![]() |
Kepala Kejaksaan Negeri Saumlaki, Frenkie Son Latu |
Saumlaki, Dharapos.com
Kepala Kejaksaan Negeri Saumlaki, Frenkie Son Latu menyatakan kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur di Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB) semenjak 2016 hingga Oktober 2017 terus meningkat.
Tingginya kasus ini terjadi secara menyeluruh di kota dan desa-desa se-kabupaten itu, bahkan para pelakunya didominasi oleh oknum anggota Polisi, Pegawai Negeri Sipil, Guru dan sesama teman.
“Berdasarkan data yang ada di Kejaksaan Negeri Saumlaki, Kabupaten ini mengalami peningkatan kasus pelecehan seksual terhadap anak dibawah umur. Tahun 2016 itu Surat Pemberitahuan
Dimulainya Penyidikan (SPDP, red) dalam tahapan penuntutan dan eksekusi itu ada 24 perkara,” terang Frenkie di Saumlaki, Selasa (24/10).
Lonjakan kasus itu terus meningkat di 2017 yakni sejak Januari hingga Oktober ini, telah terjadi 34 kasus atau naik 10 kasus.
Yakni terdiri dari 14 perkara telah memasuki tahapan tuntutan, 20 perkara dalam tahap pra penuntutan atau berkasnya sementara dikirim oleh Polisi ke Kejaksaan untuk dipelajari syarat materiil maupun formilnya.
Berkaitan dengan kasus tindak pidana pelecehan terhadap anak atau anak sebagai korban tindak pidana seksualitas yang diatur dalam UU 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak maka Kejaksaan telah melakukan berbagai langkah untuk menekan semakin tingginya kasus tersebut.
Diantaranya dengan cara mengajukan tuntutan lebih tinggi kepada para pelaku, dan terus melakukan edukasi bagi para remaja di sekolah-sekolah.
“Tuntutan-tuntutan yang kita ajukan untuk perkara-perkara perlindungan anak itu tidak pernah kurang dari enam tahun karena kita tuntut itu di atas delapan sampai lima belas tahun sekalipun dalam UU mengatur bahwa ancaman minimal itu lima tahun. Soal vonis itu kisaran minimal 5 tahun atau pada umumnya tidak jauh dari tuntutan yang kita ajukan,” urainya.
Frenkie menyatakan bahwa modus pelecehan seksual terhadap anak di bawah 18 tahun itu beragam seperti minimnya pemahaman terhadap UU No. 35 Tahun 2014, kurangnya perhatian orang tua serta lingkungan pergaulan yang menjadi penyebabnya.
“Mereka pikir kalau pacaran, suka sama suka atau melakukan hubungan seks itu biasa-biasa saja tetapi semestinya memahami UU itu. Jangankan melakukan hubungan badan, memegang alat kelamin, payudara atau mencium bibir dari anak di bawah umur 18 tahun saja merupakan ancaman pelecehan dan ancaman penjara itu minimalnya itu lima tahun,” bebernya.
Terhadap kondisi yang terus memprihatinkan ini maka Frenkie menghimbau kepada Pemda Kabupaten MTB dalam hal ini Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) serta Kepolisian dan elemen terkait untuk bersinergi dalam memerangi kejahatan terhadap anak yang terus meningkat saat ini.
Menurutnya, faktor-faktor penyebabnya adalah subjektivitas pelaku namun mestinya ada unsur objektif yang harus dilihat secara jeli oleh Pemkab melalui SKPD teknis.
“Untuk itu, perlu ada kerjasama antara Pemkab dengan Kepolisian dan Kejaksaan. Seharusnya kami semua menyatukan persepsi dan melakukan sosialisasi yang rutin baik itu langsung ke masyarakat, maupun ke sekolah,” imbuh Frenkie.
Dia berjanji akan terus melakukan sosialisasi baik secara langsung maupun dengan menggunakan media radio.
(dp-18)