![]() |
Gubernur Maluku, Wakil Ketua KPK RI, Inspektur IV Kemendagri RI Bachtiar Sinaga serta Deputi Bidang
Pengawasan Penyelenggaraan Keuangan Daerah BPKP RI Gatot Darmasto sesaat sebelum konferensi pers |
Ambon, Dharapos.com
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku sangat mengapresiasi kegiatan pemberantasan korupsi terintegrasi sekaligus berharap menjadi daerah yang bebas korupsi.
Demikian pernyataan Gubernur Ir. Said Assagaff saat menggelar konferensi pers usai Rapat Koordinasi (Rakor) Program Pemberantasan Korupsi Terintegrasi di Provinsi Maluku yang digelar Komisi Pemberantasan Korupsi RI bertempat di Lantai VII kantor Gubernur setempat, Selasa (30/1).
“Saya berharap ini menjadi lompatan bagi kita ke depan untuk menjadikan Maluku daerah bebas korupsi dan harus ada tanda atau kesan yang dimulai pada hari ini,” harapnya.
Gubernur pun berharap tidak ada ASN di Provinsi Maluku yang terkena operasi tangkap tangan (OTT) seperti yang terjadi di daerah lainnya.
Sementara itu, pengaduan masyarakat Maluku yang masuk ke KPK berjumlah 38 laporan.
“Dari laporan itu rata-rata tidak berhubungan dengan tindak pidana, intinya laporan masyarakat ke KPK itu macam-macam,” ungkap Wakil Ketua KPK RI, Basaria Panjaitan pada kesempatan yang sama.
Menurutnya secara garis besar laporan yang masuk ke KPK, belum ada yang masuk pada tingkat pidana korupsi.
“Itu sebabnya sampai hari ini kita belum melakukannya sampai ke ranah korupsi,” sambung Basaria seraya menambahkan pihaknya telah melakukan penyaringan terhadap laporan yang masuk namun dikarenakan tidak semuanya pidana korupsi.
“Dan jika laporan itu belum mengarah ke tindak pidana korupsi, biasanya diberikan kepada inspektorat sebagai Aparatur Pengawasan Internal Pemerintah (APIP, red) untuk melakukan pembenahan,” lanjut dia.
Jelas Basaria, penanganan korupsi bukan hanya tugas KPK tetapi juga aparatur hukum lainnya.
“Yang menangani korupsi bukan hanya KPK saja, bisa ditangani Kepolisian maupun Kejaksaan,” jelasnya.
Terkait kasus korupsi yang ditangani KPK, telah diatur dalam Pasal 11 UU Nomor 28 Tahun 1999 itu antara lain mencakup ada tiga hal yaitu personnya itu sebagai mana diatur dalam Pasal 2 UU 28 tahun 1999 tentang KKN.
“Jadi eselon duaI ke atas ditangani KPK dan untuk nilainya lebih dari Rp1 Miliar atau menjadi pusat perhatian masyarakat,” tandasnya.
Sementara, penegak hukum lainnya seperti Kepolisian dan Kejaksaan menangani kasus yang nilainya tidak sama dengan yang ditangani KPK.
Oleh karena itu, laporan yang masuk ke KPK tidak semuanya ditangani tetapi harus di lihat dulu.
“Kalau itu bukan wewenang dari KPK maka kita akan kirimkan ke penegak hukum lainnya,” tukasnya.
(dp-19)