Utama

2017, Pempus Alokasi Dana Pengembangan Puskesmas Perbatasan

47
×

2017, Pempus Alokasi Dana Pengembangan Puskesmas Perbatasan

Sebarkan artikel ini
Peta MBD
Peta Maluku Barat Daya

Ambon, Dharapos.com
Di tahun 2017 mendatang, Pemerintah Pusat (Pempus) telah merencanakan untuk mengalokasikan dana tambahan guna pengembangan puskesmas yang berada di daerah perbatasan.

Hal tersebut dalam rangka mendukung pelayanan kesehatan terutama di daerah Terdepan, Terpencil, Tertinggal (3T) atau yang dikenal daerah perbatasan.

Salah satunya di Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD) yang  berbatasan langsung dengan Timor Leste.

Hal ini disampaikan Kepala Dinas Kesehatan Maluku, M. Pontoh lewat Kepala Bagian Humas, Biro Umum Maluku (Kabag) Boby Palapia kepada wartawan di kantor Gubernur, Jumat (01/4).

Dikatakannya, penambahan alokasi dana ini berdasarkan keputusan bersama dalam Rapat Kerja (Raker) Kesehatan Nasional yang berlangsung di Jakarta, kemarin.

Dalam Raker tersebut juga dihadiri Kementrian Keuangan yang diwakili Dirjen Perimbangan keuangan daerah, Kementrian Dalam Negeri yang diwakili Dirjen Otonomi Daerah, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) yang dihadiri Deputi Bidang pembangunan manusia masyarakat dan kebudayaan, dan kepada BKKBN Pusat.

Serta melibatkan seluruh Kepala Dinas (Kadis) Provinsi dan kabupaten/kota, dan Direktur Rumah  Sakit seluruh Indonesia.

Dijelaskan pula, alokasi dana tambahan yang diberikan Pemerintah Pusat (Pempus) ini berdasarkan penjelasan yang disampaikan Kepala Dinas Kesehatan, tentang perkembangan kesehatan yang ada di Maluku.

Apalagi geografis Maluku yang berciri kepulauan, sehingga pelayanan ke daerah perbatasan sulit dijangkau, terutama di Kabupaten MBD yang sekarang ini sudah menjadi isu nasional.

Menurut Palapia, penambahan alokasi dana pelayanan kesehatan di daerah perbatasan sejalan dengan Nawacita ketiga membangun dari pinggiran.

Untuk itu, dirinya berharap lewat bantuan dana ini dapat membantu Pemerintah Provinsi Maluku dalam mengatasi permasalahan kesehatan, terutama di daerah perbatasan.

Pada pemberitaan Dhara Pos sebelumnya, minimnya tenaga kesehatan dan fasilitas pelayanan medis di kecamatan Ustutun, Wetar Barat Pulau Lirang, Kabupaten Maluku Barat Daya membuat pelayanan kesehatan bagi masyarakat di kawasan tersebut tidak bisa dilakukan secara maksimal.

Akibatnya, banyak pasien gawat darurat di pulau itu yang terpaksa di bawa berobat ke Negara Timur Leste dalam rangka mendapatkan perawatan yang maksimal.

Pasalnya, apabila para pasien gawat darurat ini dipaksakan untuk di bawa berobat ke daerah lain di Maluku dikuatirkan jiwa mereka tak bisa terselamatkan karena sejumlah kendala seperti tidak adanya alat transportasi laut untuk mengantar para pasien dimaksud.

Apalagi akses dari pulau Lirang, kecamatan Wetar Barat ke kabupaten lain di Maluku atau daerah lainnya di Indonesia yang memiliki peralatan kesehatan memadai sangat jauh.

Dengan kondisi tersebut, pasien tidak bisa di bawa ke rumah sakit lain sehingga akhirnya keluarga pasien gawat darurat tersebut memutuskan untuk dilarikan ke Timor Leste yang notabene adalah negara tetangga yang berbatasan langsung dengan Indonesia.

