Saumlaki, Dharapos.com
Pangan merupakan pemenuhan kebutuhan pokok mendasar manusia yang perlu tersedia dari waktu ke waktu tanpa mengenal musim. Sebagai daerah tropis, Kabupaten Maluku Tenggara Barat hanya mengenal dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan.
![]() |
Ilustrasi beras cerdas |
Iklim wilayah MTB sangat dipengaruhi oleh sirkulasi angin musim yang bergerak dari dan kearah ekuator selama periode April-September di dominasi oleh angin pasat tenggara atau angin timuran yang relatif kering sehingga kurang mendatangkan hujan terutama pada bulan Juli, Agustus dan September.
Kondisi ini sangat mempengaruhi sumber daya alam MTB yang sebagian besar bertumpu pada sektor pertanian.
Sebagai bentuk terobosan untuk mengantisipasi kekurangan pangan masyarakat dikala datangnya musim paceklik dan juga menyambut era perdagangan dunia, maka Pemerintah Daerah MTB melalui Badan Ketahanan Pangan Daerah melakukan inovasi baru yakni mengolah bahan pangan lokal menjadi beras atau disebut dengan teknologi beras cerdas.
Kepala Badan ketahanan Pangan Daerah MTB, Ny. Ir. A. F. Lerick, M.Si saat ditemui di ruang kerjanya belum lama ini mengatakan potensi pangan lokal merupakan kearifan masyarakat yang perlu dijaga dengan baik.
Daerah MTB yang kaya akan potensi pengembangan pangan lokal juga merupakan lumbung pangan untuk daerah lain seperti Maluku Tenggara dan kota Tual, serta daerah-daerah di kepuluan Aru hingga ke wilayah Papua dan Papua Barat.
Meskipun kekayaan daerah MTB terbilang melimpah namun saja pengelolahan hingga pemasarannya terkesan masih sangat terbatas. Ketersediaan faktor pendukung seperti pasar dan transportasi yang bisa digunakan masyarakat dalam memasarkan panenannya di dalam daerah hingga ke luar daerah terbilang masih terbatas hingga awal tahun 2015.
Olehnya itu mantan Kepala Dinas Pertanian dan pernah manjadi staf ahli Bupati MTB ini menambahkan, ditahun 2014 pihaknya sudah memulai membuka cakrawala petani umbi kayu pada peralihan baru dengan pembuatan bahan setengah jadi yakni pembuatan tepung mokaf.
Hal ini dipandang perlu karena ketika siklus peralihan tersebut sudah dilaksanakan maka delifasinya cukup banyak.
“Salah satu solusinya kalau memang orang yang sakit gula maka terigunya ditinggalkan dan kita beralih ke tepung mokaf. Berasnya ditinggalkan dan kita beralih ke beras cerdas. Beras cerdas merupakan inovasi baru yang berasal dari pangan lokal. Jadi bisa dibuat dari tepung jagung atau tepung pisang dengan dibuat tanpa menggunakan bahan kimia,” tuturnya.
Dikatakan, sebagai negara yang memiliki kedaulatan ditangan masyarakat maka pangan lokal ini perlu di kelolah secara baik oleh masyarakat. Seiring dengan inovasi baru tersebut maka pihaknya telah melakukan sosialisasi penggunaan mokaf di sekolah-sekolah yakni pembuatan mie dengan bahan dasar
tepung mokaf. Pembuatan mie ini dibuat dengan peralatan sederhana yakni dengan menggunakan mol.
Selain itu, Pemkab MTB telah menyediakan sejumlah sarana peralatan pembuatan tepung mokaf yakni sejak tahun 2010 namun peralatan tersebut tidak digunakan warga.
Tercatat ada 6 desa yang memperoleh bantuan peralatan tersebut dari Pemprov Maluku maupun Pemkab MTB namun tidak dimanfaatkan karena masyarakat belum memahami penggunaannya.
“Setelah dilakukan pelatihan teknis barulah masyarakat paham. Saat ini kita sementara melakukan sebuah sistem pemetaan daerah penghasil tepung maupun rumah produksi beras cerdas dimana rumah produksi akan berpusat di Saumlaki sehingga kita bisa berdayakan desa-desa yang bisa menghasilkan umbi kayu dan langsung menghasilkan tepung sehingga proses rumah produksi berjalan secara lancar dan berkelanjutan” paparnya.
Untuk pengembangannya ke wilayah pertumbuhan yang baru maka pada tahun anggaran 2015, Badan Keahanan Pangan Daerah yang dipimpinnya bakal melakukan pengembangan kedaerah pertumbuhan yang baru seperti di Kecamatan Selaru maupun Kecamatan Wuarlabobar dengan memfasilitasi peralatan tersebut.
Karena di tahun 2014 lalu sejumlah peralatan inovasi beras cerdas dan tepung mokaf tersebut sudah di berikan kepada masyarakat di kecamatan Tanimbar Selatan dan Tanimbar Utara.
“Upaya ini kami lakukan agar kecintaan akan pangan lokal kita tetap ada dan kemandirian negeri ini berdiri di atas potensi lokal kita sendiri,” pungkasnya.
(mon)