![]() |
Yohanis Bosco Malindir |
Saumlaki, Dharapos.com
Pemerintah Pusat hingga saat ini belum mengeluarkan keputusan tentang Plant Of Development (POD) atau
Rencana Pengembangan Lapangan Gas Abadi Bok Masela.
Namun seiring perkembangan, masyarakat lebih memilih untuk dilakukan secara on shore atau pembangunan kilang di darat, dan bukan pembangunan kilang di laut (Off Shore) dengan metode Floating Liquefied Natural Gas (FLNG).
Dengan mempertimbangkan berbagai aspek yang dapat menguntungkan masyarakat di Provinsi Maluku, khususnya masyarakat di Maluku Tenggara Barat atau di Kepulauan Tanimbar, maka Pengurus Daerah
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tanimbar belum lama ini, telah mengajukan surat permohonan ke Presiden untuk Pengembangan Lapangan Gas Abadi Blok Masela ditetapkan nantinya di darat, yakni tepatnya di kepulauan Tanimbar.
Ketua Badan Pekerja Harian (BPH) AMAN Daerah Tanimbar, Yohanis Bosco Malindir kepada Dhara Pos melalui sambungan telpon selularnya Rabu (24/2) mengatakan masyarakat adat di kepulauan Tanimbar yang telah bergabung dalam AMAN Tanimbar pada prinsipnya menerima kehadiran Inpex Masela yang telah ditetapkan oleh pemerintah untuk mengembangkan lapangan gas abadi blok Masela, hanya saja perlu memperhatikan sejumlh hal yang menjadi keinginan masyarakat.
Dalam hal pengambilan keputusan terkait dengan Penetapan PoD Blok Masela oleh Pemerintah Pusat, AMAN Tanimbar mendesak agar suara masyarakat adat perlu didengar dan disetujui oleh Presiden.
“Kami sudah menyurati Presiden terkait hal ini. pada prinsipnya kami mendesak Pemda MTB, Pemprov Maluku dan Pemerintah Pusat untu selalu melibatkan masyarakat adat dalam setiap pengambilan keputusan. Kami juga menolak dengan tegas, setiap kebijakan dan implementasi kebijakan yang merugikan masyarakat adat maupun lingkungan masyarakat adat,” tuturnya.
Sementara untuk terkait polemik on shore dan off shore, AMAN lebih memilih agar pembangunan kilang dilakukan di darat , dan bukan pembangunan kilang di laut dengan metode FLNG, sebagaimana silang pendapat antara beberapa kementrian terkait.
Alasan utama menurut Malindir adalah jika pembangunan kilang didarat maka sudah pasti membuka peluang kerja dan usaha bagi masyarakat adat, dan bukan tidak mungkin terjadi kemajuan ekonomi yang sangat pesat di Maluku, khususnya di Maluku Tengara Barat dan Maluku Barat Daya.
“Kesejahteraan masyarakat adat itu harga mati bagi kami AMAN, dengan demikian bagi kami tidak ada kata tawar-menawar karena sikap final kami adalah pembangunan kilang harus di darat,” tegasnya.
Selain itu, AMAN menilai bahwa jika nantinya Pemerintah menetapkan PoD Blok Masela yang dibangun di laut atau lepas pantai maka dikhawatirkan terjadi pencemaran atau pengrusakan biota laut pada saatnya nanti, olehkarena bencana yang tak dapat diduga.
Untuk diketahui, dalam kunjungan kerjanya di Saumlaki belum lama ini, Menteri ESDM Sudirman Said mengatakan bahwa tidak lama lagi, Pempus akan menetapkan PoD Blok Masela, dan terkait polemik soal on shore vs off shore, Sudirman Said menghimbau agar masyarakat sebaiknya tidak terlibat dalam polemic yakni beradu argument soal on shore atau off shore, melainkan lebih mempersiapkan diri menyambut beroperasinya Blok Masela.
Pasca pertemuan antara Presiden dengan Pemerintah Provinsi Maluku dan Kementrian terkait (1/2) di Istana Negara Jakarta, kini masyarakat akhirnya gembira menyambut keputusan pemerintah pusat. Menko Kemaritiman,Rizal Ramly beberapa hari kemarin akhirnya mengumumkan bahwa Pengembangan Lapangan Abadi Blok Masela akan dilaksanakan secara On Shore atau didarat.
Dikutip dari CNN Indonesia (22/2) kemarin, Setelah melalui berbagai silang pendapat, Menteri Koordinator Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli menyatakan pemerintah Indonesia akan mengembangkan lapangan abadi blok Masela dengan skenario pembangunan kilang LNG di darat (on shore) karena potensi pendapatan hingga US$6,5 miliar per tahun.
Rizal Ramli mengatakan keputusan itu diambil setelah dilakukan pembahasan secara menyeluruh dan hati-hati, dengan memperhatikan masukan dari banyak pihak.
“Pertimbangannya, pemerintah sangat memperhatikan multiplier effects serta percepatan pembangunan ekonomi Maluku khususnya, dan Indonesia Timur pada umumnya,” ujarnya seperti dikutip media ini.
Ia mengaku dalam berbagai kesempatan Presiden Joko Widodo selalu menegaskan pemanfaatan ladang gas abadi Masela tidak sekadar sebagai penghasil devisa, tetapi juga harus menjadi motor percepatan pembangunan ekonomi Maluku dan Indonesia Timur.
Berdasarkan kajian Kemenko Maritim dan Sumber Daya, biaya pembagunan kilang darat ( onshore ) sekitar US$16 miliar. Sedangkan jika dibangun kilang apung di laut ( offshore), biayanya mencapai US$22 miliar.
Dengan demikian, kilang di darat US$6 miliar lebih murah dibandingkan dengan kilang di laut.
Menurut Rizal yang juga Menteri Keuangan di era Presiden Abdurrahman Wahid, jika pembangunan kilang dilaksanakan di laut, maka Indonesia hanya akan menerima pemasukan US$2,52 miliar per tahun dari penjualan LNG. Angka itu pun diperoleh dengan asumsi harga minyak US$60 per barel.
Sebaliknya dengan membangun kilang di darat, gas LNG itu sebagian bisa dimanfaatkan untuk industri pupuk dan petrokimia. Dengan cara ini, negara bisa memperoleh revenue mencapai US$6,5 miliar per tahun.
Hal itu menurutnya yang menjelaskan mengapa Presiden menginginkan pembangunan kilang Masela di darat. Presiden menurut Ramly, sangat memperhatikan manfaatnya dan multiplier effect-nya yang jauh lebih besar dibandingkan jika kilang dibangun di laut.
“Dengan pembangunan kilang di darat, akan lahir industry pupuk dan petrokimia. Kita bisa mengembangkan kota Balikpapan baru di Selaru yang berjarak 90 km dari Blok Masela,” ungkap Rizal Ramli.
Apalagi, menurutnya banyak tokoh-tokoh masyarakarat dan rakyat Maluku yang menginginkan agar kilang Masela dibangun di darat untuk mempercepat pembangunan Maluku. Dukungan yang sama yang juga diberikan oleh Ketua MPR, DPD dan anggota BPK.
(dp-18)