![]() |
Karel Albert Ralahalu |
Oleh: RONY SAMLOY
Pakar perang klasik asal Cina, Sun Tzu bilang, untuk memenangkan perang, minimal sebuah pasukan punya tiga pilar penting, yakni pasukan yang besar dan gagah berani, kekuatan militer yang kuat dan ampuh, dan strategi yang jitu untuk masuk memorak-porandakan basis pertahanan musuh.
Penulis buku Seni Perang (Art of War) yang lahir pada 535 SM itu begitu yakin dengan teorinya, mengingat dalam lembaran historis perang kuno di Negeri Tirai Bambu itu, tiga unsur di atas relatif menentukan tingkat kemenangan pasukan kerajaan sejumlah Dinasti yang pernah berkuasa.
Tapi, ahli perang modern asal Jerman, Carl von Clausewitz (1780-1831), punya pendapat lain yang sifatnya melengkapi teori Sun Tzu. Apa itu? Pakar perang asal Bavaria itu bilang ’’pasukan, peralatan militer, dan strategi saja belumlah paripurna untuk mengukur keberhasilan sebuah resimen tempur mumpuni’’. Artinya, masih ada indikator lain yaitu peluang (kans).
Kapasitas kemiliteran, jenderal bintang satu yang dipunyai Karel Albert Ralahalu bakal teruji atau diuji melalui sajian teori Sun Tzu dan Clausewitz. Penguasa ’’Imperium Mangga Dua’’ selama satu dekade (10 tahun) itu punya semua komponen,entah pasukan tempur, peralatan militer, strategi, dan peluang.Tahu saja, Ralahalu merupakan Ketua Dewan Pimpinan Daerah PDI Perjuangan 2007-2015. Ia suksesor mendiang Jhon Jonathan Mailoa, politisi flamboyant asal Nusalaut. Tentunya, itu semua masuk cakapan politik dalam konstelasi politik lokal menuju perhelatan pemilihan umum anggota legislative di awal 2014.
Dalam bingkai aturan normatif, Komisi Pemilihan Umum (KPU) punya ketentuan yang mengharuskan Ralahalu undur diri dalam tenggat waktu tiga bulan sebelum layar panggung pilkada Maluku 2013-2018 dibentangkan. Masa jabatan Ralahalu berakhir 16 September 2008. Itu aturan normatif yang memaksa seorang pejabat publik untuk legowo, turun dengan hormat agar proses demokrasi berlangsung elegan, fair, dan tak menyajikan campur tangan lebih rezim status quo atau petahana (incumbent).
Keliru jika orang memaknai langkah mundur Ralahalu sebagai tindakan hands- up (angkat tangan) sebelum berlaga menuju panggung politik akbar, Senayan, Jakarta. Salah kaprah anggapan seperti itu. Sebab, upaya mundur Ralahalu menyusul amanat UU No.7 Tahun 2012 tentang KPU bukan sebagai antiklimaks dari obsesi politik jenderal bintang satu ini. Ruang untuk maju bertarung, baik sebagai anggota DPR RI maupun anggota DPD RI, cukup lapang di depan. Ralahalu bisa main ’’tiki-tika politik’’, main dua kaki dengan variasi dan warna yang varian, beragam. Liar tapi indah seperti Barcelona memainkan tika-taka, semua main dengan satu atau dua pengatur serangan. Bila akhirnya, Ralahalu tak direkomendasikan PDI Perjuangan, masih ada tiket politik lain yang terbuka lebar jika dia mau.
Itu nanti teruji ketika orang nomor satu Maluku ini menunjukkan sikap politik dan keberpihakan diam-diam kepada salah satu kandidat gubernur/wakil gubernur Maluku saat ini. Itu pasti. Tak basa-basi. Jejak rekam Ralahalu sudah teruji, tak perlu diragukan. Ia banyak bertarung dalam gelombang ganas, cuaca ekstrem, dan hawa pulau-pulau yang tak stabil, hanya karena panggilan melayani rakyat. Nilai jual Ralahalu masih melambung tinggi. Bandrolnya pun naik karena ketokohannya, dan elektabilitasnya yang mumpuni sebagai soldadu yang merakyat dan low profile, seng balaga, dan seng talalu onosel,
Setuju atau menolak, siapa yang dibela Ralahalu, dialah kampiun pilkada Maluku saat ini. ’’Kaki tangan’’ Ralahalu ada di Sinode GPM, MUI Maluku, Walubi Maluku, mungkin juga di lingkup Keuskupan Amboina. Di KPUD Maluku, jangan tanya itu. Barisan pengusaha di lingkaran Ralahalu juga masih kuat, meski mereka goyah diterpa beragam isu miring di balik kekayaan penguasa mereka.
Inilah jalan lapang Ralahalu melanjutkan karier politiknya di Senayan. Pasti ada transaksi politik pragmatis yang akan dilakoni para kandidat dengan Ralahalu.
Siklus kerja sama ’’simbiosis mutualisme’’ akan terurai rapi dengan baik jika komitmen dan konsistensi menjadi dua kutub yang disatukan dalam kepentingan melanggengkan oligarki, masuk Imperium Mangga Dua, dan mencapai ruang Senayan. Tinggal memaksimalkan peluang. Di sinilah genap adagium, suara elite merupakan suara Tuhan (vox cognitoris vox dei). Kita tunggu saja hamparan teori Sun Tzu dan Clausewitz berjalan menuju aras pembenaran dan akhirnya mewujudkan realitas politik masa kini.
Lepas dari anasir ’’kaki tangan’’ (tim sukses), ’’campur tangan’’ (dukungan elite pusat dan lokal), ’’tanda tangan’’ (rekomendasi dan dukungan ril masyarakat), ’’buah tangan’’ (finansial yang memadai), garis tangan (nasib) lah yang menjadi penentu akhir. Rakyat Maluku berharap gubernur terpilih nanti dan Ralahalu tetap dalam satu komando pasukan, membela kepentingan rakyat Maluku di Jakarta.
Kita punya potensi ikan melimpah di Laut Arafura, Laut Banda, dan Laut Seram, tapi uang hasil penangkapan ikan hanya mengenyangkan elite politik nasional di daerah lain dan membangun jalan-jalan tol di Korea Selatan, China, Taiwan, dan Jepang. Tanah dan laut kita kaya akan kandungan mineral dan emas, tapi dipersulit regulasi perizinan yang merugikan daerah penghasil. Alam kita acap kali melahirkan atlet-atlet dan seniman-seniman berbakat, tapi banyak yang hengkang membela daerah lain karena tak dijamin pemerintah daerah. Kita punya putra-putri pemberani di medan tempur, tapi ketika tes masuk TNI-Polri, mereka dijegal alasan sepele; otak kurang encer, warna kulit, pakai anting, suka minum sopi, dan kurang setoran ke tim penguji. Orang Papua bilang : ’’Pace, Ini mau tes tentara pi perang ka tes par pi baku gigi di hutan’’ hanya gara-gara gagal lulus masuk tentara karena giginya telah tanggal satu. Maaf, ini mob segar Papua sebagai catatan kritis bagi 45 anggota DPRD Maluku agar lebih proaktif.
Ada banyak bongkahan keprihatinan yang sesungguhnya butuh komitmen moril para pemimpin daerah ini untuk mengangkat lagi kejayaan nama Maluku. Dari Maluku dikenal Indonesia, tapi nama Maluku pun kurang diperhatikan petinggi Negara ini. Semoga akan ada Ralahalu-Ralahalu lainnya yang berkomitmen melayani rakyat.! (***)