Saumlaki, Dharapos.com
Pemerintah Daerah Kabupaten Maluku Tenggara Barat berkeberatan dan telah mengajukan usulan indikator penentu angka kemiskinan kepada Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Maluku melalui BPS kabupaten MTB, menyusul dilansirnya data-data BPS oleh salah satu media lokal di kota Ambon beberapa waktu lalu yang menyebutkan jika tingkat kemiskinan di Kabupaten MTB, Maluku Barat Daya dan Kepulaun Aru masih tinggi berdasarkan hasil sensus BPS tahun 2013.
![]() |
Ir. Alo Batkormbawa |
Data yang disampaikan oleh Kepala BPS Provinsi Maluku, Diah Utami seperti dikutip dari media tersebut menyebutkan bahwa MTB masuk urutan pertama tiga besar sebagai daerah yang paling miskin di Maluku dengan angka prosentase tingkat kemiskinan sebesar 29.75 %, dan diposisi kedua yakni Kabupaten Maluku Barat Daya dengan prosentase 29. 25 %, dan Kabupaten Kepulaun Aru pada urutan ketiga dengan prosentase 27. 34 %.
Kondisi ini disebabkan oleh faktor keterisolasian yakni masih minimnya akses transportasi, sehingga membuat aktivitas pembangunan serta aktivitas perkonomian di tiga daerah itu masih terkendala. Tingginya angka kemiskinan di Maluku Tenggara Barat tersebut sangat berpengaruh, sehingga secara nasional provinsi Maluku menempati urutan keempat sebagai daerah termiskin.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) MTB, Ir. Alo Batkormbawa kepada wartawan diruang kerjanya, Senin (2/2) mengatakan Pemda MTB menilai jika indikator penilaian yang digunakan BPS Maluku dalam melakukan sensus, perlu di kaji ulang dengan tetap memperhitungkan kondisi suatu daerah.
“Seperti yang dilansir oleh Ameks bahwa MTB memiliki tingkat angka kemiskinan yang tinggi memang hasil itu dkeluarkan oleh BPS dengan menggunakan model konsumsi yaitu dari survei sosial ekonomi nasional. Kemarin kita sempat pertanyakan ke BPS Kabupaten. Kami pertanyakan kenapa hasil Susenas itu MTB termiskin, ternyata karena memang dari trend 2012 ke 2013 konsumsi masyarakat MTB menurun tetapi selain itu juga ada base market seperti kalori misalnya harus 2100 sedangkan masyarakat MTB kebanyakan makan pisang untuk pemenuhan karbohidrat. Pisang yang dikonsumsi masyarakat MTB dalam kategori BPS adalah sebagai jenis buah-buahan sehingga tidak dikategorikan dalam karbohidrat. Nah dengan demikian maka hal ini sudah menurunkan angka konsumsi makan MTB setiap hari,” paparnya.
Batkormbawa menambahkan jika adapula faktor lain yang turut berpengaruh yakni jenis ikan, dimana jenis ikan yang hidup di perairan bebatuan seperti yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat MTB, tidak diperhitungkan dalam base marketnya BPS, dan yang hanya diperhitungkan oleh BPS adalah jenis ikan tuna dan lain-lain.
Hal ini sudah tentu kontras dengan yang lebih banyak dikonsumsi oleh masyarakat MTB, yakni jenis ikan bebatuan seperti sakuda, samandar, garopa dan lain lain yang meskipun nilai gizinya tinggi namun tidak diperhitungkan dalam indikator penilaian BPS.
Kendati angkanya tidak terlalu besar, namun cukup mempengaruhi hasil perhitungan BPS terhadap angka kemiskinan kabupaten MTB.
Selain itu, hasil survey tahun 2013 yang dirilis BPS akhir tahun lalu itu dan telah membuktikan bahwa MTB masih dalam kategori daerah termiskin dengan angka 29,75% namun Pemkab MTB optimis akan menuai angka kemiskinan terendah di Maluku tahun-tahun mendatang jika indikator-indikator tersebut yang diajukan oleh Pemkab MTB di gunakan oleh BPS.
Selain itu, Pemkab juga mengaku jika saat ini sudah bekerja maksimal dalam hal pengentasan kemiskinan.
“Dari sisi program pemerintah, kita sangat peduli tentang pengentasan kemiskinan. Sejak 5 tahun terakhir program pemberdayaan masyarakat menjadi prioritas utama. Akses orang kemanana mana, akses pelayanan dasar seperti pendidikan, kesehatan sudah cukup tersedia. Sekolah kita hampir di semua desa itu ada cuman dari tadi: jika diukur dari ekonomi pendapatan KK jadi persoalan. Program pembangunan ini sangat berpihak kepada masyarakat, hanya saja tidak singkron dengan data hasil sensus BPS. Kondisi ini tidak membuat kami mundur atau tersinggung namun juga memotivasi kami untuk kemudian menjadikan cermin dalam perencanaan program kerja yang tepat sasaran,” ujarnya.
Sesuai target Pemkab MTB, angka kemiskinan dari 29,75 % diakhir tahun 2014 lalu akan mengalami penurunan hingga di tahun 2017 sesuai target hingga mencapai 18 %.
Hal ini akan terlaksana jika program pengentasan kemiskinan bukan merupakan pekerjaan rumah yang harus dikerjakan oleh pemerintah semata, melainkan juga diperlukan adanya partisipasi masyarakat melalui peluncuran program-program CSR.
Penilaian Pemda jika selama ini hanya baru ada satu perusahaan yang menyediakan dana CSR diberbagai sektor meskipun belum beroperasi sementara banyak pengusaha lokal yang telah beroperasi selama puluhan tahun di MTB namun belum pernah sekalipun menyediakan dana CSR padahal seperti amanah UU, penyediaan dana CSR harus di keluarkan perusahaan dari keuntungan setiap tahun kepada masyarakat.
Mantan Kadis DKP MTB ini berharap agar adanya keterlibatan aktif masyarakat dalam pengawasan pembangunan.
Dalam rilisnya di melalui salah satu koran lokal di kota Ambon belum lama ini, kepala BPS Maluku mengatakan strategi untuk mengurangi tingkat kemiskinan di tiga daerah di Maluku termasuk di MTB adalah Pemkab dan Pemprov perlu membuka akses yang baik dengan tetap konsisten dalam melaksanakan visi pembangunan yang berbasis gugus pulau karena dapat menyentuh langsung kebutuhan masing-masing daerah.
Untuk mengukur tingkat kemiskinan di kabupaten/kota di Maluku, BPS menggunakan basic needs approach atau pendekatan kebutuhan dasar. Jadi, kemiskinan dikatakan sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar.
Sementara secara nasional, disebutkan pula bahwa tidak ada perbandingan tingkat kemiskinan tingkat kabupaten/Kota melainkan hanya berlaku untuk kemiskinan ditingkat provinsi, dimana sesuai hasil rilis BPS tahun 2014, Maluku menempati urutan keempat daerah termiskin di Indonesia setelah Provinsi Papua, Papua Barat dan Nusa Tenggara Timur.
(mon)