![]() |
Dr. Nono Sampono, M.Si |
Tual, Dharapos.com
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Dr. Nono Sampono, M.Si melaksanakan kunjungan kerja ke dua daerah di Kepulauan Kei masing Kota Tual dan Kabupaten Maluku Tenggara, Senin (10/7).
Setibanya tiba di Bandara Ibra, Kabupaten Malra, tepat pukul 14.20 WIT, Sampono langsung disambut Wali Kota Tual yang dalam hal ini diwakili Asisten II Setda Kota Tual, perwakilan Pemkab Malra serta perwakilan Kapolres, Dandim, Danlanal dan Danlanud Dumatubun Langgur.
Dari bandara rombongan langsung menuju Kota Tual guna melangsungkan pertemuan bertempat di aula Kantor Wali Kota setempat.
Dalam pertemuan yang turut di hadiri Wali Kota Tual, Adam Rahayaan, S.Ag, M.Si, Senator berdarah Maluku ini menyoroti sejumlah persoalan diantaranya terkait penguatan kelembagaan dalam hal ini yang berkaitan dengan stratifikasi..
Pasalnya, aturan yang berkaitan dengan stratifikasi dalam pelaksanaannya banyak menyimpang dari ketentuan.
“Saya bersama Oesman Sapta dan Bu Darmayanti Lubis, kami sebagai bagian dari penguatan kelembagaan, kami harus menjelaskan kepada Pemerintahan di kedua daerah ini bagaimana sebenarnya aturan yang berkaitan dengan strata,” jelasnya.
Hal ini perlu dijelaskan karena dinilainya sangat penting apalagi berkaitan erat dengan aturan negara.
Sampono kemudian merincikan secara garis besar stratifikasi yang diatur sesuai UU mulai dari urutan teratas yaitu Presiden, Wakil Presiden kemudian terus berlanjut ke bawah.
“Nah, Presiden dengan pimpinan lembaga MPR, DPR, DPD itu dalam satu kotak stratanya, begitu pula dengan wakilnya juga sama. Wakil Presiden dan wakil-wakil dalam satu kotak,” rincinya.
Kemudian, ada lembaga lain seperti misalnya lembaga Mahkamah Agung, dan lembaga lainnya seperti Mahkamah Konstitusi pada strata berikutnya.
“Selanjutnya, di bawahnya baru Menteri-menteri, Panglima TNI dan Kapolri, serta Gubernur dan kepala daerah di tingkat bawah seperti Wali Kota dan Bupati, itulah strata yang benar,” lanjut Sampono.
Dalam hal ini, Menteri berada satu kotak strata dengan anggota DPR, DPD dan Duta Besar.
“Kenapa saya harus sampaikan karena ini penting untuk teman-teman dari protokol. Bukan kami ini gila hormat tapi ini aturan yang di buat oleh negara melalui UU. Sehingga, siapa pun juga harus patuh dan tidak bisa membuat aturan tersendiri di luar UU itu karena yang membuat UU itu rakyat sendiri melalui DPR dengan Pemerintah,” bebernya.
Secara khusus, Anggota DPD RI adalah orang daerah hanya saja mereka di berikan secara terhormat kedudukannya berada pada sistem tata negara nasional sehingga berada di sana.
Selain di daerah juga ada sendiri, dalam hal ini, Gubernur dengan jajarannya juga berikutnya ada DPRD Provinsi dan seterusnya sampai dengan Bupati dan Wali Kota dan Inilah stratifikasi yang benar.
Berbeda bila anggota DPD tersebut dalam urusan tugas individu atau perorangan sebagai anggota sedang turun ke bawah maka itu hal biasa.
Namun, diakuinya, saat ini banyak pemahaman yang sudah menyimpang dari aturan.
“Jadi, kalau ada orang daerah yang tidak menghormati wakilnya, itu persoalan. Apalagi secara kelembagaan sudah diatur oleh UU. Karena manakala Anggota DPD tersebut resmi di undang, ya harus berlaku aturan resmi itu. Sebagaimana sistem Trias Politika yang dianut Indonesia. Nah, ini yang juga harus saya sampaikan dalam kesempatan ini,” tandasnya.
Pada kesempatan tersebut, Mantan Danjen Marinir ini juga menyinggung soal UU Provinsi Kepulauan, Lumbung Ikan Nasional (LIN), Daerah Otonomi Baru dan Blok Masela.
Terkait UU Provinsi Kepulauan yang sebelumnya disponsori mantan Ketua Komisi II DPR RI Alexander Litaay yang kini telah tiada, diakuinya hingga saat ini masih merupakan wacana.
“Kebetulan almarhum bung Alex Litaay yang saat itu menjabat sebagai Ketua Komisi II DPR RI, dialah yang berjuang melalui Partai Demokrasi Indonesia, berinisiatif untuk hal itu diangkat jadi UU,” kisahnya.
Sayangnya, perjuangan tersebut tidak sampai di Prolegnas, masih sebatas wacana, karena banyak yang menentang.
“Termasuk yang paling menentang adalah Pemerintah Pusat karena menyangkut anggaran. Dengan alasan, konsekuensinya anggaran akan bertambah padahal itu juga menjadi kebutuhan,” tukasnya.
(dp-20)