Galerry Kelompok Tenun Tkat Tanimbar Binaan INPEX di Desa Amdasa. (foto : Novie Kotngoran) |
Saumlaki, Dharapos.com – Senior Manager Communication and Relations INPEX Masela, Puri Minari menyatakan walau belum beroperasi bahkan melaksanakan aktivitas migas yang berarti, INPEX Masela melihat bahwa lisensi sosial dalam beroperasi merupakan suatu hal yang fundamental dan perlu mendapatkan perhatian yang khusus. Untuk itu, INPEX berkomitmen untuk melakukan sejumlah kegiatan dalam rangka mendapatkan lisensi sosial sejak dini melalui kepercayaan, penerimaan dan dukungan masyarakat sekitar.
Kegiatan yang dinamakan investasi sosial atau social investment tersebut telah berlangsung sejak lama, disaat INPEX belum banyak melakukan aktivitas di wilayah yang dijuluki bumi Duan Lolat itu. Salah satu program yang dilakukan perusahaan dalam rangka memperluas kesempatan ekonomi melalui peningkatan kesempatan untuk penduduk lokal dalam hal mata pencaharian, kesempatan berusaha dan kesempatan bekerja yakni melalui program pengembangan berbasis community based development.
Puri menyatakan, Kabupaten Kepulauan Tanimbar dikenal memiliki kain tradisional tenun ikat yang dinamai Tenun Ikat Tanimbar. Motif dan warna tenun Tanimbar cukup beragam. Mayoritas berciri garis yang diselingi dengan corak yang umumnya diadaptasi dari alam dan aktivitas sekitarnya.
“Walau kaya potensi, tantangan untuk menunjukkan pesona Tenun Ikat Tanimbar juga besar. Berdasarkan hasil dari social mapping dan community needs assessment yang kami lakukan, Tenun ikat Tanimbar dihasilkan oleh para pengrajin tenun perempuan yang berusia tak muda lagi, dengan jumlah penenun yang semakin sedikit,” katanya saat peresmian gedung galery tenun ikat Tanimbar di desa Amdasa, kecamatan Wertamrian, Sabtu (26/2/2022).
Menurut Puri, aktivitas menenun semakin banyak ditinggalkan seiring dengan anggapan bahwa tenun ikat tak lagi memberikan peluang ekonomi yang menjanjikan. Hal ini diperparah dengan akses pasar yang terbatas sehingga kurang memberikan peluang bagi pengrajin tenun lokal untuk dapat berkembang. Kondisi inilah yang membuat tenun Tanimbar menjadi kurang dikenal secara luas, dibandingkan dengan tenun ikat dari daerah lain.
Dia katakan, selain karena merupakan karya seni khas dan satu-satunya tenun ikat di Provinsi Maluku, tenun Tanimbar juga merupakan sebuah nilai dan karya budaya turun menurun yang menjadi ciri khas dari masyarakat di pulau Tanimbar.
Untuk itu, INPEX sebagai perusahaan minyak dan gas Jepang yang beraktivitas di Tanimbar, tergerak membangkitkan kembali tradisi setempat melalui program investasi sosialnya untuk melakukan revitalisasi terhadap tenun ikat Tanimbar.
Sadar bahwa industri migas sangat dinamis dan merupakan energi yang tidak terbarukan dimana suatu saat INPEX tidak akan selamanya berada di wilayah kerjanya, program sosial yang telah dirintis perusahaan sejak 2011 itu tidak hanya terbatas kepada implementasi program saja namun sudah mengarah kepada upaya mencipatakan keberlanjutan melalui keterlibatan sejumlah pihak.
“Untuk itu Perusahaan dalam implementasinya mencoba untuk aktif melibatkan dan bersinergi dengan berbagai pemangku kepentingan atau multi-stakeholders dalam merevitalisasi Tenun Tanimbar, baik sebagai budaya lokal maupun aktivitas ekonomi kreatif masyarakat Tanimbar,” ujar Puri.
Dia berharap, melalui program ini selain Perusahaan turut berkontribusi membantu pemerintah daerah, juga untuk melestarikan kearifan lokal juga turut membantu menghasilkan daya pakai dan daya jual lebih tinggi sehingga dapat mengikuti dinamika era yang semakin modern dan dikenal secara luas.
Implementasi Program
INPEX memiliki dua kelompok pemberdayaan tenun ikat Tanimbar yaitu kelompok Larsasam di kelurahan Saumlaki, kecamatan Tanimbar Selatan dan kelompok tenun ikat Tanimbar Batlolonar di desa Amdasa, kecamatan Wertamrian.
Dalam implementasinya, INPEX menekankan kepada dua pokok pendekatan yaitu keterlibatan desainer skala nasional dalam proses pelatihan. Menurutnya, keterlibatan desainer dimaksudkan untuk mendapatkan hasil end to end yakni melakukan pendampingan dan pelatihan sekaligus berkontribusi dan bertanggung jawab dalam memperkenalkan tenun Tanimbar ke pasar menggunakan jejaring yang mereka miliki.
“Selain itu, INPEX sangat menyadari bahwa program semacam ini akan menciptakan ketergantungan dan jauh dari hasil yang berkelanjutan atau sustainability result jika tidak melibatkan pihak-pihak lain untuk turut serta. Untuk itu, dalam rangka untuk melebarkan kontribusi serta membuka peluang akan adanya upaya keberlanjutan, INPEX berusaha secara proaktif untuk melibatkan pemangku kepentingan lain dalam upaya mengembangkan tenun ikat Tanimbar,” katanya.
Puri menyebutkan, adanya upaya sinergi dan kolaborasi diyakini akan semakin memperkaya dan memperkokoh upaya multi-stakeholders dalam merevitalisasi tenun Tanimbar sebagai budaya lokal kabupaten Kepulauan Tanimbar sekaligus mengembangkan tenun Tanimbar menjadi salah satu kegiatan ekonomi kreatif, khususnya bagi para penenun di Tanimbar.
Dalam tahap awal, INPEX melakukan sejumlah pelatihan dengan mengandeng sejumlah desainer terkenal yaitu Samuel Wattimena dan Wignyo Rahadi (Tenun Gaya). Dalam pelaksanaan pelatihan sekaligus pendampingan, kedua desainer tersebut memperkenalkan para perempuan pengrajin tenun di Tanimbar untuk mengembangkan tenun Tanimbar yang semula tampak kaku, terasa berat, dan warna yang rentan luntur menjadi lebih ringan, lembut, dan tidak luntur sehingga lebih nyaman dikenakan, tanpa meninggalkan motif tradisi yang menjadi identitasnya.
“Pada akhirnya, diharapkan tenun Tanimbar yang awalnya hanya dibuat dan dipasarkan dalam bentuk kain sarung, kini menjadi kain tenun yang siap digunakan sebagai ragam produk fashion,” katanya.
Pelatihan yang dilakukan antara lain melalui pelatihan pewarnaan, penggunaan benang dengan kualitas lebih baik, penerapan teknik tenun dengan alat tenun ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) untuk melengkapi alat tenun tradisional, gedogan, dan eksplorasi desain motif. Seperti dalam hal warna, tenun Tanimbar yang awalnya hanya terpaku pada warna gelap seperti coklat, hitam, merah, dan biru tua, kini dikembangkan dengan pilihan warna terang yang disesuaikan dengan selera industri pasar.
ATBM Kelompok Tenun Batlolonar di desa Amdasa. |
Sebagai upaya dalam melakukan sinergi dan kerjasama, INPEX berhasil mendapatkan support dari pemerintah daerah setempat dengan dukungannya untuk mengirim enam pengrajin lokal untuk belajar tenun ATBM selama dua bulan di workshop salah satu desainer tenun ternama, Wignyo Rahadi Tenun Gaya di Sukabumi – Jawa Barat dengan menggunakan biaya APBD.
Tidak hanya melalui pelatihan, keterlibatan Pemkab kepulauan Tanimbar juga terlihat nyata melalui upaya memperkenalkan dan mempromosikan tenun Tanimbar ke berbagai event peragaan busana dan pameran yang bersifat nasional antara lain Jakarta fashion show dan Pameran Produk UKM di Gedung Smesco di Jakarta.
Sementara kolaborasi langsung dengan INPEX sendiri juga diwujudkan melalui pagelaran fashion show pertama di Tanimbar. Pagelaran busana atau fashion show. Fashion show tenun ikat Tanimbar yang pertama ini digelar berkat kerjasama INPEX dengan Dinas Koperasi dan UMKM setempat. Puri berharap kegiatan itu menjadi suatu awalan yang baik untuk munculnya event-event berikut yang lebih bergengsi di Tanimbar dan mengangkat visibilitas tenun ikat Tanimbar di tingkat nasional serta memberikan rasa bangga dan dampak ekonomi yang nyata bagi masyarakat.
Upaya memperkenalkan produk tenun Tanimbar tidak hanya terbatas di kawasan nasional saja, melalui kolaborasi antara INPEX dan Pemda Kepulauan Tanimbar, fashion show yang sama juga berhasil dilakukan di negeri Sakura Jepang. Fashion show tersebut juga didukung oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Tokyo yang berkolaborasi dalam upaya mempromosikan tenun tradisi masyarakat Tanimbar ke khalayak dunia dan Jepang khususnya.
Acara tersebut sukses dihadiri sekitar seratus orang dari komunitas Jepang, negara-negara sahabat lainnya dan juga mendapat pujian dari komunitas Indonesia di Tokyo yang bergerak di bidang tekstil, fashion, budaya dan pariwisata yang terkesima dengan budaya tenun Tanimbar dengan berbagai motifnya.
Tidak hanya puas dengan kolaborasi dengan daerah, INPEX juga giat mempromosikan program ini ke pemangku kepentingan lain yang juga menaruh minat. Gayung bersambut, Bank Indonesia Provinsi Maluku melalui program Lokal Economic Development (LED) ternyata juga mencari program community based development untuk wilayah Maluku bagian selatan.
Program LED yang dilaksanakan oleh BI bertujuan untuk menumbuhkan pusat aktivitas ekonomi baru yang disesuaikan dengan potensi dan karakteristik masing-masing daerah. Dalam program LED kali ini, BI Maluku berkeinginan untuk memperkuat rantai nilai dari kerajinan Tenun Ikat Tanimbar, mulai dari proses produksi, kelembagaan, hingga akses pasar. Atas dasar tersebut BI Maluku berharap bahwa kerajinan tenun ikat dapat menjadi salah satu cara mengentaskan kemiskinan di Tanimbar dan menjadi motor pertumbuhan industri kreatif di Maluku.
Sadar bahwa pasar nasional bahkan dunia sudah terbuka dan menyambut dengan antusias kehadiran tenun Tanimbar, sejak beberapa tahun belakangan ini INPEX sedang gencar memperkuat pasokan untuk menyambut potensi tersebut.
“Beberapa penguatan yang kami lakukan antara lain dengan melakukan diversifikasi produk dengan menambah variasi produk turunan yang kemarin telah dipamerkan di Hotel Vila Bukit Indah dan juga memperkuat kelembagaan lokal yang akan menjadi penopang keberlanjutan program ini. Salah satunya melalui BumDes yang salah satunya berlokasi di Desa Amdasa tempat kita sekarang,” katanya.
Menurutnya, pemilihan desa Amdasa sebagai salah satu lokasi juga bukan tanpa alasan. Sikap proaktif dari Pemerintah Desa dalam mendukung program ini menjadi alasan utama mengapa Desa ini terpilih. Pemerintah Desa Amdasa menurutnya sangat mendukung program ini dengan menyediakan secara cuma-cuma lahan dan bahkan membangun workshop tempat para penenun dapat melakukan kegiatannya dengan nyaman dan aman.
“Begitu juga dengan gallery yang hari ini kita akan resmikan. Lokasi gallery ini kembali merupakan jerih payah Pemerintah Desa Amdasa dalam menyediakan lahan karena mereka sadar bahwa perlu ada tempat untuk mempromosikan hasil tenunan mereka nanti kepada para turis atau pelancong yang sedang berkunjung ke Kepulauan Tanimbar,” katanya lagi.
Puri berharap, semoga semua daya dan upaya yang telah dilakukan INPEX dapat diterima dan dirasakan manfaatnya, tidak saja bagi masyarakat penenun khususnya, namun masyarakat di Tanimbar ataupun Maluku pada umumnya.
Tanggapan Stakeholder.
Ketua LSM PITA, Jacklin Siletty. |
Ketua LSM PITA, Jacklin Siletty yang dipercayakan oleh INPEX sebagai event organizer acara seremonial peresmian gedung galery tenun ikat Tanimbar di desa Amdasa menyatakan, INPEX begitu konsen kepada pemberdayaan masyarakat dimana ada dua tempat pemberdayaan tenun yakni di desa Amdasa dan di kelurahan Saumlaki.
“Komitmen pembedayaan INPEX ini bukan hanya nilai ekonomi tetapi mendorong pelestarian nilai-nilai budaya warisan leluhur Tanimbar,” katanya.
Kepala dinas Pariwisata Kabupaten Seram Bagian Barat, Johanis Soukotta yang hadir menyaksikan kegiatan itu mengapresiasi program ini.
“Ini juga menjadi inspirasi bagi kami. Produk tenun Tanimbar ini sangat potensial. Saya apresiasi ibu-ibu penenun. Kalau bisa jangan berhenti mengapresiasi berbagai talenta karya seni. Di daerah saya itu tidak ada tenun, tetapi kami gunakan produk tenun untuk pembungkus Aqua. Produk tenun Tanimbar ini sudah dipasarkan di daerah kami. Untuk itu kami memberikan apresiasi bagi para pelaku Ekraf di Tanimbar. Teruslah berkarya untuk pengembangan daerah dan peningkatan ekonomi rumah tangga,” katanya.
Kepala dinas Pariwisata Kabupaten Seram Bagian Barat, Johanis Soukotta. |
Kepala desa Amdasa, Bonefasius Batmyanik berterima kasih kepada INPEX Masela Ltd yang telah mendorong peningkatan kualitas para pengrajin tenun ikat Tanimbar di desanya disertai dengan pendampingan hingga memfasilitasi pembangunan gedung galery.
Senada, Ketua BUMDes Amdasa, Silvester Masriat mengakui, program pendampingan INPEX ini berdampak positif bagi peningkatan ekonomi masyarakat.
“Saat ini kami sementara menyusun program kerja untuk mendorong para pengrajin tenun ikat Tanimbar di desa untuk bisa kembali menggunakan ATBM karena tidak digunakan selama masa pandemi” tandasnya.
Pewarta : Novie Kotngoran.