Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku diminta segera menuntaskan kasus dugaan korupsi Uang Untuk Dipertanggung Jawabkan (UUDP) milik Pemerintah Provinsi Maluku senilai kurang lebih Rp.5 miliar.
Pasalnya, pasca putusan Mahkamah Agung (MA) yang telah menjatuhkan vonis penjara selama 5 tahun atas terdakwa Lodwiek Bremer maka sudah bisa dipastikan, masih terdapat tersangka lain dalam kasus tersebut.
Hal ini ditegaskan Ketua Divisi Hukum Forum Maluku Anti Korupsi (FMAK), Leonard Supusepa, SH kepada koran ini, Selasa (3/6) di Ambon.
“Pasca putusan MA yang menyatakan Lodwiek Bremer terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi, menunjukkan bahwa ada pelaku lain. Ini terlihat ketika dalam putusannya, MA tidak menyertakan hukuman uang pengganti kepada Bremer. Hal ini menunjukkan, yang bersangkutan tidak menikmati uang tersebut namun ada orang lain yang menikmatinya,“ tegasnya sembari menambahkan Bremer hanya sebagai pelaksana saja.
Atas fakta tersebut, Supusepa meminta Kejaksaan Tinggi Maluku untuk tidak mendiamkan kasus tersebut lantaran aktor utama dalam kasus ini masih berkeliaran bebas.
Sebagaimana yang diberitakan beberapa koran harian lokal sebelumnya, Lodwiek Bremer diajukan Jaksa Penuntut Umum ke Pengadilan Tipikor Ambon lantaran diduga melakukan tindak pidana korupsi UUDP Provinsi Maluku senilai kurang lebih Rp.5 miliar.
Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Ambon, Bremer divonis bebas oleh majelis hakim. Atas putusan tersebut, Jaksa Penuntut Umum kemudian melakukan perlawanan dengan mengajukan kasasi ke MA. Dan akhirnya MA meluluskan permohonan banding JPU dan menjatuhkan vonis bersalah kepada Bremer dengan hukuman penjara selama 5 tahun dan denda sebesar Rp.300 juta subsider 6 bulan penjara.
Untuk diketahui, awalnya dalam kasus UUDP Promal ini, penyidik dari Kejaksaan Negeri Ambon telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus tersebut yakni Lodwiek Bremer yang saat itu menjabat selaku
Bendahara pada Bagian Keuangan Pemprov Maluku, Rafia Ambon alias Nona Ambon yang menjabat selaku Kabag Keuangan Pemprov Maluku dan almarhum Julianus Titta yang saat itu menjabat selaku Kabag Anggaran Pemprov Maluku.
Bahkan, Kejari Ambon yang saat itu dipimpin Daniel Palapia SH, telah menjadwalkan pemeriksaan terhadap Said Assagaf yang saat kejadian tersebut terjadi menjabat selaku Sekretaris Daerah Provinsi Maluku. Namun niat Kejari Ambon dihadang dengan aksi demo yang dilakukan oleh salah satu organisasi kepemudaan, diduga kuat aksi demo ini dikoordinir oleh RA, yang kini menjabat selaku anggota DPRD Kota Ambon.
Lantaran aksi demo tersebut, kasus ini sempat mandeg di Kejari Ambon selama kurang lebih 3 tahun.
Belakangan hanya Lodwiek Bremer yang diajukan sebagai tersangka dan disidangkan di Pengadilan Tipikor Ambon.
Awalnya, penyidik Kejari Ambon menetapkan adanya kerugian negara dalam kasus UUDP ini senilai Rp.15 Miliar, namun sesuai hasil audit kerugian negara turun menjadi kurang lebih Rp.5 miliar.
Pencairan dana UUDP ini terjadi diduga lantaran adanya kongkalikong antara eksekutif dan legislatif Provinsi Maluku dalam hal ini mantan Sekda Maluku, Said Assagaf dan mantan Ketua DPRD Maluku yang saat ini menjabat Walikota Ambon, Richard Louhenapessy.
Dana UUDP tersebut dicairkan dan dibagi-bagikan kepada beberapa petinggi di lingkup Pemerintah provinsi Maluku dan jajaran pimpinan dan anggota DPRD Provinsi Maluku. (arc)