as

Berita Pilihan RedaksiUtama

Bek Kanan PSA yang Pertama ke Luar Negeri

69
×

Bek Kanan PSA yang Pertama ke Luar Negeri

Sebarkan artikel ini
mandala remaja
Stadion Mandala – Base Camp PSA
BADANNYA masih kekar meski usianya masuk tujuh dekade. Posturnya tak begitu tinggi, hanya sekira 165 centimeter. Tapi, bicara Spartan dan militansi di lapangan hijau, jangan ditanya. Itu mungkin sekilas soal Nicky Putiray, bagian dari dinasti Putiray yang sempat mengharu biru persepakbolaan Indonesia di dekade 1900-an hingga dekade 1990-an. Dari Jacobus Putiray berjejer keturunan-keturunannya di panggung sepak bola nasional dan regional.
Nama tak asing bagi telinga pecinta sepak bola nasional adalah Rocky Putiray. Striker Garuda II ini menjadi satu-satunya pemain Indonesia, dan Asia yang menceploskan dua gol ke gawang AC Milan ketika Setan Merah bertamu di kandang Kitchen FC, dalam partai persahabatan internasional klub elite Hong Kong itu dengan jagoan Serie A Italia pada awal 1990-an.
Itu sejarah karena Rosoneri, julukan Milan, merupakan jawara tujuh kali Liga (Piala) Champion Eropa dan pengoleksi gelar internasional terbanyak, satu strip di atas klub Boca Juniors Argentina yang punya 19 koleksi serupa. Nicky menjadi bagian dari kehebatan marga Putiray di panggung sepak bola Indonesia.
’’Karena keluarga besar kami menyukai sepak bola, saya juga terjun dan berlatih keras menggeluti sepak bola,’’ katanya kepada penulis di Café Joas, Ambon, Jumat (15/3/2013). Didampingi para mantan pemain sepak bola, di antaranya Heygel Tengens, Hendrik Lewerissa, dan Najib Attamimi, Nicky menceritakan awal ia mulai terjun ke lapangan hijau. Tahun 1960, Nicky mulai masuk PSA setelah intens berlatih di markas klub Puspa Ragam (PR).
Selama mengawal sektor kanan tim, ia konsisten, dan garang. Punggawa timnas di dekade 1970-an seperti Soetjipto Seontoro, dan Rudy Wiliam Kelces, pernah merasakan tackling ampuh dan sliding keras sosok ini. Ia nakal, tapi masih dalam bingkai sportivitas. Karena konsisten di sector pertahanan, Nicky terpilih masuk tim Maluku yang berlaga di Pekan Olahraga Nasional (PON) ke-5 di Bandung, Jawa Barat, 23 September-1 Oktober 1961.
Setahun kemudian, Nicky dipanggil masuk timnas Garuda Yunior. Ia rekan seangkatan Yudo Hadianto. Mereka berlaga di kejuaraan yunior Asia di Bangkok, Thailand. ’’Saya dan Noce Souissa itu pemain PSA pertama yang ke luar negeri,’’ kenangnya. Noce merupakan penjaga gawang timnas bersama Yudo Hadianto, ia kakak Hari Souissa, personel Masnait Vocal Group (VG).
Sepulang dari Bangkok, Nicky masih memperkuat PSA di kancah Perserikatan. Kerja keras lebih kurang tiga tahun akhirnya Nicky dkk sukses mengantarkan klub kebanggaan orang Ambon ini ke posisi delapan besar nasional. ’’Waktu era itu memang PSA cukup disegani. Kita punya pemain-pemain hebat yang banyak memperkuat timnas,’’ tuturnya. Tahun 1966 Nicky hengkang ke Surabaya, Jawa Timur. Di Kota Pahlawan itu dia membela sejumlah klub, dan akhirnya dipekerjakan Pemkot Surabaya sebagai pegawai kecamatan.
Koko Reinald Pieters, sayap lincah dan cepat milik Persebaya dan timnas Merah Putih di akhir dekade 1990-an merupakan hasil polesannya. ’’Kebetulan Koko itu keponakan saya, tapi dia memang punya bakat, dan diakui JacksonTiago (kini pelatih Perspura). Saya bina dia (Koko) hanya dua minggu, tapi dia mampu membuktikan diri sebagai pemain berkelas,’’ sebutnya kagum.
Menyangkut keinginan Wali Kota Richard Louhenapessy untuk membangun kembali kejayaan PSA, Nicky memberikan memberikan apresiasi positif. ’’Oh, saya setuju sekali karena semua terpulang pemerintah, mau tidak menghidupkan lagi PSA,’’ tandasnya. Namun, Nicky pun menghendaki seluruh pihak untuk bersatu padu meresponi wacana Wali Kota Louhenapessy. ’’Semua pihak, entah atlet, mantan pemain, pengurus PSA, Pengcab PSSI, wartawan olahraga, dunia usaha, KONI, dan pemerintah harus duduk satu meja untuk bahas ini. Ini saatnya, kapan lagi,’’ ujarnya.
Nicky mengakui banyak pemain Ambon di Pulau Jawa yang rindu melihat PSA berkiprah lagi di kancah elite persepakbolaan Indonesia. ’’Teman-teman di Jawa bilang kalau PSA dibentuk, mereka semua pulang untuk bantu membesarkan klub ini,’’ ungkapnya. Setelah pembentukkan pengurus PSA yang hampir satu dekade lebih vakum, dilanjutkan pergelaran kompetisi. Prinsipnya kompetisi, bukan open turnamen. ’’Karena open tournament lebih berdimensi komersil, cari untung, bukan tujuannya untuk pembinaan,’’ paparnya. (RONY SAMLOY)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *