![]() |
Wali Kota Tual, Adam Rahayaan, S.Ag, M.Si |
Tual, Dharapos.com
Memasuki bulan Ramadhan, kegiatan buka puasa bersama (Bukber) sudah menjadi kegiatan rutin bagi umat Muslim setiap menyudahi momen ibadah puasa seharian penuh.
Namun tak hanya sebatas itu, karena makna dari Bukber ini oleh berbagai kalangan baik di lingkup Pemerintah, swasta, hingga elemen atau komunitas masyarakat menjadikannya sebagai sarana membangun komunikasi dan berbagi kasih dengan sesama.
Dalam hal ini, dengan melibatkan tokoh masyarakat, agama dan tokoh adat, lintas partai politik, juga organisasi kemasyarakatan lainnya dan organisasi profesi dan tak ketinggalan insan pers ini semata-mata untuk menjalin suatu hubungan silaturahmi agar kebersamaan, persatuan, rasa solidaritas, harmonisasi terus diperkokoh.
Menanggapi itu, Wali Kota Tual Adam Rahayaan, S.Ag, M.Si mengakui jika semua daerah terutama pada kepala daerah selalu berupaya untuk menggagas ide agar bagaimana menjaga suatu kebersamaan dengan semua pihak.
“Terlepas dari orang menafsirkan sana sini, tetapi kami sebagai pimpinan di Kota Tual merasa perlu untuk memanfaatkan momen buka puasa bersama ini untuk menjaga hubungan kekeluargaan dan kebersamaan dengan semua pihak di daerah ini,” akuinya pada satu kesempatan Bukber Pemerintah Kota Tual dan masyarakat, baru-baru ini.
Apalagi, lanjut Rahayaan, momen bulan Puasa ini hanya ada satu tahun sekali.
“Jadi apa salahnya kalau kita mengemas kegiatan yang intinya adalah membangun rasa kesadaran, menghayati, serta mempererat tali kasih sayang antara sesama basudara maupun antar umat beragama, dan itu mahal harganya. Apalagi kita tahu di mana-mana anak muda bicara tentang persatuan tetapi ternyata hanya di bibir saja,” lanjutnya.
Bahkan sebagai pimpinan, Rahayaan mengaku jika setiap menyampaikan sambutan pada setiap momen yang dihadirinya, ia selalu menekankan harus ada persatuan, kedamaian dan ketertiban.
“Karena aman dulu baru orang itu merasakan tenteram, tenang, sehingga otomatis stabilitas tercipta. Dengan demikian aktivitas yang lain akan berjalan dengan baik mulai dari tingkat desa sampai tingkat kota karena orang hidup tidak dalam rasa khawatir yang berlebihan,” urainya.
Rahayaan kembali menekankan terbangunnya hubungan persaudaraan harus dilandaskan dengan dasar kasih sayang.
“Seseorang itu dapat menjamin siapa saja yang hidup di sekitarnya hidup nyaman itulah yang di sebut dengan kasih sayang. Jadi kasih sayang itu bukan menyayangi dirinya sendiri tapi dia juga harus berusaha dengan mulut, dan dengan tangan, supaya siapa saja yang hidup di sekitar dia itu bisa merasa aman dan nyaman,” cetusnya.
Di samping itu, Rahayaan juga turut mengingatkan dampak dan manfaat yang bisa diperoleh dari ibadah puasa itu sendiri.
“Jadi dari puasa ke puasa itu harusnya ada peningkatan atau predikat atau ada gelar yang harus di capai. Artinya, dalam satu bulan ini kan kita sedang di terpa, sedang di gembleng, sedang di tarbiahkan untuk keluar menjadi hamba yang baik atau hamba yang berkualitas,” tandasnya.
Meski diakui Rahayaan, selama Ramadhan ini seseorang biasanya bagus ibadahnya tetapi susahnya setelah berlalunya momen tersebut apakah kebiasaan-kebiasaan amal soleh ibadah yang bagus di bulan itu tetap berlanjut setelah Ramadhan atau tidak.
“Jadi, jangan sampai kita itu jadi hamba Ramadhan artinya jangan kita ingat Tuhan itu pada saat Ramadhan saja tetapi sebagai hamba Tuhan berarti dia sebagai hamba yang beriman, harus menerima semua resiko yang ada dalam Firman Tuhan dan apapun resikonya itu, dia sudah siap untuk menjalani seruan-seruan dan panggilan yang terkandung dalam ayat-ayat itu. Itu orang yang beriman tanpa dia harus punya segudang alasan mulai dari sibuk sampai yang paling malas,” bebernya.
Pada momen tersebut, Rahayaan juga menyampaikan rencana untuk lingkup Pemkot Tual sendiri, berkaitan dengan upaya peningkatan pemahaman, dan kapasitas pengetahuan tentang agama.
“Kita ingin agar dalam waktu 3 bulan sekali itu musti ada pegawai di kumpulkan di aula dan kita hadirkan 3 golongan agama. Kenapa kita kumpulkan 3 golongan agama dan nanti diberikan nasihat secara bergilir? Supaya kita hidup tidak saling curiga, dan hidup penuh senyum, dan melupakan segalanya sehingga semua itu akan mencair dengan sendirinya,” kembali sambungnya.
Diakuinya, memang berat dan mahal dalam membangun kesadaran ke arah itu, terutama dalam upaya membentuk pribadi dan jati diri.
“Semua itu kembali terpulang kepada orang itu apakah ada kemauan atau tidak. Dan yang terpenting, sebelum kita menasihati atau menyadarkan orang harusnya kita dahulu, diri kita, keluarga, istri dan anak kita terlebih dulu baru orang lain,” tukasnya.
(dp-20)