Utama

Terindikasi Terbitkan Sertifikat Tanah Palsu, BPN Aru Dipolisikan

90
×

Terindikasi Terbitkan Sertifikat Tanah Palsu, BPN Aru Dipolisikan

Sebarkan artikel ini
Lopius Y Ngabalin
Lopianus Y. Ngabalin, SH

Dobo, Dharapos.com
Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Kepulauan Aru diduga telah melakukan aksi pemalsuan dokumen atas sebidang tanah yang terletak di kawasan Kampung China, Kecamatan Pp Aru yang kini disengketakan di Pengadilan Negeri Tual.

Fakta tersebut terungkap saat PN Tual menggelar sidang kasus sengketa tanah antara pihak penggugat yakni Lili Die dan kawan-kawan melawan Tonci Mangar dan kawan-kawan selaku pihak tergugat belum lama ini dengan agenda mendengarkan keterangan saksi dari pihak penggugat.

Kepada wartawan, Kuasa Hukum Tonci Mangar dkk, Lopianus Y. Ngabalin, SH usai sidang mengecam sikap tak objektif yang ditunjukkan BPN Kepulauan Aru terhadap hak kepemilikan atas sebidang yang dimiliki saudara Tonci Mangar dkk selaku pihak tergugat.

Diuraikannya, para tergugat pada perkara ini telah memiliki sertifikat dalam hal ini Sertifikat Hak Guna Bangunan dengan masa berlaku selama 20 tahun sejak 1985 hingga tahun 2015.

Kemudian pada tahun 2002,  Tonci Mangar dkk mengajukan permohonan Sertifikat Hak Milik kepada kantor BPN Aru.

“Tetapi anehnya, secara sepihak Badan Pertanahan Kab Aru secara subjektif mengabaikan bukti-bukti alas hak yang dimiliki oleh para tergugat dalam hal ini almarhum Bastian Mangar, Tonci Mangar dan saudara-saudaranya. Malah kemudian pihak BPN melahirkan sertifikat hak milik pada  kepada Lili Die pada tahun 2013,” urainya.

Para penggugat, lanjut Ngabalin, telah mengajukan 4 orang saksi di mana saksi yang ke 4 yaitu saudara Nus Siahaya yang menjabat sebagai Kasubbag Penanganan Sengketa pada BPN Aru.

Dalam persidangan tersebut, menurut pengakuan beliau bahwa ini adalah kasus sengketa pertama yang di tangani khusus untuk eksisnya kantor Pertanahan Aru.

Selaku kuasa hukum tergugat, Ngabalin menegaskan cukup memberikan penekanan yang keras dan tegas di dalam ruang persidangan karena kesimpulan dari saudara Nus Siahaya yang mengatakan bahwa semua bukti yang dimiliki pihak tergugat yaitu surat wasiat, maupun pelepasan hak itu adalah surat yang di lahirkan atas sebuah tindakan rekayasa.

“Beliau memakai subjektivitas, padahal seharusnya sebagai seorang yang cerdas hukum yang di tugaskan sebagai Kasubag Penanganan Sengketa di BPN Aru maka seharusnya beliau bersikap objektif  dalam melakukan investigasi terhadap sengketa-sengketa pertanahan,” tegasnya.

Bahkan dikatakan Ngabalin, Siahaya tidak menyadari atas pernyataannya dengan mengatakan bahwa  bukti-bukti surat wasiat, surat hibah atau pelepasan hak yang di miliki oleh tergugat adalah hasil rekayasa alias palsu.

“Sesungguhnya pernyataan tersebut telah menunjukkan kekerdilan beliau sebagai seorang aparat penegak hukum karena  jika memang itu sebuah hasil rekayasa maka seharusnya beliau wajib mengarahkan kepada pihak yang merasa haknya dirugikan untuk mengajukan laporan pidana ke  pihak Kepolisian Resort Kepulauan Aru untuk diproses hingga ke PN Tual,” ungkapnya.

Andaikan PN Tual memutuskan bahwa bukti  surat-surat  yang di miliki itu palsu barulah bisa dijadikan sebagai dasar untuk memproses terbitnya sertifikat.

“Tetapi ini sangat berbahaya makanya telah saya tegaskan di sidang, kalau saudara Nus berkesimpulan dan bertindak berdasarkan pendapat pribadi seperti ini maka yang kita takutkan di Badan Pertanahan Nasional Aru dalam hal ini, terkait sepak terjang saudara Nus Sihaya bahwa dia akan menjadi corong  bagi sengketa pertanahan di Kabupaten Kepulaua Aru,” kecamnya dengan keras.

Ngabalin pada kesempatan tersebut juga menegaskan bahwa terkait indikasi pemalsuan oleh pihak BPN Aru, pihaknya telah melaporkan bukti T6 ke pihak Polres Aru.

“Kami telah melaporkan pidana terhadap Kantor Badan Pertanahan Kabupaten Kepulauan Aru dan para penggugat atas gugatan menyalahgunakan hak dan kewenangan dengan menerbitkan sertifikat kepada para penggugat,” kembali tegasnya.

Ngabalin secara pribadi, mengungkapkan keyakinannya meraih kemenangan dalam sidang kasus sengketa tanah tersebut yang sementara berlangsung di PN Tual.

“Saya secara pribadi, secara subjektivitas bukan semata-mata saya bertindak atas nama Tonci Mangar dan kawan-kawan dalam gugatan rekonvensi, tapi sesuai objektivitas dalam meneliti bukti-bukti yang ada maka saya meyakini sungguh bahwa kami akan pasti meraih sebuah kemenangan artinya kami bisa dikalahkan atau dikelabui oleh BPN Aru tetapi Hakim yang bertindak sebagai pengadil di PN Tual pasti akan memberikan keputusan yang seadil-adilnya,” tandasnya optimis.

Kembali tegas Ngabalin, sertifikat bukanlah merupakan bukti hak yang mutlak. Karena dalam teori pembuktian, ketika ada pihak yang mampu membuktikan alas hak maka sertifikat itu dapat batal demi hukum.

Sementara itu, informasi terakhir yang diperoleh Dhara Pos dari Kuasa Hukum Tergugat Lopianus Y. Ngabalin, SH bahwa sidang lanjutan atas kasus sengketa tanah tersebut akan kembali digelar pada Selasa (5/1) dengan agenda pemeriksaan saksi dari pihak tergugat.

Perlu diketahui, perkara Perdata No. 23/PDT-G/2015/PN Tual antara Lili Die dkk sebagai penggugat melawan Thonci Mangar dkk sebagai tergugat sementara berlangsung di PN Tual.

Obyek sengketanya adalah bangunan rumah yang berada di kawasan Kampung China, kota Dobo, Kabupaten Kepulauan Aru.

Kuasa Hukum Lopianus Y. Ngabalin SH bertindak atas nama pihak tergugat yaitu Tonci Mangar dkk sementara pihak penggugat dalam hal ini Lili Die dkk mempercayakan Lukman Matutu dan Paulus Rahayaan sebagai kuasa hukumnya.

Sesuai dengan peraturan Mahkamah Agung No 1  Tahun 2008  yaitu  setiap sengketa Perdata yang gugatannya didaftarkan di pengadilan maka Hakim wajib melakukan upaya hukum dalam hal ini upaya hukum mediasi dengan waktu 40 hari untuk mendamaikan kedua belah pihak.

Namun, sesuai kurun waktu yang ditentukan, upaya mediasi antara penggugat dan tergugat yang dilakukan sesuai UU gagal karena tidak ada titik temu, dimana masing-masing pihak berdalih sesuai gugatan masing-masing hingga akhirnya dilanjutkan dengan proses persidangan yang telah berlangsung sampai pada tahap mendengarkan keterangan saksi.

Perlu juga diketahui, baik penggugat Lili Die dan tergugat Tonci Mangar masing-masing memiliki ayah yang adalah adik kakak kandung. Ayah Lili Die dkk bernama Dipansui sedangkan ayah dari Tonci Mangar dkk bernama Dipie.

Dipie dan Dipansui ini merupakan adik – kakak kandung dimana keduanya memiliki orang tua bernama Likiat.

“Jadi sesungguhnya rumah itu adalah rumah warisan yang di bangun oleh Likiat dimana lewat  bukti surat pajak  pada tahun 1928 yang di mana pembayaran pajak atas rumah yang merupakan objek senketa itu dibayar rutin oleh Likiat,” ungkap Ngabalin.

Kemudian oleh Likiat, hak warisannya diturunkan ke kedua anaknya yaitu Dipansui dan Dipie.

Namun karena  berhubung Dipansui memiliki 3 orang anak yaitu Lili Die binti Anggrek dkk (penggugat) dan ketiganya berjenis kelamin perempuan  sehingga kemudian Dipansui menghibahkan atau mewasiatkan tanah dan rumah itu kepada Tonci Mangar, anak laki-laki dari kakaknya yang bernama Dipie.

“Karena pada umumnya budaya atau sistem hukum adat yang ada di Maluku, khususnya di Kabupaten kepulauan Aru itu juga sinergi dengan budaya hukum adat yang di anut oleh warga Tionghoa yang di mana pewarisan itu jatuh kepada anak laki-laki karena sebagaimana asas patrilineal,” urai Ngabalin.


(dp-31)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *