8 Bulan Bergantung Dari Mobil Tanki Air
Ambon,
Air merupakan sumber utama bagi kelangsungan hidup manusia. Diperkirakan 80 persen aktivitas hidup manusia bergantung ke air. Dan bisa dibayangkan, manusia akan kesulitan dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari jika tidak ada air. Selain untuk minum, air juga diperlukan untuk memasak, mandi, cuci dan aktivitas lainnya. Karenanya, demi untuk memenuhi kebutuhan akan air bersih, manusia rela melakukan apa saja demi memenuhi kebutuhan akan air tersebut.
Dan hal tersebut nampak terlihat di kawasan Gunung Nona–Benteng Atas (Bentas), Kelurahan Benteng, Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon. Sejak delapan bulan lalu, warga terpaksa harus membeli air dari mobil tanki. Pasalnya, pipa milik KODAM yang selama ini menjadi andalan satu-satunya mengalirkan air ke setiap rumah tangga di kawasan tersebut mengalami putus. Dan sampai saat ini belum terlihat adanya upaya perbaikan.
Belakangan, diperoleh informasi, bukan hanya masalah pipa putus saja tapi juga adanya oknum-oknum warga dari kawasan lain yang datang menggergaji bagian-bagian pipa lain untuk dijual ke tempat penampungan besi tua. Khususnya yang berada di kawasan perbukitan.
Menurut salah seorang warga, Buce, krisis air ini sudah berlangsung 8 bulan ini.
“Katong sudah 8 bulan ini seng dapat air, katanya pipa putus. Terpaksa katong beli air dari oto tanki,” ungkapnya.
Diakui Buce, keadaan ini terasa sangat memberatkan. Pasalnya, dalam 1 bulan bisa 2-3 kali dirinya harus membeli air. Satu mobil tanki 5000 liter harganya bervariasi tergantung jaraknya. Kalau yang dekat dengan jalan hanya dikenakan biaya 100ribu per – mobil tanki. Sedangkan untuk rumah yang agak jauh dari jalan dikenakan biaya per – mobil tanki sebesar 120 – 130 ribu.
Hal senada juga diungkapkan Yusup, yang bertempat tinggal di kawasan Vihara, Gunung Nona.
Menurutnya, pada waktu sebelum pipa putus, keluarganya maupun warga lainnya hampir tidak pernah mengalami kesulitan air.
“Walau mengalir hanya sekali seminggu, tetapi berjam-jam. Sehingga bisa kasih penuh semua,” beber Yusup.
Bahkan, tampungan sering kali masih penuh sementara sudah datang giliran untuk rumahnya.
“Kalau sudah begitu, katong berbagi dengan tetangga yang kebetulan isi baknya sudah berkurang,” jelas Yusup.
Namun setelah pipa patah, Yusup mengakui, keluarganya pun terpaksa harus membeli air dari mobil tanki. Dalam satu bulan biasanya 2 kali beli air. Harga per mobilnya 120 ribu per 5000 liter.
Terkait kondisi ini, dirinya belum tahu sampai kapan harus membeli air.
“Belum tahu sampai kapan kondisi ini, karena sampai hari ini belum ada tanda-tanda perbaikan pipa,” tandas Yusup.
Oleh karenanya, melalui media ini, Yusup maupun sejumlah warga lainnya, sangat mengharapkan adanya perhatian dari pemerintah maupun dinas terkait untuk segera menangani persoalan ini. Sehingga aktivitas warga dapat kembali normal seperti sebelum timbul masalah ini.(dp)