Daerah

Masyarakat MTB Keluhkan Kekeringan Air dan Ancaman Gagal Panen

36
×

Masyarakat MTB Keluhkan Kekeringan Air dan Ancaman Gagal Panen

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi kekeringan mulai
Ilustrasi kekeringan

Saumlaki,  Dharapos.com
Musim kemarau sudah berganti dan perlahan menjadi musim hujan di penghujung tahun 2015 lalu dimana hal ini menjadi titik balik dari musim hujan yang sudah sekian lama lenyap.

Namun ternyata,musim hujan yang biasanya terjadi secara terus-menerus hingga bulan Januari ini, kini hanya menjadi harapan yang seakan pupus.

Berbulan-bulan kekeringan merata di seluruh Indonesia, menunggu hujan bagaikan angan yang jauh dari kenyataan. Panas terik terus mendominasi, awan hujan nampak enggan untuk menutupi langit.

Setidaknya para petani saat ini  sudah berlomba-lomba membersihkan ladang atau kebunnya dari rerumputan karena menghimpit tanaman, namun ternyata terbalik, para petani hingga kini masih berharap turunnya hujan sehingga bisa menanam benih yang telah disiapkan.

Di Kabupaten Maluku Tenggara Barat, hingga pertengahan Januari ini, masyarakat masih mengeluh soal krisis air bersih, akibat musim kemarau yang terus melanda daerah tersebut.

Primus Takndare, warga desa Arui Das di kecamatan Wertamrian, misalnya berceritera bahwa salah satu bencana terhebat selama ini di desa Arui Das dan saat ini dirasakan warga setempat adalah bencana kekeringan air.

“Semua sumber air di kampung (Arui Das-red)sampai sekarang masih kering. Katong ambe air bersih dari Asroy, yang jaraknya 2 KM dari kampung. Walaupun jauh, tapi kalau kesana masih harus antri lagi karena kalau banyak orang ambe air berarti kering. Sungai-sungai yang biasanya katong mandi dan cuci pakaian juga pada kering. Hanya ada genangan air yang seng mengalir dan akibatnya sudah busuk karena terendam kotoran,” ceritanya.

Lebih memprihatinkan lagi, yakni disaat masyarakatnya membutuhkan air bersih untuk keperluan masak, mereka harus menempuh perjalanan ke desa tetangga yakni di desa Arui Bab untuk mengambil air bersih.

Kekurangan air untuk manusia saja sudah dialami warga desa, apalagi dengan tanamannya di kebun yang sudah ditanam pada akhir tahun kemarin namun akhirnya layu dan terancam gagal panen di tahun ini.

Masyarakat di desanya hanya berpasrah dan berdoa meminta campur tangan Tuhan atas musibah ini.

“Tahun ini pasti katong kelaparan lagi karena jagung, padi deng ubi maupun kombili yang katong tanam semua pada layu karena panas. Mudah-mudahan Tuhan sayang katong la hujan bisa turun secepatnya biar semua tanaman bisa tumbuh kembali,” harapnya.

Krisis air bersih di desa Arui Das ini, nyatanya pula menjadi realitas pahit yang tengah dihadapi warga masyarakat di Kepulauan Tanimbar saat ini. Menanti hujan turun adalah merupakan bagian dari doa terpenting umat manusia saat ini, akibat kekeringan yang masih melanda.

Seperti diketahui, sejak Maret lalu, hujan sudah sangat langka di Indonesia. Kini masuk ke bulan November, perlahan efek dari kemarau panjang yang dipicu oleh El Nino mulai melemah.

Kemarau terburuk dan terpanjang di Indonesia tahun 2015 lalu memang kenyataannya disebabkan oleh anomali cuaca yang dikenal sebagai El Nino.

Akibat anomali cuaca ini, musim kemarau tahun 2015 menghantam Indonesia lebih lama dari biasanya, lebih parah dari tahun-tahun lalu. Namun ketika musim hujan sudah mulai datang silih berganti, apakah fenomena El Nino sudah lenyap betul dari cuaca di Indonesia? Nyatanya adalah tidak.

Dikutip dari sejumlah sumber berita, kesimpulan ini disampaikan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) beberapa waktu lalu.

Menurut BMKG, beberapa daerah di Indonesia masih akan tetap terjadi kekeringan hingga  awal tahun 2016 ini. Walaupun hujan sudah nampak, daerah di Indonesia yang terdampak kekeringan panjang masih akan terus dilanda kekeringan.

Mengapa  demikian?  Prediksi BMKG, fenomena El Nino yang menghantam Asia termasuk Indonesia di tahun 2015 lalu menjadi yang paling kuat sepanjang sejarah. El Nino bergulir sangat lama dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

El Nino adalah salah satu bentuk penyimpangan iklim yang terjadi di Samudra Pasifik yakni di pantai barat Ekuador dan Peru.

Penyimpangan itu mengakibatkan perubahan pola angin serta curah hujan. Tandanya adalah kenaikan suhu permukaan laut di daerah khatulistiwa bagian tengah dan timur membawa dampak udara kering dan panas. Sejak tahun 1950, setidaknya sudah terjadi 22 kali El Nino di dunia.

Dampak El Nino paling terbesar terjadi pada 1982-1983 dan 1997-1998. Saat itu El Nino membuat sebagian belahan bumi kekeringan panjang, dan sebagian yang lain justru mengalami musim hujan yang panjang.

Dampak global El Nino membuat sebagian wilayah Benua Asia seperti Indonesia dan sebagian wilayah Benua Australia akan mengalami kemarau panjang. Sedangkan sebaliknya, Benua Amerika terutama bagian utara mengalami musim hujan cukup panjang.

Untuk wilayah Indonesia, fenomena El Nino menyebabkan curah hujan di sebagian wilayah tanah air berkurang. Tingkat berkurangnya curah hujan ini sangat tergantung dari intensitas El Nino tersebut.

Saat curah hujan berkurang, kekeringan pun datang. Sungai-sungai akan surut airnya, sedangkan pepohonan akan mulai meranggas.

Meski demikian, ada harapan kita yang bisa terjawab. Pantauan terakhir  BMKG, peralihan dari kondisi El Nino ke kondisi netral memang sudah mulai nampak. Tanda yang paling kelihatan adalah adanya pergerakan suhu muka laut yang hangat ke wilayah Pasifik Barat.

Demikian pula dengan suhu muka laut yang hangat di atas perairan Indonesia telah memasuki bagian utara Indonesia, yaitu di Selat Karimata, Selat Makassar, dan perairan Maluku bagian utara. Hal ini meningkatkan pasokan uap air di wilayah Indonesia.

Namun secara keseluruhan, musim hujan diprediksi baru akan merata setelah berakhirnya semua fase El Nino, dimana perkiraan terdekat El Nino masih akan terus melanda Indonesia hingga bulan April 2016.


(dp-18)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *