Berita Pilihan Redaksi

Ini 3 Strategi Pemkab Tanimbar Atasi Kemiskinan Eksrem

45
×

Ini 3 Strategi Pemkab Tanimbar Atasi Kemiskinan Eksrem

Sebarkan artikel ini

Rosias Kabalmay
Rosias RM. Kabalmay – Kepala Bappeda Kabupaten Kepulauan Tanimbar

Saumlaki, Dharapos.com
– Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Tanimbar, memasang target untuk
menyelesaikan kemiskinan ekstrem di wilayah itu hingga tahun depan dengan
sejumlah program yang dijabarkan melalui 3 program strategis.

Kepala Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), Rosias RM Kabalmay menjelaskan,
jumlah penduduk miskin secara makro di kabupaten Kepulauan Tanimbar berdasarkan
sumber Badan Pusat Statistik tahun 2021 adalah 30.740 atau 27,11 persen.

Sementara jumlah
kepala keluarga miskin yang tersebar di 10 kecamatan berdasarkan Data Terpadu
Kesejahteraan Sosial (DTKS) milik Kementerian Sosial adalah 13.605 kk.

Menurutnya, Tim
Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) dan DTKS menetapkan 5
kecamatan yang mengalami kemiskinan ekstrem dengan jumlah 20.920 jiwa atau
18,46 persen dengan rincian, 1.949 penduduk miskin di Kecamatan Selaru, 1.833
penduduk miskin di Kecamatan Tanimbar Utara, 1.470 penduduk miskin di Kecamatan
Wuarlabobar, 1.377 penduduk miskin di Kecamatan Wertamrian, dan 1.045 penduduk
miskin di Kecamatan Kormomolin.

“Nah,
oleh karena itu bapak Wakil Presiden mendorong Pemerintah daerah untuk
mengeluarkan program strategis dalam menanggulangi kemiskinan ekstrem, dan Pemerintah
daerah kabupaten Kepulauan Tanimbar menyusun tiga strategi penanganan
kemiskinan ekstrem,” terang Rosias di Saumlaki, Selasa (2/11/2021).

Strategi
pertama adalah menurunkan beban pengeluaran APBD dan APBN senilai
Rp.52.823.196.466 melalui sejumlah kegiatan yaitu: validasi dan verifikasi data
fakir miskin di Tanimbar yang berjumlah 13.453 kepala keluarga, penyediaan
anggaran jaminan kesehatan daerah (Jamkesda), pemberian bantuan sosial melalui
sejumlah bantuan seperti bantuan pendidikan, bantuan bagi pelaku UMKM, kelompok
tanaman hias, bantuan infrastruktur pendidikan dan panti asuhan.

Selain itu,
pemberian beasiswa bagi anak berprestasi tingkat SD dan SMP, beasiswa
pendidikan bagi masyarakat kurang mampu, penyiapan anggaran Covid-19,
pembangunan dan rehabilitasi rumah tidak layak huni.

Pemda juga
melakukan kerjasama dengan TNI melalui TNI Manunggal Membangun Desa (TMMD), pelaksanaan
program Indonesia Pintar bagi 2.871 siswa SD, 1.973 siswa SMP, dan pelaksanaan
program keluarga harapan (PKH) bagi 7.768 kepala keluarga.

Strategi
kedua adalah meningkatkan pendapatan menjadi Rp.11.813.635.413 melalui sejumlah
kegiatan seperti : pemberdayaan UMKM, pengembangan UMKM, pembentukan dan
pengembangan BUMDES, pembangunan prasarana pertanian,  penyediaan sarana usaha perikanan tangkap
atau budidaya, dan pengelolaan daya tarik wisata pantai, Danau dan wisata
rohani.

“Selanjutnya,
strategi ketiga adalah meminimalkan kantong kemiskinan dengan biaya dari APBN
dan APBD senilai Rp.127.466.200 771 melalui kegiatan pembangunan sarana dan
prasarana pendidikan PAUD, SD dan SMP, pembangunan jalan perpipaan di kawasan
perdesaan serta pembangunan jalan dan sarana transportasi,” katanya.

Sesuai data,
total anggaran tahun 2021 adalah Rp.192.103.032.640 dan yang telah terealisasi
adalah Rp.73.680.064.398. Sementara di tahun 2022, total belanja daerah  direncanakan berjumlah Rp.380.210.895.000.

Kendala Yang Dihadapi

Rosias juga
membeberkan sejumlah persoalan di daerah yang menjadi kendala dalam pengentasan
kemiskinan hingga terjadi kemiskinan ekstrem.

Permasalahan
dan tantangan yang dihadapi oleh Pemda kabupaten Kepulauan Tanimbar adalah
tingkat pengangguran terbuka 4,51 persen, pendapatan per kapita penduduk per
tahun 2019 (Rp.13.236.102), 2020 (Rp.13.173.730) atau mengalami penurunan
sebesar Rp.63.372.

Selain itu,
keterbatasan Sumber Daya Manusia atau SDM (IPM 62,86), data DTKS belum valid,
pandemi Covid-19 yang terjadi secara global dan lokal, keterbatasan sarana
infrastruktur seperti air, listrik dan sarana transportasi, 90 persen penduduk
miskin berada di wilayah perdesaan dengan mata pencaharian sebagai petani dan
nelayan tradisional, serta rendahnya kemampuan keuangan daerah, dimana 95 persen
keuangan daerah masih bersumber dari dana transfer pusat.

“Sesuai
data, DAU dan DAK 3 tahun terakhir cenderung menurun. 70 persen  DAU atau Rp376.700.925.775 digunakan untuk
belanja pegawai, 10 persen DAU atau Rp53.749.458.000 untuk Alokasi Dana Desa,
dan 20 persen DAU untuk belanja wajib lainnya,” katanya.

Tentang Kemiskinan Ekstrem

Rosias
menjelaskan, ada sejumlah indikator yang dipergunakan untuk mengukur tingkat
kemiskinan suatu daerah.

Salah
satunya, Pemerintah menggunakan data dari Badan Pusat Statistik, yakni
menggunakan konsep kebutuhan dasar.

Dengan
demikian pendekatan ini dipandang sebagai ketidak mampuan dari sisi ekonomi
untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan.

“Kalau
dari sisi makanan, mereka gunakan variabel bagaimana tingkat pemenuhan kalori
per hari atau per penduduk per hari yakni 2.100 kilo kalori per hari. Jika
makanan kurang dari 2.100 kilo kalori per hari maka dikatakan miskin,”
ujarnya.

Ada 42 jenis
makanan yang dipergunakan oleh statistik untuk melihat tingkat ketersediaan
kalorinya. Yang paling terbesar adalah beras. 
Semetara untuk variabel non makanan itu ada sejumlah hal yang digunakan
seperti perumahan.

Selanjutnya,
angka kemiskinan dilihat juga dari jumlah pendapatan penduduk yakni Rp. 479.000
per bulan. Jika ada penduduk yang berpenghasilan rendah maka disebut miskin.

“Kalau
miskin ekstrem berarti lebih parah lagi. Berarti pengelompokan 10 persen
kebawah atau disebut desil. yang pendapatannya dibawah 479.000 perbulan atau
desil. Mereka-mereka itu yang secara nasional diarahkan untuk pemkab mencari
kebijakan untuk  segera mengeluarkan
mereka minimal dari status eksrtim,” tambahnya.

Rosias
menyebutkan pula bahwa target pemerintah pusat, pada tahun 2024 itu kemiskinan
ekstrem menjadi zero atau 0 persen.

(dp-18)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *