![]() |
Peta Kabupaten Maluku Tenggara Barat yang berabatasan langsung dengan Australia dan Timor Leste |
Saumlaki, Dharapos.com
Sebagai kabupaten kepulauan yang secara geografis berbatasan langsung dengan Australia, Kabupaten Maluku Tenggara Barat sangat rentan dengan berbagai aksi kejahatan.
Aksi ilegal fishing, ilegal oil, serta praktek-praktek kejahatan lainnya hingga kini masih terus mengancam kenyamanan masyarakat MTB khususnya dan kestabilan NKRI pada umumnya.
Penegasan tersebut disampaikan Bupati MTB, Bitsael S. Temmar saat momen Gebyar Dirgantara 2016 dalam atraksi terjun payung oleh belasan penerjun dari Pasukan khas (Paskhas) pada dua titik di Kabupaten Maluku Tenggara Barat yakni Bandar Udara Olilit Saumlaki dan desa Adaut di pulau Selaru, Jumat (2/9).
Tak hanya itu saja, karena ancaman teror dari luar seperti upaya sabotase atas batas-batas fisik Negara dengan Negara lain juga rawan terjadi.
“Di pihak lain, meskipun potensi kerjasama Negara dengan Negara lain yang saling menguntungkan satu sama lain, namun pada kenyataannya justru semakin rentan dengan begitu banyak kejahatan dengan berbagai macam modus yang menyusup masuk dan merongrong kestabilan bangsa dan Negara kita,” urai Bupati.
Olehnya itu, kewajiban mempertahankan keutuhan NKRI menurutnya sudah sepatutnya menjadi kewajiban dari semua komponen bangsa ini, agar secara konsisten ikut menjaga, melindungi dan memelihara seluruh harta kekayaan bangsa.
Termasuk didalamnya, mempertahankan tegaknya NKRI dari gangguan apapun baik dari dalam maupun dari luar dengan cara menerapkan prinsip-prinsip nasionalisme dengan mengerahkan seluruh kekuatan termasuk kekuatan TNI yang dimiliki.
“Komitmen terhadap NKRI itu penting saya tegaskan pada kesempatan ini mengingat setelah sekian lama berdiri sebagai satu nation state namun ancaman dan tantangan terhadap keutuhan suatu Negara masih terus terjadi,” tegasnya.
Bupati pada kesempatan tersebut memberikan apresiasi dan penghargaan kepada TNI atas jasanya menjaga dan mengamankan keutuhan NKRI.
TNI selama kurun waktu kemerdekaan Indonesia, telah menunjukan eksistensi dan jati diri sebagai bagian dari rakyat dan ikut membangun bangsa bersama rakyat melalui berbagai kegiatan termasuk Tentara Manunggal Membangun Desa (TMMD).
“Atas nama Pemerintah kabupaten dan masyarakat Maluku Tenggara Barat, saya menyambut baik pelaksanaan Gebyar Nusantara yang dipusatkan di Saumlaki dan Pulau Selaru sebagai salah satu pulau terluar di Indonesia,” ucapnya.
Meskipun kegiatan ini baru pertama kali dilaksanakan namun melalui kegiatan ini pula diharapkan dapat menumbuhkan antusiasme masyarakat untuk menyaksikan secara langsung atraksi terjun payung oleh prajurit TNI AU.
Selain itu juga, untuk memperdalam ketangkasan dan teknik prajurit TNI AU dalam menguasai ilmu terjun payung.
“Dan lebih dari itu kegiatan ini setidaknya mengispirasi masyarakat terutama para siswa dan siswi untuk belajar lebih giat lagi dalam menekuni ilmu dan profesi apapun,” pungkas Bupati.
Untuk diketahui, sebagai salah satu kabupaten di Provinsi Maluku yang wilayahnya berbatasan langsung dengan Australia dan Timor Leste hingga kini MTB masih saja terisolir dan rawan dari berbagai ancaman dalam negeri maupun luar negeri.
Secara geografis daerah MTB meliputi perairan landas kontinen dan atau Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) di laut Arafura dengan jarak Saumlaki – Darwin 502 KM atau lebih dekat ketimbang jarak Saumlaki – Ambon (ibu kota Provinsi Maluku, red) yakni 592 KM.
Meskipun Pempus telah menetapkan Saumlaki yang adalah ibu kota MTB sebagai Pusat Kawasan Strategis Nasional (PKSN) menurut PP No. 26 Tahun 2008 dengan 4 pulau terluar seperti PPKT Larat, PPKT Selaru, PPKT Batarkusu, dan PPKT Asutubun namun daerah tersebut masih terisolir dan terganjal sejumlah persoalan.
Terperinci, untuk aspek batas wilayah negara terdapat sejumlah persoalan seperti belum diratifikasinya perjanjian antara Indonesia dan Australia untuk tubuh air, ZEE, dan dasar laut Indonesia- Australia oleh kedua negara, sehingga inventarisasi pulau-pulau di sekitar perbatasan RI-Australia harus rutin dilakukan.
Perjanjian Landas Kontinen Australia – Indonesia cenderung merugikan Indonesia, dimana nelayan Indonesia (WNI) hanya boleh mengambil/memanfaatkan SDA Laut yang ada di permukaan dan kolong air, sedangkan Australia berhak atas SDA yang ada di dasar laut seperti lola, teripang, mutiara dan sebagainya yang memiliki nilai ekonomis lebih tinggi.
Begitu juga dengan masih ditemukannya kasus lintas batas ilegal serta pencurian ikan oleh kapal asing di perbatasan RI-Australia dalam wilayah Kabupaten MTB.
Selain itu, belum terintegrasinya pengelolaan lintas batas oleh unsur terkait seperti CIQS/Custom, Imigration, Quarantine and Security di MTB, kurang terpeliharanya Titik Dasar/Titik Referensi di pulau Terluar yang menjadi acuan untuk menarik batas maritim antar Negara dimana hal ini terlihat misalnya seperti abrasi pantai Pulau Larat yang mengancam eksistensi Titik Dasar 104 dan setelah di telusuri ternyata peta dasar dan tematik nasional batas NKRI belum lengkap, termasuk batas negara RI – Australia.
Dari segi pertahanan keamanan dan penegakan hukum, MTB masih terbentur dengan sejumlah persoalan seperti minimnya sarana dan prasarana pengawasan dan pengamanan perbatasan laut dan udara yang sesuai dengan karakteristik wilayah perbatasan RI-Australia di laut Arafura.
Selain itu, tidak adanya sarana bantu navigasi yang memadai di pulau terluar untuk membantu pelayaran dan status keberadaan pulau tersebut, maraknya kasus-kasus illegal fishing di kawasan perbatasan negara Indonesia-Australia oleh nelayan lokal maupun nelayan asing bahkan mereka terkadang menggunakan bahan/alat yang melanggar hukum dan mengancam kelangsungan ekosistem laut.
Belum lagi, rawan terjadinya berbagai kegiatan illegal lainnya antara lain illegal logging, illegal minning, illegal transhipping dan sebagainya maupun rawan terjadinya penyelundupan dan imigran gelap.
Sementara, aparat TNI dan Polri yang ditugaskan di wilayah MTB yang berada persis di daerah perbatasan kerap mengeluh soal masih minimnya kesejahteraan.
Selain itu, kondisi semakin diperparah dengan masih rendahnya pemahaman aparatur pemerintahan dan masyarakat tentang pelibatan sebagai komponen cadangan dalam rangka bela negara di kawasan perbatasan serta belum optimalnya sinkronisasi dan sinergitas program/kegiatan yang dilakukan oleh Kementerian/ Lembaga dalam melaksanakan kewenangan pusat di kawasan perbatasan, khususnya urusan pertahanan kemanan serta pengelolaan manajemen Lintas Batas Negara (Penempatan Imigrasi, Karantina dan Bea cukai).
Dari aspek ekonomi, belum optimalnya pemanfaatan sumber daya alam/potensi kawasan perbatasan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat di perbatasan, minimnya infrastruktur informasi dan telekomunikasi, kawasan perbatasan di MTB belum dikembangkan sebagai Gerbang Selatan NKRI atau pintu keluar masuk aktivitas lintas Negara.
Juga sarana transportasi masih terbatas baik darat, laut maupun udara serta sejumlah persoalan mendasar lainnya dimana membutuhkan penanganan yang sesegera mungkin.
Merujuk pada salah satu kebijakan Presiden RI Joko Widodo yang memprioritaskan pembangunan dimulai dari pinggiran (perbatasan, red) tentunya memberi peluang dan harapan bagi Pemda dan seluruh masyarakat di Kabupaten berjuluk “Duan Lolat” ini untuk mendapat perhatian lebih dari Pemerintah Pusat.
(dp-18)