya lupa,” sambung Batlayar.

Untuk diketahui, bahan material pembangunan  8 unit rumah papan tersebut disuplai oleh suplayer Yeremias Batlayar dan Meki Batlayar.

Anggaran 182 juta yang bersumber dari Dana Desa Adaut tahun 2018 itu telah masuk ke rekening Yeremias Batlayar pekan lalu.

Para suplier anak dan Bapak itu telah duduk bersama Pemdes untuk menghitung jumlah material.

“Pak Camat sudah panggil kita ke Kantor desa untuk bicarakan semua termasuk pemotongan harga bahan dan material. Total semua Rp150.000.000,- Sedangkan sisa Rp30.150.000,- sudah di kembalikan ke PKD untuk selanjutnya nanti mereka sendiri yang belanja,” terang Batlayar.


(dp-47)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *