Nasional

Eks Menteri : Indonesia Butuh BPH Migas Independen Sesuai UU

31
×

Eks Menteri : Indonesia Butuh BPH Migas Independen Sesuai UU

Sebarkan artikel ini

Migas Butuh Badan Independen
Foto bersama para pembicara pada FGD Tata Kelola Hulu Minyak dan Gas Bumi sebagai Lokomotif Ekonomi yang Selaras dengan Kebutuhan Industri, di kampus Universitas Diponegoro, Semarang Jumat, (4/6/2021)

Semarang, Dharapos.com
– Eks Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Purnomo Yusgiantoro menyatakan
Indonesia masih membutuhkan migas untuk memenuhi kebutuhan energi di masa
depan.

Hal ini
tertuang dalam siaran pers yang diterima dari pihak Fakultas Hukum Universitas
Diponegoro, Minggu (6/6/2021).

Purnomo
menyatakan, untuk menggiatkan investasi hulu migas, perlu dibentuk  badan khusus di luar pemerintah yang
melakukan pengaturan, pengurusan dan pengawasan terhadap implementasi kebijakan
pengelolaan migas yang dilandasi peraturan perundang-perundangan.

“Di masa
depan perlu dipastikan kontrak kerjasama dengan KKKS dilakukan oleh badan
khusus independen, bukan dengan pemerintah. Tujuannya, agar segala risiko
bisnis tidak terkena kepada negara,” terangnya dalam Forum Group Discusion(FGD)
Tata Kelola Hulu Minyak dan Gas Bumi sebagai Lokomotif Ekonomi yang Selaras
dengan Kebutuhan Industri, di kampus Universitas Diponegoro, Semarang Jumat,
(4/6/2021).

Purnomo
menuturkan, banyak kasus di masa lalu yang akhirnya membawa negara berhadapan
dengan tuntutan pengadilan karena pemerintah terlibat dalam pengelolaan
kontrak.

“Saya
mengingatkan agar kita tidak melupakan sejarah karena ia adalah guru yang baik,
yang dapat kita jadikan pelajaran untuk membuat masa depan lebih baik,” sambungnya.

Bentuk BP
MIGAS atau cikal bakal SKK Migas  yang
lahir tahun 2001 sebetulnya cukup ideal karena merupakan lembaga independen,
tidak termasuk dalam eksekutif dan bukan bagian dari BUMN yang menjalankan
bisnis migas.

“Ini baik
untuk semua pihak, termasuk Pertamina sebagai BUMN, terbukti ketika menjadi
BUMN yang setara dengan KKKS, Pertamina berkembang dan labanya naik. BP MIGAS
pun kemudian bisa mengawal industri hulu migas dengan baik, terbukti banyak
proyek yang berhasil dilahirkan, misalnya Tangguh Train 1 sampai 3, juga
pengembangan Lapangan Cepu yang kini memasok 30 persen produksi nasional,”
paparnya.

Diakui,
ketika menjadi Menteri ESDM, usaha mengawal kelahiran BP MIGAS bukan perkara
sederhana karena terjadi banyak pihak yang berkepentingan.

Proses
tarik-tarikan kepentingan terlihat masih terjadi ketika lembaga itu sudah
lahir, terbukti empat kali lembaga itu menghadapi judicial review yaitu di
tahun 2003, 2004, 2007 dan yang terakhir di tahun 2012.

“Yang
terakhir berhasil membuat BP MIGAS dibubarkan sehingga kemudian lahir SKK Migas
yang hanya didasarkan pada Kepres. Ini sebetulnya aneh karena lembaga ini sudah
berjalan selama 10 tahun dan punya prestasi. Dibubarkan oleh pihak-pihak yang
tidak ada hubungannya dengan hulu migas,” kata Purnomo.

Pembicara
lain yang tampil dalam acara itu adalah Dekan Fakultas Hukum UNDIP, Retno
Saraswati, Guru Besar Fakultas Hukum UNDIP, Joko Priyono dan Praktisi Hukum
Migas Ali Nasir.

Retno
Saraswati, pada kesempatan yang sama menyoroti langkah pemerintah yang belum
juga menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi tahun 2012 untuk membentuk
badan pengelola hulu migas baru, padahal sudah berjalan 10 tahun.

“Apa yang
menjadi putusan MK ini seharusnya sudah final. Oleh karena itu harus segera ditindaklanjuti
karena kita butuh kepastian dan kepatuhan hukum,” kata Alumni doktor hukum
Universitas diponegoro ini.

Tarik Investor

Untuk
menarik investor hulu migas, Indonesia harus bersaing dengan negara-negara lain
di dunia.

Selain harus
memiliki tata kelola yang baik, syarat lain yang dibutuhkan adalah perlunya
skema kontrak yang fleksibel namun memiliki berkepastian hukum serta perizinan
yang sederhana agar tata kelola hulu migas tidak birokratis dan efisien.

Praktisi
hukum migas, Ali Nasir mendukung pendapat Purnomo.

Menurutnya,
masalah kepastian hukum menjadi sorotan investor karena bisnis hulu migas
adalah bisnis jangka panjang. Sebelum membuat keputusan investasi, calon
investor harus bisa membuat kalkulasi keekonomian suatu kegiatan atau proyek.

Oleh karena
itu pihaknya berharap, rencana DPR dan pemerintah membahas UU Migas baru harus
memiliki tujuan untuk menarik investor.

Salah satu
yang harus diperhatikan adalah sanctity of contract di segala hal, termasuk
pada rezim pajak yang diterapkan (assume and discharge), sehingga investor bisa
mendapat kepastian.

“Satu hal
lagi, agar dipastikan perselisihan tidak masuk ke ranah pidana. Ini membuat
investor ketakutan karena terkait kepastian hukum,”kata Ali.

(dp-18)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *