Politik dan Pemerintahan

Ketua Fraksi PDIP Soroti Dugaan Kerja 12 Jam Tanpa Lembur di SPPG Ambon: “Program Bagus, Tapi Jangan Korbankan Pekerja”

7
×

Ketua Fraksi PDIP Soroti Dugaan Kerja 12 Jam Tanpa Lembur di SPPG Ambon: “Program Bagus, Tapi Jangan Korbankan Pekerja”

Sebarkan artikel ini
IMG 20251029 WA0241

Ambon, Dharapos.com – Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kota Ambon, Upulatu Nikijuluw, menyoroti dugaan pelanggaran jam kerja di sejumlah Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang terlibat dalam pelaksanaan program Makanan Bergizi Gratis (MBG) di Kota Ambon.

Dalam keterangannya di kantor DPRD Kota Ambon, Rabu (11/11/2025), Nikijuluw mengungkapkan adanya laporan bahwa para tenaga kerja di SPPG bekerja hingga 12 jam per hari tanpa kejelasan pembayaran lembur.

“Program MBG ini sangat baik, tapi pelaksanaannya harus memperhatikan kesejahteraan pekerja di SPPG. Kami mendapat laporan ada tenaga kerja yang bekerja sampai 12 jam tanpa uang lembur yang jelas,” ujarnya tegas.

Politisi PDIP itu menyebut kondisi tersebut melanggar Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang membatasi waktu kerja maksimal delapan jam per hari. Ia menilai persoalan ini bukan sekadar masalah ketenagakerjaan, tetapi juga bisa berdampak pada kualitas pelayanan gizi untuk anak-anak sekolah.

“Kalau pekerja kelelahan karena jam kerja berlebihan, mutu makanan yang disajikan tentu bisa menurun. Ini bukan hanya soal hak pekerja, tapi juga kesehatan anak-anak penerima program,” tambahnya.

Nikijuluw mendesak Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) bersama Komisi I DPRD Kota Ambon untuk segera turun tangan melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap sistem kerja dan pembayaran upah lembur di seluruh SPPG.

“Jangan sampai ada pekerja yang dikorbankan. Kalau memang lembur, hitungannya harus jelas, satu jam pertama saja sudah ada ketentuannya — entah Rp10.000 atau Rp15.000 per jam. Itu perlu dicek langsung di lapangan,” tegasnya lagi.

Dengan demikian dirinya menegaskan keberhasilan program pemerintah tidak hanya diukur dari capaian pelaksanaan, tetapi juga dari pemenuhan hak-hak tenaga kerja yang menjadi tulang punggung di lapangan.

“Kita ingin program berjalan baik, tapi jangan sampai pekerja yang membuat program ini sukses justru dirugikan,” pungkas Nikijuluw. (dp-53)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *