Ambon, Dharapos.com – Praktisi Hukum, Alfred V. Tutupary menyoroti dugaan pelanggaran terhadap prinsip pelayanan publik oleh aparatur Negeri Passo, Kota Ambon.
Menurut dia, buruknya disiplin Aparatur Sipil Negara (ASN) di kantor negeri tersebut, telah berdampak langsung pada terhambatnya pelayanan publik secara sementara bagi masyarakat.
Pasalnya, persoalan ini bukan sekadar masalah etika kerja, tetapi telah masuk pada ranah pelanggaran serius terhadap prinsip-prinsip dasar Good Governance atau Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB).
“Tindakan aparatur Negeri Passo yang terlambat membuka kantor pelayanan dan tidak menjalankan tugas tepat waktu merupakan pelanggaran terhadap AUPB, khususnya asas kepastian hukum, profesionalitas, dan disiplin,” tegas Tutupary, dalam rilisnya, Kamis (16/10/2025).
Dijelaskan, Asas Kepastian Hukum menjamin hak warga negara untuk mendapatkan layanan pada jam kerja yang pasti. Keterlambatan pelayanan dinilai merusak kepastian hukum dan mengurangi kepercayaan publik.
Sementara itu, Asas Profesionalitas dan Disiplin mengharuskan aparatur negara bekerja dengan dedikasi dan tanggung jawab penuh kepada masyarakat.
Langgar UU Pelayanan Publik
Selain melanggar prinsip AUPB, kasus ini juga dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Bagi Tutupary, setiap penyelenggara layanan publik termasuk kantor negeri/desa wajib memenuhi standar pelayanan yang ditetapkan pemerintah.
“Keterlambatan dan tidak adanya aktivitas pada jam kerja menunjukkan kegagalan dalam memenuhi kewajiban pelayanan publik sebagaimana diatur undang-undang,” ujarnya.
Reaksi Sekdes Dinilai Antikritik
Lebih lanjut, Tutupary menilai reaksi Sekretaris Negeri (Sekdes) Passo yang memarahi pihak pelapor atas temuan tersebut sebagai tindakan yang tidak profesional. Ia menyebut, sikap antikritik seperti itu merupakan pelanggaran terhadap etika jabatan dan asas responsivitas dalam pelayanan publik.
“Kritik dan pengaduan masyarakat adalah mekanisme pengawasan yang sah. Pejabat publik seharusnya menerima kritik sebagai masukan untuk perbaikan, bukan merespons dengan kemarahan,” kata Tutupary.
Desak Pemeriksaan Administratif
Dalam pernyataannya, Tutupary juga mendesak Wali Kota Ambon, Bodewin Wattimena, untuk menindaklanjuti kasus ini dengan pemeriksaan administratif menyeluruh.
Ia menilai, teguran lisan tidak cukup untuk memperbaiki budaya kerja aparatur yang lalai.
“Aparatur yang tidak profesional, terutama Sekdes, harus dikenakan sanksi disiplin sesuai peraturan pemerintah tentang disiplin pegawai negeri sipil,” tegasnya.
Ditambahkan, pemerintahan yang baik hanya dapat terwujud jika setiap aparatur negara menjunjung tinggi disiplin, profesionalisme, dan tanggung jawab kepada masyarakat.
Dorongan Transparansi dan Pengawasan Publik
Sebagai bentuk partisipasi masyarakat, Tutupary juga meminta agar Pemerintah Kota Ambon mulai dari wali kota, wakil wali kota, hingga sekretaris kota menyediakan kontak person atau call center resmi di setiap instansi pemerintah, termasuk pemerintah negeri.
Langkah ini dinilai penting agar masyarakat dapat menggunakan haknya dalam melakukan kontrol sosial terhadap kualitas pelayanan publik.
“Apa yang dilakukan masyarakat dalam mengkritik pelayanan publik adalah bagian dari partisipasi untuk menciptakan pemerintahan yang baik dan bersih,” ungkapnya.
Sebagai penutup, Tutupary menilai Pemerintah Negeri Passo seharusnya meneladani langkah Kelurahan Ahusen, yang pernah mengalami kasus serupa. Saat itu, lurah Ahusen tidak melakukan pembenaran, melainkan menyampaikan permintaan maaf terbuka kepada publik atas pelayanan yang belum maksimal.
“Sikap rendah hati dan bertanggung jawab seperti itu yang seharusnya ditiru oleh aparat lain ketika dikritik oleh masyarakat,” pungkasnya.
(dp-53)