Jakarta, Dharapos.com
Menyikapi persoalan pencemaran nama baik keagamaan yang diduga dilakukan salah satu anggota DPR RI asal Provinsi Maluku, Edison Betaubun, SH, MH, Forum Adat Raja Kepala Dusun se Kota Tual telah menyurati Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat (MKD) RI.
![]() |
Abdul Gani Renuat |
Kepada Dhara Pos, Kamis (25/6), Ketua Majelis Dakwah Islami Kota Tual, Abdul Gani Renuat mengungkapkan alasan mengapa sampai forum adat menyurati MKD RI.
“Karena apa yang di lontarkan Betaubun sudah menyimpang jauh ke luar dari rel aturan yang sebenarnya sehingga untuk itu, kami bersepakat menyurati Ketua MKD RI,” ungkapnya.
Di dalam surat bernomor: 05/8/FAKT/VI/2015 tertanggal 20 Mei 2015, dengan perihal meminta ketegasan MKD RI terkait sikap yang telah ditunjukkan salah satunya anggota DPR RI dari partai Golkar tersebut.
“Tujuan kami dalam surat ini pada intinya ingin menyampaikan beberapa hal penting termasuk mengutip buku Peraturan DPR RI No 1 Tahun 2015 tentang Kode Etik DPR RI dalam kasus pencemaran atau penistaan Agama yang di lakukan oleh salah satu oknum anggota DPR RI atas nama Edison Betaubun SH, MH, asal partai Golkar,” urai Renuat
Dalam penyerahan surat tersebut turut dilampirkan bukti rekaman pernyataan Betaubun yang juga telah di perkuat dengan sejumlah saksi, serta laporan ke MKD.
“Untuk itu, melalui kesempatan ini, kami meminta ketegasan dari Ketua yang mulia beserta anggota MKD RI agar segera menindak yang bersangkutan dengan memberikan sanksi tegas berupa pemberhentian sebagai anggota DPR RI sesuai dengan kesalahan yang telah dilakukannya,” tegasnya.
Karena, menurut Renuat, dilihat dari tindakan yang bersangkutan terlepas dari menghina ajaran agama Islam, juga telah menghina institusi sendiri dengan tidak mematuhi aturan no. 1 Tahun 2015 tentang Kode Etik DPR RI yang telah di rancang oleh DPR RI.
Yang mana tertuang dalam Bab 1 pasal 1 angkat 5 yaitu mitra kerja DPR adalah pihak baik pemerintah, perseorangan, kelompok organisasi, maupun badan swasta sehingga sudah jelas-jelas Betaubun melanggar aturan tersebut karena Walikota Tual adalah Pemerintah.
Demikian pula sebagai perseorangan yang mendapat tekanan politik dan hinaan dari Betaubun (H.3) sebagaimana dalam Bab 2 angkat 1 yang tertulis anggota DPR dalam tiap tindakannya harus mengutamakan kepentingan bangsa dan Negara dari pada kepentingan pribadi, seseorang dan golongan.
Ditegaskan Renuat, dalam poin ini jelas-jelas Betaubun saat Reses pada tanggal 7 Maret 2015 di desa Mashur telah melakukan penghinaan terhadap Hi. MM Tamher yang di lanjutkan dengan penghinaan atau merubah kalimat Hi Mabrur menjadi Hi Mubrar sedangkan di dalam kiprahnya sebagai anggota DPR RI yang sudah menjalani dua periode, dimana telah meruap akumulasi suara dari kota Tual sehingga bisa terpilih kembali menjadi anggota DPR RI.
“Namun apa manfaat yang di berikan Betaubun bagi masyarakat kota Tual, ibarat tong kosong bunyi nyaring,” kecamnya.
Dan juga diakui Renuat, selama ini dirinya melihat Betaubun tidak pernah berkunjung ke kota Tual.
“Kan tidak pernah, jadi wajar kalau ada pernyataan Betaubun saat melakukan Reses beberapa waktu lalu dengan menggunakan uang Negara yang begitu besar ke Maluku Tenggara hanya untuk menghujat lawan politik, dengan melakukan penelitian atau survei terhadap kemabruran seorang Hi. MM Tamher serta melakukan pengintaian terhadap gerak-gerak sholat Hi. MM Tamher,” kecamnya.
Renuat mempertanyakan, apakah ada aturan anggota DPR yang melakukan Reses sekaligus melakukan penelitian dan menvonis tentang ibadah seseorang?
Bahwa dalam Bab 2 pasal 2 angka 4, menyatakan bahwa anggota DPR harus selalu menjaga harkat dan martabat kehormatan, citra dan kredibilitas dalam menjalankan fungsi, tugas dan wewenang serta dalam menjalankan kebebasannya menggunakan hak berekspresi, beragama berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pikiran dan lisan dan tulisan.
(H.5) 3 Pasal 3 angka 1, tertulis anggota harus menghindari perilaku yang tidak pantas dan tidak patut yang merendahkan citra dan kehormatan DPR, baik di gedung DPR maupun juga di luar Gedung DPR.
“Itu menurut pandangan etika dan norma yang berlaku dalam masyarakat, dan poin ini sudah jelas mencerca setiap anggota DPR yang melakukan tindakan tidak terpuji di dalam masyarakat dengan menunjukkan organisasi seakan-akan yang bersangkutan bisa mengatur aparat Hukum untuk mengikuti kemauannya pribadinya sebagaimana terdengar dengan jelas suara Betaubun dalam rekaman CD.
Pada (H.5) 4 pasal 6 angkat 5 tertulis anggota di larang menggunakan jabatannya untuk mempengaruhi proses peradilan yang di tunjukan untuk kepentingan pribadi atau pihak lain.
“Dan poin ini sangat penting untuk kita bersama melakukan penekanan terhadap persoalan yang sedang disidangkan di MKD karena ketua dan para anggota sudah mendengar pidato atau ceramah yang di sampaikan Betaubun bahwa dalam kasus Dana Asuransi pada tahun 2003 yang melibatkan 35 anggota DPRD Maluku Tenggara dirinya yang menekan pihak Kejagung RI sambil marah-marah Jaksa Agung, dan tujuan Betaubun adalah untuk memasukan Wali kota Tual, Drs. Hi. MM Tamher masuk bui (penjara),” sambung Renuat.
Untuk itu, kembali tegas Renuat, patut di pertanyakan bagaimana sikap MKD RI sesuai UU No. 1 dan 2 Tahun 2015 tentang Kode Etik DPR .
Terhadap poin (H.8) 5 pasal 9 angka 1 bahwa anggota harus memahami dan menjaga kemajemukan yang terdapat dalam masyarakat, baik berdasar suku, agama, ras, jenis, kelamin, golongan kondisi fisik, umur, status sosial, status ekonomi maupun pihak politik. (H.9)
(dp-20)