Akibat belum terealisasinya pembayaran ganti rugi lahan dan tanaman oleh Pemerintah Daerah Maluku Tenggara terhadap akses jalan masuk ke Bandar Udara Ibra, warga Sathean akhirnya memasang sasi di jalur tersebut.
![]() |
Maximus Renyaan |
Pantauan media ini di lokasi poros jalan menuju Bandara Ibra, Minggu (12/10), dipenuhi dengan janur kuning sebagai tanda segel sementara oleh warga sampai tuntutan mereka dipenuhi pihak Pemda Malra.
Pejabat desa Sathean , Maximus Renyaan, kepada Dhara Pos mengaku sangat kecewa terhadap Bupati dan Wakil Bupati yang sama sekali tidak memperdulikan hak asasi warga di jalan poros Bandara Ibra.
“Pemkab janji selesaikan harga tanaman dan lahan, namun kenyataannya janji Bupati dan Wakil Bupati bagaikan garam yang di buang ke air laut,” ungkapnya.
Warga Sathean, diakui Renyaan, sangat kecewa karena selama dua periode Pemilihan Kepala Daerah, 90 persen warga mendukung penuh pasangan Ir. Andreas Rentanubun dan Drs. Yunus Serang, M.Si .
“Tapi kenyataannya, apa yang mereka berdua janjikan kepada kami warga Sathean hanya tinggal janji saja, tidak ada yang ditepati. Faktanya, Bupati dan Wakil Bupati tak menggubris kami,” kecamnya.
Renyaan menuturkan, saat awal pertama penggusuran jalan poros ke Bandara Ibra, Pemda Malra sudah membayar sebagian ganti rugi kepada warga Sathean.
Namun, setelah sampai di jalur lahan milik M. Faderubun yaitu Fidirmiskin ke arah Jalur Yamru, tanpa sepengetahuan kami, pihak Pemda secara diam-diam membayar 200 juta rupiah kepada keluarga Fidirmiskin.
“Sedangkan keluarga lain yang punya lahan dan tanaman yang juga berada di jalur poros, Pemda malah mengabaikan alias mengacuhkannya, sehingga warga menjadi resah dan kecewa,” tuturnya.
Kecewa dengan sikap Pemda, warga pemilik lahan langsung berbondong-bondong menuju ke lokasi lahan dimaksud dan memasang janur kuning alias sasi di areal masing-masing.
Terkait kondisi ini, Renyaan meminta Bupati dan Wabup untuk bekerja profesional untuk segera menuntaskan tuntutan warga, sehingga tidak menimbulkan kekecewaan kepada Pemda.
“Kita ini semua anak adat, apalagi adat budaya kita ini mati demi sanak saudara dan batas tanah. Jadi, saya menilai Pemda Malra tebang pilih dalam hal ini. Ini aneh, karena Pemerintah tidak mau tahu dengan penderitaan masyarakat,” tudingnya.
Sebelumnya, Renyaan berharap kepada Bupati dan Wabup agar bisa bertatap muka dengan masyarakat Sathean guna memberikan penjelasan agar bisa di pahami, tapi Pemda Malra ternyata tidak merespon aspirasi warga.
“Ini yang membuat warga menambah emosi. Makanya, kalau Pemda belum selesaikan pembayaran jalan poros Bandara Ibra, maka siapa pun dia kami tidak bisa di cabut sasi,” tegasnya sembari mengingatkan bahwa dalam masalah ini, warga tidak ada urusan dengan kontraktor.
“Kami hanya berurusan dengan Pemda Malra,” kembali tegas Renyaan. (obm)