Sekedar diketahui, jarak tempuh dari pulau Lirang ke Negara Timor Leste hanya membutuhkan waktu 2 jam perjalanan menggunakan motor laut.

Sementara untuk menjangkau RS yang ada di beberapa daerah di Maluku seperti MTB, Tual atau Maluku Tenggara hingga ke Kota Ambon atau Kupang, NTT maupun Makasar, Sulawesi Selatan membutuhkan waktu berhari-hari hingga berminggu-minggu.

Kepada Dhara Pos, di Tiakur belum lama ini, salah satu pegawai Puskesmas Ustutun pulau Lirang , Edi Putimau mengungkapkan bahwa kondisi ini sudah berlangsung sejak lama.

“Sebenarnya setiap tahun berjalan pasien yang dikategori gawat darurat di kecamatan Wetar Barat itu sering kami arahkan untuk berobat ke daerah-daerah  yang ada di Indonesia yang kita nilai memiliki sarana kesehatan dan peralatan  kesehatan yang memadai,”  ungkapnya.

Namun kenyataannya, masyarakat di Wetar Barat sudah tidak menghiraukan arahan pihak Pukesmas.

Apalagi karena tidak adanya alat transportasi dan ditambah kondisi pasien yang tidak mampu bertahan menunggu hingga berminggu-minggu.

“Sehingga terpaksa keluarga pasien mengambil inisiatif untuk melarikan pasien itu  ke Timor Leste karena hanya dengan menempuh perjalanan selama dua jam menggunakan motor laut atau jolor, mereka sudah bisa mendapat pelayanan maksimal di negara tetangga Timor Leste,”  bebernya.

Putimau juga menambahkan guna mengatasi hal ini agar tidak terjadi  hal-hal  yang tidak diinginkan  baik oleh Negara  Kesatuan RI dengan Negara tetangga Timor Leste, pihaknya juga telah menindak lanjuti kondisi ini ke Pemda MBD.

“Kami dari pihak Puskesmas Ustutun sudah menyampaikan dan melaporkan hal ini ke Pemerintah Daerah Maluku Barat Daya dalam hal ini Dinas Kesehatan dan kami juga sudah mengusulkan agar Puskemas Ustutun mendapat bantuan satu tenaga dokter serta peralatan kesehatan yang memadai,” bebernya.

Karena dengan adanya bantuan tenaga kesehatan yang memadai maka pelayanan medis terhadap masyarakat yang ada di pulau Lirang dapat terlayani dengan maksimal.

“Namun ternyata laporan kami itu tidak pernah dihiraukan Dinas Kesehatan Maluku Barat Daya karena kenyataannya sampai sekarang ini,  pasien di kecamatan Wetar Barat Pulau Lirang langsung dilarikan keluarganya ke Timor Leste  untuk mendapat perawatan yang memadai,” kembali beber Putimau.

Hal ini, tegas dia, sudah berjalan secara rutin dan telah berlangsung lama walaupun oleh pihak Puskesmas Ustutun telah berusaha memberikan pengertian bahkan upaya pencegahan namun masyarakat tetap tidak menghiraukan hal itu.

“Mungkin karena ini menyangkut nyawa keluarga mereka sehingga kami tidak bisa berbuat apa-apa lagi,” sambungnya.

Karena itu, dirinya kembali meminta perhatian Pemda MBD dan Pemerintah Provinsi Maluku untuk secepatnya menyikapi persoalan ini.

“Pemda Maluku Barat Daya dan Pemprov Maluku harus segera turun tangan mengatasi persoalan ini karena ini merupakan fenomena yang bakal berdampak buruk bagi pemerintahan di daerah ini,” imbuh Putimau.

Hal ini merujuk kepada program Nawa Cita di bawah kepemimpinan Presiden RI Joko Widodo dan Wakil Presiden Yusuf Kalla dimana salah satunya adalah membangun Indonesia dari pinggiran.


(dp-17)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *