Nasional

Presiden SBY Diminta Turun Tangan Atasi Konflik Porto-Haria

81
×

Presiden SBY Diminta Turun Tangan Atasi Konflik Porto-Haria

Sebarkan artikel ini

Ambon, 

konflik porto haria n sby
Presiden SBY dan Peta Porto – Haria

Konflik berkepanjangan antara dua desa di Kabupaten Maluku Tengah (Malteng), Provinsi Maluku, Porto dan Haria yang masih berlangsung hingga saat ini ternyata tidak ditangani dengan serius.
Pasalnya, pasca pertemuan yang dilakukan Pemerintah Daerah (Pemda) Maluku, Pemerintah Kabupaten Malteng, tim mediasi Porto-Haria yang diketuai Danrem 151 Binaya maupun perwakilan dari kedua desa, yang dilaksanakan di Hotel Grand Soya, Kota Ambon, beberapa waktu lalu, dan menghasilkan sembilan poin kesepakatan damai, namun pada kenyataannya belum ada satu pun butir yang ditindaklanjuti.
Hal ini ditegaskan salah satu Tokoh Masyarakat Haria, Pdt. Oni Latupeirissa, kepada Dhara Pos.com melalui telepon selularnya saat dihubungi, Sabtu (27/7).
“Saya turut hadir selaku pembicara sehingga usai pertemuan, kami dari Pemerintah Negeri Haria langsung mempersiapkan segala sesuatunya guna  mendukung pelaksanaan sembilan kesepakatan damai yang sudah dibuat. Tapi pada kenyataannya, tidak ada satupun ditindaklanjuti oleh mereka (Pemerintah),” sesalnya.
Buktinya, beber Latupeirisssa, dalam butir kesepakatan tersebut yang salah satunya disepakati untuk mendirikan posko keamanan yang akan ditempatkan di perbatasan kedua desa tapi pada kenyataannya sampai sekarang posko tidak pernah ada.
“Malah yang terjadi sebaliknya, tiga hari setelah pertemuan di Hotel Grand Soya yaitu tepatnya hari Jumat (19/7) konflik kembali pecah dan sudah berlangsung satu minggu ini. Bom meledak dimana-mana dan bunyi senjata berlangsung terus-menerus sampai sekarang sementara aparat  keamanan baik TNI maupun Polri tidak tampak sama sekali. Ini jelas-jelas membuktikan bahwa Pemda memang tidak serius terhadap masalah Porto – Haria ini,” tegas Latupeirissa yang sehari-harinya melayani umat sebagai Gembala jemaat di Gereja Elim Tabernakel Jemaat Haria.
Perlu diketahui, saat sedang berkomunikasi dengan Pdt Latupeirissa melalui telepon selulernya, Sabtu (27/7), kru Dhara Pos.com juga sempat mendengarkan bunyi rentetan senjata otomatis maupun beberapa kali bunyi ledakan bom.
Lebih lanjut, terkait kondisi ini, Latuperissa mempertanyakan komitmen dan keseriusan Pemda menuntaskan masalah tersebut. Ia menilai, untuk apa membuat rapat atau pertemuan, keluar uang yang banyak, namun pemerintah sendiri sudah tidak jujur dalam menyelesaikan konflik yang sudah berlangsung dua tahun ini.
“Ada apa dibalik semua ini, karena seolah-olah terkesan ada pembiaran. Dan jika ini terus berlangsung maka tentunya hal ini akan sangat berdampak pada populasi orang Maluku itu sendiri pada 5 tahun kedepan,” kuatirnya.
Lebih lanjut, Latupeirissa menjelaskan, akibat dari konflik ini, warga masyarakat menjadi ketakutan dan trauma sehingga sangat berdampak pada kehidupan sehari-hari. Selain telah memakan korban jiwa, masa depan anak-anak pun menjadi tidak jelas akibat aktivitas belajar yang terganggu, ditambah lagi kerugian materil yang dialami, sejumlah gereja rusak, maupun rumah warga yang rusak atau dibakar bahkan terkena bom.
Belum lagi, masalah-masalah yang selama ini dianggap menjadi pemicu terjadinya konflik baik masalah tapal batas, proyek jalan raya dan sekolah (SMA) yang hingga sekarang belum bisa ditemukan solusi terbaik atas persoalan ini.
Yang lebih mengherankan lagi, kata Latupeirissa, senjata organik maupun bom bisa dengan mudah dan bebas masuk ke wilayah konflik sehingga kondisi ini tentunya semakin menunjukkan sikap ketidakseriusan pemerintah maupun aparat keamanan dalam hal ini TNI dan Polri.
“Masa teroris saja bisa dikejar sampai ke mana-mana, bahkan hutan Aceh, Poso maupun daerah lainnya sampai dapat namun anehnya, pada konflik yang hanya melibatkan dua desa kecil di Kabupaten Malteng ini, yang jelas-jelas menggunakan senjata organik, senjata rakitan maupun bom, sampai hari ini pemerintah tidak mampu selesaikan. Lalu siapa lagi yang bisa kami harapkan,” herannya.
Olehnya itu, Latupeirissa meminta dan mendesak perhatian pemerintah pusat  sudah waktunya untuk segera turun tangan menyelesaikan persoalan Porto-Haria.
“Ini tidak bisa ditunda lagi, maka kami selaku tokoh masyarakat yang mewakili warga Haria, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah meminta kepada Bapak Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono untuk segera mengambil sikap dan menentukan langkah-langkah penting guna menyelesaikan konflik ini, kami ingin hidup tenang” desaknya.
Sementara itu, informasi langsung dari Yopy Leuwoel, Kepala Urusan Pembangunan Desa Negeri Haria dari lokasi konflik, yang diterima Redaksi Dhara Pos, sejak kemarin hingga minggu (28/7) malam, pukul 22.18 WIT saat berita ini dinaikkan masih terdengar bunyi tembakan dan bom meledak. Sementara, tidak ada satupun aparat keamanan baik dari pihak TNI maupun Polri yang datang untuk mengamankan lokasi.(ajr)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *