![]() |
Logo INPEX |
Saumlaki, Dharapos.com
Senior Manager Communication and Relations INPEX, Usman Slamet mengatakan berdasarkan data, Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB) dikenal sebagai penghasil rumput laut terbesar ketiga di provinsi Maluku setelah Kota Tual dan Kabupaten Maluku Barat Daya.
Namun potensi sesungguhnya bisa lebih besar lagi jika sejumlah tantangan strategis dapat teratasi.
Dikatakan, berdasarkan data Pemerintah, produksi kering rumput laut di MTB terus meningkat dari tahun ke tahun dan mencapai 10.714 ton dengan nilai Rp 96 miliar di tahun 2015.
Produksi ini dihasilkan oleh sekitar 3.663 rumah tangga budidaya atau sekitar 7.232 pembudidaya.
Meskipun demikian, ada sejumlah tantangan yang dihadapi antara lain adalah rendahnya penguasaan teknis budidaya, harga jual dan keterbatasan pada akses pasar rumput laut dan masalah kelembagaan kelompok.
Kemudian, rendahnya kesadaran dan budaya berkelompok, hingga belum berkembangnya kegiatan pengolahan produk rumput laut yang bisa memberikan nilai tambah produk bagi masyarakat.
Dengan fakta dan tantangan yang ada tersebut, INPEX, perusahaan migas asal Jepang, melihat bahwa peluang untuk menjadikan rumput laut sebagai prime mover ekonomi lokal masih sangat terbuka lebar.
Sejak 2011, melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) yang kami namai investasi sosial atau social investment, INPEX mulai melakukan sejumlah program dimana salah satunya adalah pengembangan budi daya rumput laut khususnya di kecamatan Tanimbar Selatan, MTB.
“Program ini dilakukan agar masyarakat setempat mendapatkan teknik pengembangan rumput laut yang lebih bagus dan efisien serta memberikan manfaat ekonomi dan sosial yang lebih besar lagi ke masyarakat,” ungkap Slamet.
Ia menambahkan, program INPEX tersebut sejalan dengan program dari Pemerintah yang kemudian sejak tahun 2015 melalui Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) meningkatkan intervensinya dengan melaksanakan program pengembangan Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) serta program Kementrian Desa.
Program pemerintah ini menjadikan MTB sebagai lokasi program Aquaculture Estate dengan rumput laut sebagai komoditas unggulan yang akan di intervensi.
“Di tahun 2016-2017 ini, agar semakin memantapkan program pengembangan rumput laut INPEX dan semakin bersinergi dengan pemerintah, maka kami memutuskan menggandeng salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) ternama yakni Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia yang dikenal juga sebagai
implementing partner program Kementrian Kelautan dan Perikanan,” lanjut Slamet.
Kordinator Nasional DFW-Indonesia, Abdi Suhufan mengatakan tujuan jangka pendek program rumput laut INPEX tahun ini adalah merevitalisasi aktivitas budi daya rumput laut yang sejak akhir 2015 mengalami kelesuan karena adanya wabah penyakit ice-ice dan anjloknya harga jual.
Kemudian, memfasilitasi pembentukan lembaga ekonomi desa (BUMdes), menciptakan dokumen perencanan pembangunan desa yang pro terhadap isu pesisir, serta mendorong keterlibatan SKPD lingkup Pemkab MTB agar lebih aktif memberikan asistensi dan dukungan bagi pembangunan desa yang bercirikan pesisir dan laut di MTB.
“Kita harapkan tujuan ini akan terus berkembang sehingga dapat makin membantu masyarakat Maluku Tenggara Barat mengatasi tantangan dalam pengembangan rumput laut,” tandas Abdi.
Sementara itu, Puri Minari, Land Acquisition and Social Performance Manager INPEX, menjelaskan serangkaian keberhasilan program ini adalah dalam memfasilitasi pembentukan tiga kelompok pembudidaya rumput laut dengan anggota hingga 100 orang.
Di samping itu, merancang pembentukan BUMDes di desa Lermatang dan ini menjadi yang pertama di MTB, pengadaan bibit rumput laut, fasilitasi sarana dan prasarana pendukung budidaya rumput laut di desa Lermatang serta memfasilitasi penyusunan dokumen perencanaan desa seperti RPJMdes, RKPDes dan APBDes tahun anggaran 2017.
Kemudian, pengadaan kontrak pembelian rumput laut antara petani rumput laut dan pembeli; serta mengkonsepkan pengolahan dan pemasaran rumput laut oleh BUMdes atau BUMD dan diakhiri dengan panen perdana rumput laut.
“Kita juga sangat terbantu dengan adanya hubungan dan sinergitas yang baik antara kami dengan pemerintah pusat melalui Kementrian Desa, PDT dan Transmigrasi dan KKP serta SKPD di MTB khususnya Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) dan dinas Perikanan,” sambungnya.
Sebagaimana diketahui, INPEX adalah Perusahaan Minyak dan Gas terbesar dari Jepang yang saat ini mempunyai lebih dari 70 proyek minyak dan gas di lebih dari 20 negara termasuk di Indonesia, Australia, Kazakhstan, Uni Emirat Arab, dan Brazil. Di Indonesia, INPEX telah beroperasi sejak tahun 1966.
Saat ini, INPEX berpartisipasi dalam 10 blok migas yang mencakup kegiatan eksplorasi, pengembangan dan produksi termasuk di Blok Masela dimana INPEX menjadi operator.
Blok Masela terletak di lepas pantai, yaitu di Laut Arafura sekitar 155 km arah Barat Daya Kota Saumlaki, Maluku Tenggara Barat.
(dp-18)