Kesehatan

Tekan Angka Kematian Ibu – Anak, Masyarakat MTB Didorong Manfaatkan Rumah Tunggu

8
×

Tekan Angka Kematian Ibu – Anak, Masyarakat MTB Didorong Manfaatkan Rumah Tunggu

Sebarkan artikel ini
Kadiskes MTB J. Ratuanak
dr. Juliana Ch. Ratuanak 

Saumlaki, Dharapos.com
Salah satu program unggulan Pemerintah Daerah Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB) di bidang kesehatan adalah pemberlakuan rumah tunggu bagi ibu hamil dan ibu melahirkan yang berisiko tinggi.

Untuk itu, Dinas Kesehatan setempat dalam pekan ini melakukan upaya penyegaran terhadap pentingnya program rumah tunggu yang berada di tiga kecamatan, yakni di kota Larat kecamatan Tanimbar Utara, Adaut kecamatan Selaru dan Seira Kecamatan Wermaktian kepada masyarakat setempat.

Kegiatan ini dipastikan merupakan langkah untuk mengoptimalkan pelayanan rumah tunggu serta memberikan kesadaran kepada masyarakat, khususnya para ibu.

“Kegiatan itu merefresh dan mengatur kembali bagaimana masyarakat mau melihat kondisi mulai dari dalam rumah dimana ada ibu hamil dan bayi yang berisiko. Kami menjelaskan resiko-resiko kepada mereka dan kemudian mereka memahami untuk saatnya dirujuk ke rumah tunggu dan ditolong serta kalau tidak mampu di tolong di rumah tunggu maka mereka dirujuk ke pusat,” urai Kepala Dinas Kesehatan MTB, dr. Juliana Chatarina Ratuanak yang ditemui Dhara Pos di Saumlaki, Sabtu (17/12).

Menurutnya, kegiatan ini dilaksanakan karena berdasarkan pantauan terakhir, kecenderungan masyarakat untuk menggunakan rumah tunggu semakin berkurang karena semakin baiknya akses transportasi dari wilayah-wilayah tersebut ke pusat kota yaitu Saumlaki.

Padahal jika ditelusuri ternyata biayanya masih terbilang cukup mahal karena dibarengi sejumlah hal seperti biaya akomodasi selama di Saumlaki saat menunggu waktu melahirkan dengan biaya hidup lainnya.

Selain itu, masyarakat juga diingatkan untuk menggunakan program rumah tunggu ini karena biayanya murah dan mudah dalam penanganannya.

“Rumah tunggu memang sudah disentuh bahkan ada bayi yang lahir kembar 3 di daerah Wermaktian. Semakin lama akses sudah membaik, tetapi kemudian mereka main by pass yang membuang dana lebih banyak sementara dana untuk rumah tunggu itu saat ini Kementerian Kesehatan itu sudah disiapkan. Kami sosialisasi bukan hanya pemanfaatan rumah tunggu dengan lebih efektif tetapi kesadaran masyarakat terkait cara penggunaannya,” lanjut Ratuanak.

Dalam sosialisasi itu, masyarakat diberikan pemahaman tentang bagaimana mendeteksi dini kasus resiko tinggi terhadap ibu hamil sehingga hal itu bukan hanya menjadi pekerjaan tenaga kesehatan melainkan peran semua masyarakat. Hal ini juga dilakukan guna menekan semakin tingginya angka kematian ibu dan bayi akibat tidak menggunakan program rumah tunggu.

Ratuanak menjelaskan bahwa konsep rumah tunggu ini merupakan inovasi dan ide cemerlang Bupati Bitsael S.Temmar sesaat setelah dilantik.

Keputusan Temmar untuk memberlakukan konsep ini karena saat itu tercatat tingginya angka kematian ibu dan bayi yang baru lahir di Kabupaten MTB.

“Saat itu beliau (Bupati Temmar-red) berjalan ke sejumlah desa dan ternyata ditemukan, ada ibu yang rela memilih mati daripada dirujuk dengan biaya yang begitu mahal, kemudian pada saat dirujuk itu nanti rujuk pakai biaya apa, siapa yang hantar dan kemudian di pusat rujukan nanti tinggal dengan siapa, serta biaya yang mahal meskipun ada yang memiliki kartu jaminan kesehatan dan sejenisnya saat itu” tuturnya.

Bupati Temmar kemudian mengintervensi Dinkes untuk bagaimana mendekatkan pelayanan yang  berpihak dan menolong masyarakat.

Program ini akhirnya berhasil karena berkolaborasi dengan program-program CSR dari UNICEF.

“Jadi konsepnya begini: rumah tunggu adalah rumah milik masyarakat yang disepakati dan ditentukan oleh masyarakat setempat berdasarkan musyawarah mufakat lalu kemudian dipakai untuk menampung dan merawat ibu-ibu hamil yang berisiko dan ibu melahirkan yang berisiko atas hasil pemeriksaan bidan” jelasnya.

Yang menjaga rumah tunggu menurut Ratuanak adalah pemilik rumah dengan kelompok yang ada di desa tujuan atau di pusat kecamatan itu.

Konsep rumah tunggu ini diberlakukan untuk kecamatan-kecamatan yang berada di kepulauan Tanimbar yang wilayahnya sulit untuk diakses seperti di kecamatan Selaru, Wermaktian dan kecamatan Tanimbar Utara.

Larat, Ibu kota Kecamatan Tanimbar Utara ini menampung para ibu dari desa-desa yang berada di kecamatan terdekat seperti kecamatan Yaru, Molumaru, dan kecamatan Wuarlabobar.

Awalnya dilakukan percontohan di kecamatan Selaru, dan ternyata pada 3 bulan pertama ditemukan bahwa tidak ada lagi kasus kematian ibu dan bayi di wilayah itu, sehingga program ini direplikasi ke Kecamatan Wermaktian dan Tanimbar Utara.

Program ini kemudian menjad program percontohan nasional yang diakui oleh Kementrian Kesehatan RI.

Sebelum program rumah tunggu ini diberlakukan, data Dinkes MTB setiap tahun itu menunjukkan bahwa ada 22 kasus kematian ibu dan bayi  yang terjadi di sejumlah wilayah, namun saat ini telah berkurang  dan tidak lagi mencapai angka 10 kasus dalam setahun.

Ratuanak menjelaskan bahwa kendala yang dihadapi saat ini adalah kekurangan tenaga bidan yang belum bisa ditempatkan di seluruh desa.

Sehingga dia berharap dengan adanya rencana peningkatan atau penambahan tenaga bidan di seluruh desa di tahun depan, maka kasus kematian ibu dan bayi itu akan menghilang.


(dp-18)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *