Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Ambon Steven Patty saat memberikan keterangan pers |
Ambon, Dharapos.com – Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker)
Kota Ambon, Steven Patty menjawab persoalan terkait penetapan biaya sebesar Rp85
Juta kepada setiap calon pekerja yang akan dikirim untuk bekerja di Australia.
Ia menjelaskan, berdasarkan pengalaman dari California
Education Center (CEC) salah satu perusahaan yang bekerja sama dengan Disnaker,
estimasi biaya hingga sampai dan bekerja di Australia itu sebesar Rp85 Juta.
Besaran biaya ini diperuntukkan untuk semua pembiayaan mulai
dari awal proses sampai bekerja dengan meliputi 13 item tahapan yang di input,
salah satunya melakukan pelatihan skill sehingga sampai di sana punya
pendalaman. Itu salah satu persyaratan untuk kerja di sana.
Selain itu ada pengurusan visa yang tentunya ada
dokumen-dokumen yang perlu disiapkan salah satunya seperti sertifikat AES
sebagai persyaratan Visa. Didalam 85 juta itu juga termasuk asuransi kesehatan,
pengurusan bank, tiket, dan biaya hidup bagi mereka selama satu minggu
sekaligus tempat nginap.
“Kalau sudah pergi ke sana, pasti kerja karena kita
sudah kerjasama dengan International Word Group di Australia (IWG) yang
bertugas untuk mencari tempat kerja bagi adik-adik kita yang ingin bekerja di
Australia, diperkirakan sekitar 6 bulan dan paling lambat dalam proses itu
sudah berada tapi kalau ada yang sudah prosesnya cepat dia punya sertifikat
untuk karyanya dia di sana lebih cepat, dia lebih berangkat dan semua itu
tergantung dari prosesnya,” ungkapnya di Ambon, Kamis (30/3/2023).
Dengan demikian, dirinya menjamin dalam penetapan biaya
sebesar Rp. 85 Juta tersebut tidak ada unsur mengambil untung dari setiap calon
pekerja.
Senada, CEO California Education Center (CEC) Elly Yana,
membenarkan biaya sebesar Rp 85 juta adalah biaya untuk mengurus para kandidat
pekerja tersebut. Bahkan sebagai kelayakan mereka bekerja, mereka harus
bersertifikasi standar Australia.
“Kalau di Indonesia itu sertifikasi BNSP, yang sudah
punya sertifikasi berarti sudah kualitatif dan yang tidak punya sertifikasi
tidak kualitatif tidak bisa di akui dan untuk berangkat kesana itu sertifikasi
dari Astonpolic,” ungkapnya.
Setelah tersertifikasi, kata dia, pihaknya akan memberikan
pembelajaran sampai bisa berbahasa Inggris dan mampu untuk mengambil
sertifikat IELTS sejenis TOEFL.
“Karena skor yang di minta itu minimal 4,5. Jadi
pelatihan itu kita lakukan sampai mereka bisa melakukan proses untuk
mendapatkan sertifikat IELTS. Sertifikat IELTS itu harus di bayar kurang lebih
Rp 3 juta lebih tergantung kurs dolarnya. Kemudian mereka ikut pelatihan selama
6 bulan sambil proses dokumen, dan mereka tinggal di asrama termasuk makan 3
kali sehari. Semua itu sudah diinput di dalamnya,” tuturnya.
Karena ini proses keluar negeri, maka dokumen para kandidat
semua harus di translate dalam bahasa Inggris dan tersumpah.
“Ada badan khusus yang membuat itu sehingga dibutuhkan
biaya perlembar. Berapa banyak dokumen mereka, sebanyak itu juga di translate,”
cetusnya.
Ia menambahkan, selain beberapa hal tersebut para kandidat
juga mendapat dua asuransi.
“Pertama asuransi Indonesia yang menjamin mereka. Itu
asuransi jiwanya sampai jenazah mereka di bawah pulang dan nilainya sebesar Rp
60 juta dari Bank BRI, karena pemerintah Australia tidak mau direpotkan dengan
anak tersebut dengan asuransi ini yang bisa mengurus sehingga keluarganya bisa
jemput. Kedua asuransi Australia sendiri yaitu asuransi kesehatan, jadi kalau
mereka bekerja sudah ada asuransinya itu sudah termasuk didalam biaya
tersebut,” tandasnya.
(dp-53)