Daerah

Soal Manuver Plt Wali Kota Tual, Mendagri RI diminta tegas

16
×

Soal Manuver Plt Wali Kota Tual, Mendagri RI diminta tegas

Sebarkan artikel ini
Demo Kota Tual4
Ratusan massa gabungan dari masing-masing kecamatan melakukan aksi demo di depan
kantor Wali Kota Tual, selama 2 hari berturut-turut sejak 4-5 April 2018

Tual, Dharapos.com
Pasca menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Wali Kota Tual, Abdul Hamid Rahayaan langsung melakukan berbagai manuver.

Sejumlah kebijakan yang jelas-jelas bertentangan dengan aturan negara berani dilakukannya.

Terbukti, adanya keputusan Plt. Wali Kota Tual, melakukan pelantikan pejabat eselon II dan III pada 17 Februari lalu yang dinilai banyak pihak sarat kepentingan politik.

Diawali, SK Plt. Wali Kota Tual Nomor. 821.22/SK/001/2018/KT tentang pengangkatan dalam Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama atas nama Drs. Arobi Bugis, NIP :  196209091989031008 sebagai Kepala Badan Pendapatan Daerah Kota Tual.

Kemudian, SK Plt. Wali Kota Tual Nomor. 821.22/SK/002/2018 KT tentang pengangkatan dalam Jabatan Administrator atas nama Hanny Edwin Russel, S.Pi NIP 197102092001071001 sebagai Sekretaris pada Dinas Kepemudaan dan Olahraga Kota Tual.

Bahkan tak hanya itu saja, sejumlah Penjabat Kepala Desa hingga RT di wilayah itu pun turut diganti.

Selain itu, yang tak kalah menariknya terkait pergantian Pejabat Desa Dullah Laut, Mianusde Yalnuhuubun S. Sos yang digantikan Zein Nuhuyanan.

Yang mana pada prosesnya tak disebutkan saat prosesi pelantikan secara kolektif tetapi anehnya, SK pergantiannya ada bahkan ditandatangani pada 15 Februari 2018 bertepatan dengan masa cuti kampanye Wali Kota Adam Rahayaan di mulai.

Kebijakan membalelo ini kemudian disikapi Dewan setempat hingga Pemerintah Provinsi dan DPRD Maluku dengan melayangkan surat hingga opsi panggilan namun tak juga diresponi yang bersangkutan.

Belum selesai persoalan, muncul wacana mutasi sejumlah penjabat eselon II di lingkup Pemkot Tual hingga pergantian  Camat, pejabat kepala desa serta ketua RT yang akan kembali dilakukan oleh Plt. Wali Kota, Abdul Hamid Rahayaan.

Langkah yang jelas-jelas menabrak itu akhirnya kemudian mendapat perlawanan dari warga masyarakat.

Kurang lebih ratusan massa gabungan dari masing-masing kecamatan melakukan aksi demo di depan kantor Wali Kota Tual, selama 2 hari berturut-turut sejak Selasa (4/4/2018) hingga Rabu (5/4/2018).

Menyikapi fakta ini, salah satu tokoh muda setempat mendesak Menteri Dalam Negeri RI Tjahjo Kumolo untuk segera turun tangan mengatasi persoalan ini.

“Saya kira sudah waktunya Menteri Dalam Negeri RI turun tangan, karena yang bersangkutan terlihat jelas tidak tunduk serta terkesan keras kepala bahkan membangkang pada aturan termasuk menolak menghadap ke  Dewan setempat yang telah melayangkan surat panggilan hingga dua kali,” desak sumber yang meminta namanya tidak dipublikasikan kepada Dhara Pos, Jumat (6/4/2018).

Bahkan informasi terakhir, hingga saat ini yang bersangkutan tak juga menjawab surat dari Pemerintah Provinsi Maluku.

“Pemerintah Provinsi Maluku selaku wakil pusat di daerah saja tidak dianggap apalagi masyarakat.
Makanya Mendagri harus turun tangan segera, tidak ada cara lain,” desaknya.

Desakan tersebut merujuk pada UU Nomor 10 Tahun 2016 pasal 71 yang mengatur dengan tegas yaitu melarang Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati serta Wali Kota atau Wakil Wali Kota melakukan penggantian pejabat selama 6 bulan sebelum penetapan calon oleh KPU.

“Dan ini juga berlaku untuk Pelaksana tugas,” tegas sumber.

Ia menegaskan pula dalam pasal yang sama turut menjelaskan jika pijakan hukum norma larangan mutasi bagi calon petahana dapat ditemukan dalam Pasal 71 ayat 2 UU No 10 Tahun 2016 yang menyatakan “Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil
Wali Kota dilarang melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.

“Dan ketentuan yang sama juga berlaku terhadap Pelaksana Tugas atau Pejabat Sementara (Ayat 4),” kembali tegas sumber.

Kemudian diperkuat dengan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor. 821/970/SJ tanggal 12 Februari 2018 tentang Penggantian Pejabat oleh Penjabat (Pj)/Pelaksana Tugas (Plt)/Pejabat sementara (Pjs) Kepala Daerah pada daerah yang menyelenggarakan Pilkada serentak, dimana pada angka 3 huruf a menegaskan bahwa bagi kabupaten/kota yang menyelenggarakan Pilkada serentak maka pejabat yang ditetapkan sebagai Pejabat/Plt/Pjs tidak diperkenankan melakukan mutasi jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dalam Menteri Dalam Negeri RI.

Sumber juga memperkuat pernyataannya dengan merujuk pada langkah tegas Mendagri RI menonaktifkan salah satu kepala daerah di Provinsi Sulawesi Utara karena ke luar negeri tanpa meminta izin terlebih dahulu.

Karena menurutnya, meski berbeda kasusnya dengan Plt,. Wali Kota Tual namun terlihat jelas ketegasan Mendagri dalam menegakkan aturan tanpa pandang bulu.

“Kepala daerah definitif saja bisa dinonaktifkan, apalagi ini hanya seorang Plt. Wali Kota yang hanya pejabat sementara tetapi berani membuat kebijakan yang melawan aturan di negara ini, masa Mendagri diam saja,” bebernya.

Olehnya, ia kembali mendesak Pemerintah Pusat melalui Mendagri RI untuk segera menuntaskan persoalan ini.

Mengingat suhu politik jelang Pilkada sudah semakin memanas dan Kota Tual masuk urutan pertama di Indonesia sebagai wilayah yang dikategorikan rawan konflik sehingga dibutuhkan sikap tegas dari Pempus.

“Saya kita Mendagri tidak perlu menunggu lama, apalagi pelanggaran yang bersangkutan sangat nyata dan dilakukan secara sadar,”  tegasnya.


(dp-40)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *