Papua, Dharapos.com
Ketua DPR Papua, Yunus Wonda meminta dengan tegas kepada Pemerintah Pusat di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi agar kunjungan kerja dua Menteri Kabinet Kerja ke Papua jangan hanya sebatas formalitas saja atau datang buat orang Papua senang.
![]() |
Yunus Wonda |
Kedua menteri tersebut masing-masing Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said dan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Basuki Hadimulyono.
“Saya mau sampaikan kunjungan ini jangan dijadikan formalitas. Hanya datang ke Timika datang lihat dan pulang. Setelah itu tidak melakukan apa-apa. Kali ini jangan main-main. Sebab kami orang Papua bukan bodoh lagi. Jangan coba-coba mempermainkan orang Papua lagi, ini sudah cukup. Kami sudah 54 tahun dan sudah dewasa,” tegasnya kepada wartawan di ruang VIP Bandara Sentani-Jayapura, sesaat sebelum bertolak ke Timika, Jumat (13/2).
Dikatakannya mungkin sekitar 20-30 tahun lalu, Pempus selalu memutar-mutar orang Papua. Tetapi saat ini berbeda, masyarakat Papua sudah punya sikap yang tegas.
“Menteri-menteri yang datang ke Papua jangan hanya sekedar bicara. Jadi saya mau sampaikan kalau masih menganggap Papua bagian dari Negara Republik Indonesia, buat yang serius,” cetus Wonda.
Penegasan ini terkait dengan kedatangan dua Menteri ke Papua yang ingin melihat langsung lokasi pembangunan Smelter untuk pengolahan konsentrat dan biji tembaga hasil eksplorasi tambang milik PT Freeport di Pomako-Timika.
Selain itu juga kedatangan Menteri PU dan Perumahan Rakyat ingin melihat ruas jalan yang menghubungkan antara PT Freeport – Illaga – Intan Jaya.
Wonda mengatakan DPRP akan membuat membuat surat resmi. Selain itu juga dalam rapat resmi Badan Musyawarah (Banmus) menekankan bahwa smelter harus dibangun di Papua.
“Saya mau sampaikan lagi kepada para menteri yang hari ini Sabtu (14/2) datang di Timika, jangan hanya sekedar formalitas. Lebih bagus anda tidak usah datang, kalau hanya sekedar formalitas. Jangan hanya buat orang Papua dan pejabat Papua senang. Karena kami tahu persis, hari ini Smelter yang direncanakan dan dibangun di Gresik-Jawa Timur itu ada kepentingan elit-elit politik nasional yang luar biasa di sana,” jelasnya.
Politisi Partai Demokrat ini menekankan, kalau mau melihat Papua adalah bagian dari NKRI ini, harus bangun di Papua. Apapun kesulitannya sulitnya dibangun di Papua tetap dibangun.
“Saya pikir itu akses daerahnya bagus, tinggal langsung ke laut. Saya mau sampaikan jangan sampai kongkalikong antara Pemerintah Indonesia dan pihak PT Freeport. Kami mau sampaikan bahwa kami bukan lagi anak kecil. Kami tidak seperti dulu kami orang Papua siap. Jangan mempermainkan orang Papua di atas Negara ini. Kalau dia permainkan maka kami bisa juga mempermainkan bangsa ini,” tegasnya lagi.
Sebab menurut Wonda, rencana pembangunan Smelter ini adalah kebutuhan yang sangat mendesak dan tidak bisa ditawar-tawar lagi. DPRP sendiri sudah menyatakan sikap bahwa apapun alasan dan kondisi yang ada di Timika, Smelter harus dibangun di Timika. Sebab kapan lagi kalau bukan hari ini.
“Presiden punya program untuk membangun di Timika. Tetapi selama tidak ada pabrik-pabrik yang dibangun di Papua. Maka sama saja semua program yang diprogramkan oleh Pemerintah Pusat tidak akan pernah selesai di provinsi ini,”akunya.
Kondisi dan keadaaan serta posisi masyarakat Papua akan seperti ini terus dan tidak akan ada perubahan, selama tidak ada kawasan industri di Provinsi tertimur dan tertinggal di Indonesia ini.
“Kami mau sampaikan bahwa Smelter harus dibangun di Papua dan kami mau sampaikan kepada Freeport, jangan mengalihkan perhatian dengan segala cara. Freeport harus sadar bahwa anda bisa besar dan mendapat penghasilan terbesar di dunia itu ada di Timika. Sekarang kontribusi apa yang harus dibuat untuk Papua. Jangan selalu alasan dengan mengatakan Freeport sudah memperkerjakan 15.000 anak-anak asli Papua selalu digadaikan. Itu tidak boleh,”kata Yunus.
Sebagai perusahaan besar yang sudah puluhan tahun bereksplorasi di Papua. Freeport harus punya tanggung jawab serta beban moril untuk Smelter ini dibangun di Tanah Papua.
“Kalau hari ini anda (PT Freeport) katakan itu bangun membutuhkan waktu. Pertanyaan kami sekarang, yang susah dibangun di areal tambang saja Freeport bisa membangun, dengan menggunakan kecanggihan alat yang luar biasa, masa membangun smelter dengan kredibilitas perusahaan sebesar Freeport tidak bisa. Freeport tidak boleh mengalihkan perhatian kemana – mana dan harus dibangun di Tanah Papua,” terangnya.
(Piet)