Ironisnya, kegiatan ini telah berlangsung lama, bahkan pembayaran pun dilakukan dengan standar yang telah ditentukan yakni masyarakat rata-rata membayar sebesar Rp.30 ribu – Rp. 70 ribu per rumah.
Selain itu, pembayaran listrik pun tidak sesuai dengan angka yang tertera pada meteran di rumah warga, kekesalan ini disampaikan salah satu tokoh masyarakat buria, Ulis Latue kepada media ini, sabtu (25/05) di Ambon.
Dijelaskan Latue, petugas PLN juga selama ini tidak melaksanakan pencatatan pada meteran warga sehingga angka yang ada hanya perkiraan pihak PLN saja, “bahkan lampu listrik sering padam, kok beban yang harus dibayar dipakai rata-rata,”paparnya.
Masyarakat lanjut Latue, sering meminta penjelasan dari pihak PLN namun dalih yang diterima yakni hal itu sudah sesuai dengan aturan, hal inilah yang membuat masyarakat menilai pihak PLN Ranting Taniwel melakukan pembohongan.
Sementara itu, Kepala PLN Ranting Taniwel Jance Mornela yang dikonfirmasi wartawan membantah jika pihaknya melakukan tindakan tersebut. “rekening setiap pelanggan ada di Kantor PLN, hanya masyarakat saat membayar iuran mereka itu dilakukan di desa masing-masing, setelah itu baru rekening listrik di ambil di kantor PLN”, paparnya.
Dijelaskan Jance, selama ini keterlambatan pembayaran yang sering dilakukan masyarakat karena kerusakan jalan sehingga membuat angkutan tidak bisa melewati jalan tersebut, olehnya itu, pihaknya berinisiatif melakukan penagihan ke negeri-negeri yang berada pada daerah pegunungan tersebut, dan bukti rekening bisa di ambil di kantor PLN nantinya.
Terkait dengan sikap Kepala PLN ranting yang terkesan “mbalelo” itu, masyarakat meminta pihak PLN Cabang dan PLN Wilayah IX Maluku untuk mengevaluasi semua petugas PLN Ranting Taniwel, bila perlu kepala ranting pun dipecat, karena praktek ini telah berlangsung hampir 9 tahun. (**)